tag:blogger.com,1999:blog-86043095214122899062024-03-12T15:57:47.083-07:00Kumpulan Cerita GayCerita Gay, Cerita Gay Muscle, Cerita Gay Indonesia, Cerita Gay Kuli, Cerita Gay hot, Cerita Gay Remaja, Cerita Gay Romantis, gayhari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.comBlogger69125truetag:blogger.com,1999:blog-8604309521412289906.post-8462074286869450292013-04-12T22:47:00.002-07:002013-04-12T22:50:30.329-07:00Pondok Jejaka<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUQmJc5sg89yLbuVp0Rt2whyphenhyphenjDguX-K5-3RFKPSeFrIeYtjQ3F2LpT6SS4WCmHXwRhz-XhOaRwzLIoD8pEUa1e46XRyAy2tUYhag5RMrxMENALT9Aw_K6ARt1SzMctK9TakhvcoLiUzYci/s1600/pondok.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUQmJc5sg89yLbuVp0Rt2whyphenhyphenjDguX-K5-3RFKPSeFrIeYtjQ3F2LpT6SS4WCmHXwRhz-XhOaRwzLIoD8pEUa1e46XRyAy2tUYhag5RMrxMENALT9Aw_K6ARt1SzMctK9TakhvcoLiUzYci/s1600/pondok.jpg" /></a></div>
Satu<br />
<br />
Usaha keras Yuda selama ini akhirnya membuahkan hasil<span id="dtx-highlighting-item"> juga</span>.
Dengan wajah sumringah ia menunjukkan namanya yang mejeng diantara
nama-nama lain yang dinyatakan lulus SPMB pada kedua orang tuanya. Di
Fakultas Teknik Elektro salah satu universitas negeri favorit di Depok.
“Yuda lulus ma, pa,” katanya pada kedua orang tuanya. “Anak mama memang
pinter deh,” sahut sang mama sambil memberikan cium sayang di pipi anak
bungsu kesayangannya<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>.
“Papa tekor nih ma,” kata sang papa. “Kenapa pa?” tanya sang mama.
“Papa kan janji akan membelikan sepeda motor baru buat Yuda kalo lulus
SPMB ma,” jawab sang papa. Yuda senyum-senyum kegirangan mendengar
kata-kata sang papa. Sepeda motor baru yang diidamkannya selama ini
menggantikan sepeda motor lamanya akhirnya jadi<span id="dtx-highlighting-item"> juga </span>dihadiahkan
oleh sang papa. Dengan kondisi ekonomi keluarga mereka yang jauh diatas
rata-rata, Papa Yuda adalah salah seorang pengusaha perantauan yang
sukses di Makassar, sebenarnya bisa saja sang papa membelikan sebuah
mobil untuk Yuda. Namun cowok ganteng satu ini memang belum pernah punya
keinginan untuk memiliki mobil sendiri. Saat ditanyakan oleh sang mama
apa alasannya tidak mau memiliki mobil sendiri dengan enteng Yuda
menjawab, “Lebih enak naik sepeda motor ma. Kalo membonceng cewek, lebih
mesra.” Sang mama hanya bisa mencubit sayang pipi anak bungsunya ini.
Sambil ngeledek, “Anak bungsu mama ini ternyata genit ya. Kecil-kecil
udah playboy.” Yuda hanya nyengir lucu mendengar ledekan mamanya<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>.
Yuda memang anak yang unik. Diantara dua saudaranya yang lain dia
memang lebih sederhana dalam penampilan. Mas Yudi dan Mbak Yenny,
masing-masing kakak pertama dan keduanya, dua-duanya mengendarai mobil
dalam keseharian mereka. Sejak masih tinggal di Makassar dulu dan<span id="dtx-highlighting-item"> juga </span>saat
ini, dimana keduanya sedang menimba ilmu, kuliah di Pulau Jawa. Mas
Yudi kuliah di PTN Teknik yang ada di Bandung, sedangkan Mbak Yenny
kuliah di PTN yang ada di Yogyakarta, tak jauh dari rumah kakek dan
nenek keluarga Yuda. Meskipun berasal dari keluarga mampu, Yuda dan
kakak-kakaknya memang serius dalam hal pelajaran. Karena<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>wajar
saja mereka semua dapat lulus di PTN favorit yang ada di Pulau Jawa.
“Kapan dong pa, Yuda dibelikan sepeda motor barunya?” tanya Yuda menagih
janji sang papa. “Nanti aja di Jakarta ya Yud. Supaya gak repot-repot
membawanya dari sini,” “Oke deh pa. Makasih ya papa dan mama tersayang,”
jawab Yuda sambil mencium pipi kedua orang tuanya bergantian. Setelah<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>cowok ganteng bertubuh tinggi langsing atletis<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>siap-siap ngacir meninggalkan kedua orang tuanya yang masih sibuk membolak-balik surat kabar berisi pengumuman SPMB<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>.
“Mau kemana sayang?” tanya sang mama. “Ke rumah Reny ma. Mau pamit
sekaligus mutusin dia. Soalnya repot kan pacaran jarak jauh. Lagian di
Jakarta banyak cewek-cewek manis ma, kasihan kalau Yuda cuekin mereka.
Kalo disini kan Reny masih bisa ketemu cowok lain di sekolah, dia kan
baru naik kelas 2,” jawab Yuda enteng. Mama dan papanya hanya bisa
geleng-geleng kepala mendengar jawaban dari anak bungsunya yang ternyata
berbakat playboy<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>. Kedua orang tua Yuda memang tak terlalu mempermasalahkan “bakat” sang anak yang suka gonta-ganti pacar<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>. Karena meskipun Yuda beg<span id="dtx-highlighting-item">itu</span>,
dia tak pernah melakukan hal-hal yang dapat merusak masa depannya.
Buktinya sekolahnya tetap lancar dan cewek-cewek yang pernah dipacarinya
pun masih tetap berhubungan baik dengannya. Malah masih sering
berkunjung ke rumah Yuda yang terletak di salah satu kompleks perumahan
mewah di Kota Makassar. Reny yang tadi disebut Yuda adalah pacarnya yang
terakhir. Teman satu sekolahnya yang waktu dipacarinya masih duduk di
kelas 1. Yuda memang salah satu idola cewek-cewek di sekolahnya. Gimana
gak jadi idola. Anaknya pinter di kelas, penampilan fisik oke, olah raga
jago, kaya tapi sederhana dan supel dalam bergaul. Oleh karena<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>setiap orang yang mengenal Yuda sangat senang bergaul dengannya. Prestasinya<span id="dtx-highlighting-item"> juga </span>membanggakan. Yuda pernah menjadi utusan propinsinya untuk menjadi anggota Paskribaka di Istana Merdeka. Selain<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>,
saat ia menjadi kapten kesebelasan sepak bola sekolahnya Yuda
menghantarkan kesebelasannya menjadi juara pertama dalam Kompetisi Sepak
Bola antar pelajar se-propinsi. Cowok yang sempurna? Kayaknya iya.
Bukankah<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>yang anda sukai saat membaca cerita-cerita seperti ini kan? Hehe.<br />
<br />
Dua<br />
<br />
Yuda
disambut oleh Mas Yudi di Bandara Internasional Sukarno-Hatta
Cengkareng. Sesuai dengan perintah kedua orang tuanya melalui telepon,
kakak pertamanya<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>d<span id="dtx-highlighting-item">itu</span>gaskan
untuk membantu Yuda dalam mengurus proses penerimaan mahasiswa baru di
kampusnya. Kebetulan Yudi berada di Bandung, maka menurut kedua orang
tua mereka cukuplah kakak tertua Yuda<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>yang
membantu, mama dan papa Yuda tak perlu harus ke Jakarta untuk mengurusi
keperluan Yuda. “Bawa oleh-oleh apa Yud buat gue?” sambut Mas Yudi
sambil menjawil telinga adik bungsunya<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>.
Wajahnya tersenyum lucu. “Dasar deh Mas Yudi, bukannya nanya kabar mama
sama papa, malah nanya oleh-oleh,” jawab Yuda pura-pura cemberut.
Sumpah, meski cemberut wajah Yuda tetap aja ganteng lho. Selanjutnya
kedua kakak beradik yang ganteng-ganteng<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>berpelukan
hangat melepas rindu. Setelah acara melepas rindu usai, Mas Yudi
mengajak Yuda untuk meninggalkan bandara. “Kita istirahat dulu hari ini,
besok berangkat ke Depok cari kos buat kamu. Setelah<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>mendaftar ulang ke kampus jelek kamu<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>,”
kata Mas Yuda. “Enak aja. Kampus Mas Yudi yang jelek. Wek,” jawab Yuda
sambil meleltkan lidahnya. Sembarangan aja Mas Yudi ini bilang kampus
Yuda jelek.<span id="dtx-highlighting-item"> Itu </span>kan kampus paling favorit se-Indonesia. Dengan mengendarai mobil sedan milik Mas Yudi, kedua kakak beradik<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>melaju di jalan raya Jakarta menuju hotel di kawasan Senayan untuk beristirahat.<br />
<br />
Tiga<br />
<br />
Fakultas
Teknik Elektro sudah ramai saat Yuda dan Mas Yudi tiba. Setelah
memarkirkan mobilnya, Mas Yudi mengajak Yuda melihat papan pengumuman
yang berisi tata cara pendaftaran ulang bagi mahasiswa baru. Papan
pengumuman<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>sudah ramai di rubungi oleh mahasiswa baru. Untunglah kedua kakak beradik<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>memiliki
ukuran tinggi badan diatas rata-rata, hampir 180 cm, sehingga mereka
tak perlu kerepotan untuk melihat pengumuman. “Oke deh. Kamu kan udah
tau apa yang harus dibawa untuk daftar ulang. Sekarang kita cari kos
dulu buat kamu. Besok kamu sudah bisa daftar ulang kemari,” kata Mas
Yudi. “Oke Mas,” jawab Yuda. “Mas, bingung<span id="dtx-highlighting-item"> juga </span>nih
cari kos disini. Kita tanya orang-orang aja dulu,” ajak Mas Yudi
disambut anggukan Yuda. “Liat di papan pengumuman yang deket gedung<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>deh
mas. Disana banyak tuh selebaran informasi tempat kos,” terang seorang
cewek manis saat mereka bertanya-tanya tentang lokasi tempat kos. “Boleh
kenalan kan, nama gue…,” kata Yuda pada cewek<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>. Cepat Mas Yudi menarik tangan adik bungsunya yang mulai muncul tabiat playboynya<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>. Urusan cari kos belum beres malah sibuk kenalan nih anak. Cewek<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>hanya tersenyum malu-malu. Benar saja di papan pengumuman<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>tertempel banyak selebaran informasi kos. Satu per satu pengumuman<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>dibaca
oleh Mas Yudi. Akhirnya matanya tertumbuk pada sebuah pengumuman yang
cukup unik isinya. “Kalo elo ngerasa ganteng, enggak sombong, en berasal
dari keluarga baek-baek, buruan dateng deh ke kos-kosan . Fasilitas
lengkap dan dijamin bebas dari narkoba en pergaulan bebas
mahasiswa-mahasiswi. Masih tersisa dua kamar kosong. Buruannnn sebelon
keabisan. Untuk informasi, hubungi Ivan di nomor HP : 081XXXXXXX,”
(Nomor handphone sengaja disembunyikan untuk menghindari iklan dan aksi
coba-coba yang mungkin anda lakukan dengan menghubungi nomor tersebut.
Kalau ternyata nomor yang d<span id="dtx-highlighting-item">itu</span>lis
beneran punya gay atau biseks gak masalah. Kalau punya lesbian gimana?
Kan elo rugi pulsa. Hehehe). Mas Yudi segera menghubungi nomor hand
phone<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>.
“Masih sisa satu kamar kosong lagi ya? Hmm.. satu setengah juta
setahun. Mmm belum termasuk bayar tagihan listrik dan telepon? Ada ac
ya? Boleh punya televisi dan komputer di kamar? Ada garasi buat
kendaraannya ya? Oke deh kita coba liat ke s<span id="dtx-highlighting-item">itu</span>. Alamatnya dimana? Hmm dis<span id="dtx-highlighting-item">itu </span>ya. Oke, oke. Kami kes<span id="dtx-highlighting-item">itu </span>ya. Nama saya Yudi. Makasih Van. Klik,” “Gimana mas?” tanya Yuda. “Kayaknya lumayan. Ayo kita liat ke s<span id="dtx-highlighting-item">itu </span>sekarang,” “Ayo,”<br />
<br />
Empat<br />
<br />
Mencari kos-kosan ternyata tak sulit. Lokasinya tak terlalu jauh dari jalan raya Depok. Kos-kosan<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>berupa
rumah yang terawat bersih dan rapi. Dipintu rumah terdapat tulisan . Di
garasi terdapat dua buah mobil sedan dan satu sepeda motor. Sepertinya
kos-kosan<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>diperuntukkan untuk kalangan menengah. “Males ah disini mas. Kayaknya mewah banget,” kata Yuda saat melihat kos-kosan<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>.
“Kamu ada-ada aja deh. Entar papa dan mama marah ke Mas Yudi, kalo kamu
mas masukin kos-kosan yang kumuh. Ayo turun kita liat ke dalam,” Tak
lama setelah memencet bel, Mas Yudi dan Yuda disambut oleh seorang cowok
ganteng bercelana pendek yang membukakan pintu. “Yudi ya,” kata cowok<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>yakin. “Iya. Ivan ya,” “Yap betul. Silakan masuk mas,” jawabnya. Ruangan dalam kos<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>bersih dan terawat baik. Ruang tengah sepertinya diperuntukkan untuk tempat ngumpul-ngumpul, ada tiga orang cowok, yang<span id="dtx-highlighting-item"> juga </span>ganteng-ganteng sedang duduk diatas karpet menonton televisi yang sedang menayangkan acara Buser. Ketiga cowok ganteng<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>mengangguk
ramah pada Mas Yudi dan Yuda. Sepertinya ini kos anak baik-baik, batin
Mas Yudi. Ivan mengajak Mas Yudi dan Yuda duduk di kursi tamu. “Siapa
yang mau kos nih? Dua-duanya?” tanya Ivan. “Enggak, adik saya ini aja.
Yuda namanya. Kalo saya kuliah di Bandung,” “O g<span id="dtx-highlighting-item">itu</span>.
Mau liat kamarnya sekarang?” “Yang punya kos kamu Van?” “Bukan Mas.
Kita berempat yang ngekos disini. Yang punya kos tinggal di Tangerang
Mas. Rumah ini dikontrak per tahun. Awalnya kami ada lima orang yang
ngontrak bareng-bareng. Karena yang dua udah lulus, jadi kita perlu dua
orang lagi untuk ngisi kamar yang kosong mas. Kalo yang ngontrak lima
orang kan biaya kontrakannya per orang jadi gak terlalu berat mas,”
“Hmmm… Terus kok kamarnya tinggal satu. Katanya butuh dua,” tanya Mas
Yudi lagi. “Kemaren udah ada satu temen yang baru masuk mas. Yang pake
kaos biru<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>,” tunjuk Ivan ke arah seorang cowok ganteng berkulit hitam manis. Kayaknya cowok<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>berasal dari daerah Indonesia timur. “O g<span id="dtx-highlighting-item">itu </span>ya.
Kita boleh liat kamarnya?” “Boleh mas,” Ivan kemudian menunjukkan
kepada Mas Yudi dan Yuda kamar yang masih belum ada penghuninya<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>. Didalam kamar<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>sudah
tersedia tempat tidur spring bed besar. Meja belajar. Dan meja kosong
yang bisa digunakan untuk meletakkan televisi. Kamarnya cukup luas. Mas
Yudi langsung tertarik. Sedangkan Yuda terlihat ogah-ogahan. Cowok
ganteng<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>sebenarnya tak mengharapkan tempat kos yang lumayan mewah seperti<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>.
Namun untuk menolak Mas Yudi dia merasa tak enak. Dibenaknya terfikir
untuk mencari kos lain tahun depan, setelah ia mengetahui s<span id="dtx-highlighting-item">itu</span>asi di sekitar kampusnya. Tak berlama-lama Mas Yudi segera membayar uang kos<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>pada Ivan. Barang-barang Yuda yang ada di mobil segera diangkat ke dalam kamar. Cowok-cowok penghuni kos<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>membantu mengangkati barang-barang Yuda ke kamar. Mas Yudi semakin senang dan yakin kos<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>cocok buat Yuda karena melihat keramahan penghuni kos<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>.<br />
<br />
Lima<br />
<br />
Malam<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>Mas Yudi menginap di kos Yuda, memastikan bahwa tempat kos<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>memang
seperti apa yang dibayangkannya. Satu per satu penghuni kos berkenalan
pada Mas Yudi dan Yuda. Ivan berasal dari Aceh. Kulitnya putih dan tidak
terlalu tinggi. Mungkin tingginya sekitar 168 cm. Tubuhnya langsing
berotot. Katanya dia turunan Arab, pantas saja tubuhnya rame dengan
bulu-bulu halus. Pada wajahnya terlihat jelas bekas cukuran. Saat ini ia
duduk di Semester lima Fakultas Ekonomi. Ali, asal Magelang. Sawo
matang, lebih tinggi dari Ivan dan langsing. Hidungnya mancung bagus
mirip Keanu Reeves. Anaknya suka tersenyum, memamerkan deretan giginya
yang rapi dan putih. Sama dengan Ivan, Ali<span id="dtx-highlighting-item"> juga </span>kuliah
di semester lima Fakultas Ekonomi. Darwin, asal Palembang. Kulitnya
putih dan matanya sipit mirip turunan Cina. Tubuhnya paling kekar
diantara mereka. Kekerannya<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>dapat
terlihat jelas karena Darwin suka memakai kaos yang berukuran ngepas
pada tubuhnya. Sepertinya anak satu ini rajin olah tubuh. Tubuhnya kokoh
dan tingginya sama dengan Yuda. Saat ini ia masih duduk di semester
tiga Fakultas Teknik Arsitektur. Stefanus, asal Ambon. Kulitnya hitam
manis. Wajahnya ganteng sekali. Bulu matanya lentik. Dia ini yang
penghuni baru. Darwin yang mengajaknya pindah ke kos ini. Mereka memang
sama-sama kuliah di semester tiga Fakultas Teknik Arsitektur. Meskipun
tidak sekekar Darwin, namun Stefanus punya tubuh yang oke<span id="dtx-highlighting-item"> juga</span>. Kesimpulan Mas Yudi setelah menginap malam<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>adalah teman-teman kos Yuda baik-baik. Tak ada yang menunjukkan prilaku bermasalah. Tak ada narkoba dis<span id="dtx-highlighting-item">itu</span>, merokok saja mereka<span id="dtx-highlighting-item"> juga </span>tidak. Sex bebas<span id="dtx-highlighting-item"> juga </span>sepertinya tidak, meskipun cowok-cowok<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>sering
menerima tamu cewek-cewek cantik, maklum aja deh soalnya mereka kan
ganteng-ganteng wajar banyak cewek yang suka, namun mereka menerima
tamu-tamu cewek<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>hanya
terbatas hingga teras depan saja. Tak ada satupun tamu cewek mereka
yang diajak duduk di ruang tamu, apalagi sampai ngamar. Akhirnya Mas
Yudi merasa tak perlu berlama-lama menemani Yuda di kos barunya<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>. Keramahan penghuni kos memang membuat Yuda dan Mas Yudi dapat cepat bergaul dengan mereka. Karena<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>Mas Yudi tak merasa kuatir Yuda kesulitan bergaul dengan mereka. Apalagi Yuda dan<span id="dtx-highlighting-item"> juga </span>Mas Yudi punya bakat untuk cepat bergaul dengan orang lain. Meskipun Yuda kurang sreg dengan kos<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>, ia bisa menyembunyikan hal<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>sehingga
tidak mengganggu komunikasinya dengan penghuni kos yang lain. Setelah
membereskan segala urusan Yuda akhirnya Mas Yudi memutuskan untuk
kembali ke Bandung keesokan sorenya. Sebelumnya ia sempat membawa Yuda
ke Glodok dan membelikan adik bungsunya<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>televisi, radio tape dan seperangkat komputer. “Sepeda motor gue gimana dong Mas?” tanya Yuda pada kakak tertuanya<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>. Papanya sudah mentransferkan untuknya uang pembelian sepeda motor<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>.
“Entar sepeda motor kamu beli sendiri deh. Kamu bisa ajak temen-temen
kamu disini untuk nolongin nyarinya, mereka kan udah paham Jakarta.
Lagian kamu kan udah cocok bergaul sama mereka,” tanggap Mas Yudi.
Dengan diantarkan sampai ke pintu gerbang seluruh penghuni , Mas Yudi
berangkat ke Bandung sendirian dengan mengendarai mobil sedannya. Enam<br />
<br />
Perkuliahan
baru akan mulai minggu depan. Karenanya kegiatan penghuni kos lebih
banyak diisi dengan hanya menonton acara televisi di rumah. Seluruh
tayangan dari berbagai stasiun televisi ditonton oleh cowok-cowok<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>.
Saking seringnya menonton acra televisi, Yuda sampai hapal jadual acara
di televisi yang selama ini tak diketahuinya. Waktu di Makassar cowok
ganteng ini memang sangat jarang menonton acara televisi. Lebih sering
kegiatannya diisi dengan belajar atau bawa ceweknya jalan-jalan.
Penilaian Yuda pada cowok-cowok, teman-teman barunya di kos<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>sama dengan Mas Yudi. Baik-baik dan tidak melakukan hal-hal aneh. VCD player saja tak ada dis<span id="dtx-highlighting-item">itu</span>. Sepertinya cowok-cowok<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>tak
pernah nyetel film deh. Sesekali Ivan dan Darwin yang punya mobil,
mengajak mereka jalan-jalan malam. Nongkrong sambil makan malam di luar,
rame-rame. Lumayan<span id="dtx-highlighting-item"> juga </span>buat
menghilangkan kebosanan Yuda ngedekem seharian di kos. Namun dua hari
setelah kepergian Mas Yudi, Yuda mulai melihat keanehan pada diri
teman-teman kosnya<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>. Yuda jadi bingung dan penilaiannya mulai berubah. Tempat kos<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>tidak
memiliki kamar mandi di dalam kamar tidur. Kamar mandi terdapat di
bagian belakang rumah, dekat dapur. Jumlahnya dua. Satu kamar mandi
kecil untuk buang hajat dan satu lagi kamar mandi yang berukuran besar,
ukurannya tiga kali tiga meter, biasanya digunakan untuk mandi.
Berkaitan dengan kamar mandi inilah keanehan yang dirasakan Yuda pada
teman-temannya<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>. Saat akan pergi ke kamar mandi, cowok-cowok<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>dengan
cuek melenggang dari dalam kamar tidurnya hanya menggenakan cawat
doang. Tubuh-tubuh atletis mereka santai saja melintas melalui ruang
tengah tempat anak-anak yang lain nonton televisi. Yuda benar-benar
kaget saat pertama kali melihat kebiasaan mereka<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>. Meskipun waktu di Makassar dulu ia sering melihat cowok hanya menggenakan cawat doang, namun<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>hanya ada di kolam renang. Kalau melihat cowok berkancut di rumah Yuda belum pernah. Dan ia merasa janggal dengan<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>. Cowok yang pertama kali dilihatnya seperti<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>adalah Darwin. Dengan santai ia melintas memamerkan tubuh kekar berototnya yang hanya d<span id="dtx-highlighting-item">itu</span>tupi celana dalam doang<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>.
Malah di samping televisi dengan menumpukan tangannya pada dinding, ia
berhenti cukup lama menayakan acara apa yang sedang ditonton. Bulu-bulu
halus ketiaknya yang lebat<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>dipamerkannya pada para pirsawan. “Ngapain Win?” tanya Yuda waktu<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>. Ia merasa risih melihat Darwin berpose santai seperti<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>. “Mau mandi Yud,” jawab Darwin cuek. “Kok,” “Santai aja. Cowok semua<span id="dtx-highlighting-item"> juga </span>kan,” jawabnya enteng. Yang laen hanya tertawa-tawa. Malah Ali nyeletuk santai, “Gede<span id="dtx-highlighting-item"> juga </span>Win,”
katanya. Setelah Darwin beres mandi dan keluar hanya dengan handuk
doang. Giliran Ivan yang dengan santai melepaskan seluruh busananya di
depan anak-anak. Diapun kemudian berjalan santai menuju kamar mandi
dengan celana dalam mungilnya. Yuda tambah bingung. Pikirnya<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>hanya kebiasaan Darwin seorang. Akhirnya satu per satu teman-temannya berbuat seperti<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>. Yuda hanya bisa melotot bingung melihat mereka. Sejak hari<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>, akhirnya Yuda mulai terbiasa dengan kebiasaan mandi penghuni kos . Malah kinipun dia<span id="dtx-highlighting-item"> juga </span>ikutan
cuek aja pake cawat doang menuju kamar mandi. Hanya yang masih belum
dapat dimaklumi oleh Yuda adalah kesukaan teman-teman barunya<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>yang lain. Ya<span id="dtx-highlighting-item">itu </span>mandi bareng-bareng di kamar mandi besar. Yuda sampai melongo di depan pintu kamar mandi besar yang tidak mereka tutup pintunya<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>saat
melihat keempat teman barunya sedang asik mandi bareng, berebut air
dibawah shower sambil tertawa-tawa dan membanding-bandingkan ukuran
kontol masing-masing. Tentu saja Ivan yang turunan Arab menjadi jawara
dalam acara<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>. Kontolnya yang masih tidur aja udah segede terong plus dihiasi jembut halus lebat keriting<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>,
dipamerkannya pada teman-temannya. “Kontol begini nih yang bisa bikin
cewek gak bisa nafas,” katanya sambil tertawa bangga. Yuda baru sadar
kalau sedang melongo melihat mereka saat tiba-tiba Stefanus, si Ambon
memanggilnya untuk bergabung bersama mereka. Serta merta ditolaknya
ajakan<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>,
segera Yuda meninggalkan mereka menuju ruang tengah pura-pura menonton
televisi. Namun fikirannya melayang pada kelakuan teman-temannya<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span><span id="dtx-highlighting-item"> juga </span>pada kontol keempat teman-temannya<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>yang punya ukuran lebih besar dari rata-rata, tak jauh berbeda dari kontolnya sendiri.<br />
<br />
Tujuh<br />
<br />
Hari<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>malam
minggu. Keempat teman barunya semuanya ngilang dari kos. Kata mereka
ngapel ke tempat cewek masing-masing. Ditinggal sendiri, Yuda kemudian
menelpon Reny ke Makassar. Dari pada belum punya cewek di Jakarta,
mendingan manfaatin yang ada aja dulu, batinnya. Bosan menelpon akhirnya
Yuda pergi tidur ke kamarnya. Hampir pukul sebelas malam, tiba-tiba ia
dibangunkan oleh Ali. Karena lupa mengunci pintu kamarnya, Ali bisa
masuk ke kamar Yuda. “Kok udah tidur sih. Malam minggu nih. Ayo ke ruang
tengah. Anak-anak bawa film bagus tuh buat di tonton,” ajak Fajar.
Ogah-ogahan Yuda mengikuti langkah Fajar. Di ruang tengah dilihatnya
teman-temannya sudah ngumpul di depan layar televisi. Yuda melotot
melihat apa yang mereka tonton. Ternyata teman-temannya<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>sedang
nonton film porno. Di layar televisi terpampang adegan seorang cewek
cantok sedang dientot oleh dua cowok berkontol besar sekaligus. Satu
melalui memek dan satu melalui lobang pantat. Di atas karpet di dekat
teman-temannya<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>berserakan
kemasan kepingan vcd porno berbagai judul dengan jumlah yang tak
sedikit. Setidaknya ada dua puluh kemasan. “Dapet vcd player dari mana
nih?” tanya Yuda bingung. “Anak-anak kan pada punya televisi dan vcd
player masing-masing di kamar Yud. Cuman kan lebih enak nonton
bareng-bareng di ruang tengah daripada nonton sendiri di kamar. Jadi
dibawa kemari deh playernya Darwin,” jawab Ivan. “Dapet film darimana?
Sampe banyak begini lagi” tanya Yuda lagi. Satu persatu judul yang
tertara pada kemasan vcd<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>dibacanya.
Ngelihat dari gambarnya kayaknya vcdnya oke-oke deh. Dan sepertinya
temanya seragam. Orgy. Dengan jumlah cowok lebih banyak daripada
ceweknya. “Gimana sih Yud. Masak cowok gak punya film ginian. Kita punya
semua. Elo ada gak?” ini Ali yang ngomong. “Mana ada. Tinggal di
Makassar semua dong. Masak gue bawa kemari,” jawab Yuda. “Kalo elo mau
nyari, entar kita ajak ke Glodok deh. Disana banyak,” sambung Darwin. Eh
ternyata Darwin pake kaca mata. “Kalo nonton ginian harus pake kaca
mata Yud. Biar jelas kelihatannya. Gue kan udah minus setengah,” jawab
Darwin menanggapi komentar Yuda karena baru mengetahui kalo cowok
ganteng yang punya tubuh kekar atletis<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>ternyata
memakai kaca mata. Tampang Darwin jadi kayak Clark Kent deh. Ganteng,
atletis, dan berkaca mata. Rambut pendeknya yang model belah samping<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>membuatnya semakin mirip dengan Clark Kent. Yuda pun kemudian ikut larut pada tontonan porno<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>. Anak satu ini emang udah punya bakat doyan nonton g<span id="dtx-highlighting-item">itu</span>an
sejak dari SLTP. Dapat tontonan bagus kayak begini tentu saja tak
dilewatkannya. Volume suara televisi yang cukup besar, memperdengarkan
erangan dan desahan aktor dan aktris porno yang sedang ngentot<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>,
tentu saja menambah cepat bangkitnya birahi penonton. Yuda saja
berulangkali membetulkan posisi duduknya. Kontolnya yang ngaceng keras
terasa mendesak di selangkangannya.<br />
<br />
Delapan<br />
<br />
Usai
film pertama, mereka langsung nyambung lagi dengan film berikutnya.
Film kedua ini bercerita tentang dua orang cewek yang dikerjai delapan
cowok di sebuah bengkel mobil. Kedua cewek<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>datang
ke bengkel dengan tujuan untuk mereparasi mobil yang mereka bawa.
Ternyata disana mereka harus melayani nafsu binal kedelapan montir
ganteng dan kekar-kekar<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>. Yuda merasa sangat terangsang melihat cewek-cewek<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>dientot rame-rame oleh kedelapan cowok<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>.
Kontolnya yang sudah mengeras sangat ingin untuk segera mengeluarkan
sperma. Biasanya sambil nonton film porno di kamarnya di Makassar, Yuda
ngocok. Tapi kali ini tentu saja tak mungkin. Untuk pura-pura ke kamar
atau kamar mandi buat ngocok tentu saja dia merasa malu. Dilihatnya
keempat teman barunya<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>santai-santai
saja melihat adegan mesum di layar televisi. Yuda memang belum pernah
mengentot dengan siapapun. Paling-paling untuk menumpahkan spermanya
dilakukannya dengan ngocok di kamarnya atau di kamar mandi. “Duh jadi
pengen ngocok nih,” tiba-tiba Stefanus nyeletuk. “Gue<span id="dtx-highlighting-item"> juga</span>,”
sambung Ivan. “Ke kamar dulu ah. Mau ngocok,” kata Stefanus.
Teman-temannya tertawa. “Ngapain di kamar sih. Disini aja. Kok mesti
malu sih. Cowok semua kan. Sama-sama punya kontol,” kata Darwin. “Iya<span id="dtx-highlighting-item"> juga </span>ya.
Ya udah deh disini aja,” Stefanus tanpa malu-malu langsung mengeluarkan
kontolnya dari balik celana pendeknya. Mata Yuda langsung melotot
melihat kontol Stefanus yang hitam dan besar seperti Pisang Ambon<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>. Dengan santai si Ambon menggenggam batang<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>kemudian mengocoknya, sambil matanya tetap menatap layar televisi. Ivan kemudian mendekati Stefanus. Duduk disebelah cowok<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>,
iapun kemudian mulai mengocok batang kontolnya sendiri. “Gak ikutan
Yud?” tanya Ali. Yuda hanya menggeleng. Ia benar-benar tak percaya
melihat teman-teman barunya yang sepertinya baik-baik<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>ternyata tak malu-malu ngocok di depan orang. Tiba-tiba Darwin mendekatinya. Tubuh kekar cowok ganteng<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>sangat
rapat pada tubuh Yuda. “Kok malu-malu sih Yud. Keluarin aja. Atau perlu
gue bantu,” katanya. Tangan Darwin langsung meremas tonjolan kontol
Yuda yang tercetak membesar di selangkangannya. Di dekatnya, dilihatnya
Ali<span id="dtx-highlighting-item"> juga </span>sudah
mulai mengocok kontolnya sendiri. Bibirnya tersenyum pada Yuda. “Ayo
Yud,” katanya kemudian. Yuda berusaha menyingkirkan tangan Darwin dari
selangkangannya. Namun cowok berotot<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>tak memperdulikan. Dengan paksa ditariknya celana pendek Yuda sehingga kontol besar milik cowok ganteng<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>menyembul
ke luar. “Win, jangan,” kata Yuda. Tangannya menepis tangan Darwin yang
mulai menggenggam kontolnya yang besar dan kemerahan<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>.
Namun Darwin tak peduli. Dengan lembut diremasnya kontol Yuda. “Jangan
menolak. Entar gue patahin nih kontol,” jawab Darwin dingin. Yuda
mengkeret<span id="dtx-highlighting-item"> juga </span>mendengar
ancaman Darwin. Meskipun tak rela, akhirnya Yuda membiarkan Darwin
memainkan kontolnya. Tangan Darwin yang menggenggam batang kontolnya
kemudian bergerak naik turun mengocok batang kontol milik cowok Makassar<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>.
“Kontol lo bagus ya Yud, besar dan merah. Merahnya kayak kontol gue
deh. Liat nih,” tangan Darwin yang satu lagi langsung mengeluarkan
kontolnya sendiri. Kontol yang besar dengan kepalanya yang mirip jamur,
besar dan merah. Batangnya gemuk dan berurat. Yuda terperangah
melihatnya. Ia sudah pernah melihat kontol Darwin saat masih tidur,
rupanya kalau sudah bangun kontol Darwin benar-benar dahsyat bentuknya.
Yuda kemudian melirik ke arah Ivan dan Stefanus. Mata Yuda terbelalak
melihat apa yang dilakukan oleh kedua cowok ganteng<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>.
Didepan matanya dilihatnya Stefanus sedang asik menjilat-jilat kepala
kontol Ivan yang besar. Sementara Ivan merem melek sambil terus mengocok
kontol Stefanus. Ivan tak menyangka Stefanus mau melakukan<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>pada Ivan. “Kenapa Yud? Mau dig<span id="dtx-highlighting-item">itu</span>in<span id="dtx-highlighting-item"> juga</span>?”
tanya Darwin. Yuda menggeleng lemah. “Enak kok. Coba aja. Ali sini lo.
Jilat nih pala kontol Yuda,” perintah Darwin pada Ali. Si ganteng Ali
kemudian mendekati Yuda. Dengan tersenyum dipandanginya wajah Yuda.
Sesaat kemudian kepalanya sudah menyusup ke selangkangan Yuda. Lidahnya
tanpa permisi segera menjilati celah lobang kencing Yuda yang sudah
basah oleh precum. “Ohh..,” desah Yuda tanpa sadar. Kepala kontolnya
terasa hangat dan basah oleh lidah Ali. “Enak kan Yud?” bisik Darwin di
telinganya. Kurang ajarnya lagi, Darwin menggelitik daun telinga Yuda
dengan ujung lidahnya. Kontan saja cowok yang baru lulus SMU<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>menggelinjang. Yuda pengen melawan, dan melepaskan dirinya dari kedua cowok<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>. Namun saat ini ia benar-benar terangsang hebat. Tak pernah ia merasakan lidahnya dijilati seperti<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>sebelumnya.
Ditambah lagi dengan kocokan tangan Darwin pada batang kontolnya dan
jilatan-jilatan Darwin pada telinganya. Tubuhnya menggeliat. Bulu
kuduknya dirasakannya berdiri. Ia tak sanggup menahan gairahnya yang
bangkit menggelora. Gairahnya mengalahkan akal sehatnya. Selama ini ia
tak pernah merasa memiliki penyimpangan dalam orientasi seksual. Yuda
tak pernah merasa terangsang secara seksual pada laki-laki. Saat melihat
cowok-cowok<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>hanya bercelana dalam saja ke kamar mandi ia tak merasa tertarik. Saat melihat cowok-cowqok<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>mandi bareng telanjang bulat ia merasa jengah. Namun ternyata saat ini, ia terangsang hebat oleh perlakuan kedua cowok<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>padanya.
Kontolnya mengeras dan berdenyut-denyut dalam genggaman Darwin dan
jilatan lidah Ali. Diantara rangsangan yang dialaminya, Yuda merasa
bingung dengan apa yang terjadi pada dirinya saat ini. Kedua cowok<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>terus mengerjai Yuda. Sementara<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>Ivan
dan Stefanus malah semakin meningkatkan aktifitas mereka. Keduanya
sudah telanjang bulat dan saling menjilat kontol temannya. Mereka
melakukan 69 diatas karpet. Suara kecipak dari mulut mereka terdengar
keras. Keduanya rupanya sedang asik melakukan seruputan batang kontol.
Diselengkangannya, Ali semakin agresif memuluti batang kontol Yuda.
Batang kontol Yuda asik dikulum dan dihisapnya. Darwin tak lagi
melakukan kocokan pada kontolnya. Tangan cowok<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>bergerilya
meremas pahanya, sambil mulutnya asik menetek di dada Yuda yang sudah
telanjang. Kaos yang dipakai oleh Yuda tadi sudah dilepaskan Darwin. Dan
Yuda rela saja ditelanjangi oleh cowok ganteng<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>.
Kelakuan Ali semakin binal. Paha Yuda kini dikuaknya lebar-lebar. Mulut
dan lidahnya menyerbu buah pelir Yuda. Dan yang lebih nakal lagi
sesekali lidahnya menjilat dan menyedot celah pantat Yuda. Cowok
Makassar<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>benar-benar keenakan. Ia belum pernah ngentot dengan siapapun. Diperlakukan Ali seperti<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>tentu saja membuatnya tergila-gila. Apa yang dilakukan Ali padanya tak dihiraukannya lagi. Termasuk saat cowok asal Magelang<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>mulai
menyodok-nyodok celah lobang pantatnya dengan jari. Saat Ali
berkonsentrasi di daerah celah pantat dan buah pelir Yuda, Darwin
menggantikan posisi Ali memuluti batang kontol Yuda. Cowok ganteng yang
sangat jantan<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>dengan
lahap menghisap batang kontol Yuda. Tanpa ragu atau merasa jengah
melakukannya pada makhluk yang sama-sama sejenis dengannya. Darwin
sangat menikmati kontol Yuda yang besar dalam mulutnya. Saking seriusnya
memuluti batang Yuda tak diperdulikannya lagi ludahnya yang sudah
membanjir, meleleh dari batang besar<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>.<br />
<br />
Sembilan<br />
<br />
“Van,
entot gua dong,” tiba-tiba terdengar Stefanus ngomong dalam desahannya.
Seperti tadi, Yuda kembali kaget. Tak disangkanya pergumulan para cowok
ganteng dan jantan ini akan sampai ke sana<span id="dtx-highlighting-item"> juga</span>.
Dikiranya tadi para cowok ini hanya sekadar saling membantu
mengeluarkan sperma dengan melakukan kocokan kontol atau melumat kontol
temannya. Rupanya tak hanya<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>.
rupanya tempat kos para homo. Tempat para cowok bermain cinta dengan
sejenisnya. Pantas saja dalam selebaran pengumuman kos mereka terdapat
kata-kata dijamin bebas dari narkoba en pergaulan bebas
mahasiswa-mahasiswi. Rupanya mereka melakukan pergaulan bebas tidak
dengan mahasiswi disini. Tapi dengan sesama mahasiswa. Cowok bercinta
dengan cowok. Tak perlu cewek disini. Lalu mengapa tadi mereka mengaku
ngapel ke tempat ceweknya pada Yuda tadi? Apakah<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>hanya
sekadar kebohongan semata? Yuda tak tahu jawabnya. Yang pasti saat ini
Yuda sedang menungging pasrah di lantai dengan bertumpu pada kedua
tangan dan kakinya. Dibelakangnya Ali sibuk menjilati lobang pantatnya.
Sementara dibawahnya Darwin terus menyelomoti batang kontolnya. Tepat
dibawah muka Yuda, paha mulus dan berotot milik Darwin mengangkang
lebar. Kontol besarnya berdiri tegak bergoyang-goyang. Berkali-kali Yuda
melirik batang besar segeda timun<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>. Ia merasa tergoda untuk merasakan batang<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>dalam
mulutnya. Namun perasaan jengahnya masih ada. Ia masih merasa aneh bila
kontol milik cowok lain masuk ke dalam mulutnya. Akhirnya dibiarkannya
saja kontol<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>tetap
mengacung tegak disana. Diantara merem meleknya ia masih sempat
memandangi Ivan dan Stefanus yang kini sedang asik bersenggama melalui
anus. Duduk diatas pangkuan Ivan yang<span id="dtx-highlighting-item"> juga </span>duduk
di sofa, dengan penuh semangat Stefanus menggoyangkan pantatnya naik
turun dengan cepat dan keras. Mengeluar masukkan kontol Ivan yang
sebesar terong dalam lobang pantatnya yang penuh bulu<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>. Yuda benar-benar tak percaya, kontol Ivan yang sebesar terong<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>bisa
masuk seluruhnya dalam celah lobang pantat Stefanus yang sempit. Dalam
pandangan Yuda, sepertinya Stefanus sangat menikmati entotan kontol Ivan
dalam lobang pantatnya<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>. Erangan-erangannya menunjukkan ia sangat keenakan saat Ivan yang memeluk pinggangnya dengan erat<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>menggoyang-goyangkan pantatnya membalas goyangan Stefanus. Selangkangan Stefanus yang meski hitam namun mulus<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>terlihat sangat kontras dengan batang kontol dan selangkangan Ivan, si Arab, yang putih mulus berbulu lebat<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>. Racauan Stefanus dan Ivan diantara erangan mereka, menjawab pertanyaan Yuda tentang cowok-cowok<span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>.
“Gimanah Vanhh. Enakhh.. sshhh…,” kata Stefanus. “Ouhh… enak banget.
Ahhh… ahhhh..,” “Enak mana sama memek Fanny, cewek elo? Ohhh…,” “Enak
ini dong… ahhh… lebih sempit. Lebih njepit…shhh… lebih keras
cengkeramannyahhh.. ouhhhh… ada kontol ama pelernya lagihhh… ihhh… gue
kocok nih kontol elohhh… ohhh..,” racau Ivan. Ternyata mereka ini bukan
homo tulen rupanya. Penghuni ini rupanya rombongan cowok biseks, yang
bisa menikmati memek cewek tapi lebih doyan silit cowok yang memang
lebih menjepit dan memiliki kemampuan mencengkeram.hari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.com13tag:blogger.com,1999:blog-8604309521412289906.post-61785114310470053282013-04-11T07:41:00.002-07:002013-04-11T07:41:42.972-07:00Paman Tukang SayurOrangnya gede besar, item, potongan rambutnya mirip Tukul tapi
mukanya lebih baguslah dari Tukul hehehe. Gagah sekali saat dia
menunggangi motor RX King-nya itu. Dari kejauhan sudah terdengar keras
suara motornya yang dipacunya dengan jantan dengan suara klakson yang
menjerit-jerit. Ugh, walau agak urak-urakan dan -ehm- dekil, aku suka
cowok seperti ini ketimbang cowok manis, perlente, rapi dan girly.<br />
Hampir tiap hari aku melihatnya melewati komplek kami ini dan tidak
jarang pula aku sering ‘ketemu’ muka dengan dia. Dan sering kali pula
dia mengangguk hormat dan tersenyum kecil kepadaku dan aku membalasnya
serupa. Namun, tak pernah sekalipun aku berniat membeli sesuatu dari
keranjang sayurnya itu. Palingan aku penasaran ama ‘terong berbulu’
dalam celananya itu. Ugh, aku hanya bisa curi-curi pandang ke arah
selangkangannya.<br />
Hari itu, aku iseng nongkrong di bengkel motor temanku. Biasalah aku
asyik denger cerita tentang pengalaman seksnya tadi malam baik ama
bininya maupun ama PSK idolanya itu. Aku tertawa-tawa mendengar
celotehnya, vulgar dan tentu saja tanpa sensor. Detil sekali dia
bercerita. Maklumlah, isi celananya aja sudah pernah aku rasakan walau
harus merogoh kocek tapi ga terlalu dalam kok. Orangnya sih kecil-kecil
aja tapi ‘anu’nya, ehm, luar biasa ukurannya. Namanya juga orang Madura,
percaya atau tidak, beberapa cowok dari etnis ini yang kukenal memiliki
senjata yang luar biasa.<br />
Selang beberpa menit, muncul si tukang sayur menuntun RX King-nya
itu. Wah, bergetar jiwaku melihatnya. Baru kali ini aku bakal melihatnya
dekat. Oh, jantan dan gagah sekali lelaki itu. Dia melihatku dan
nampaknya dia mengenalku. Dilemparnya senyum kecil yang kubalas dengan
ramah. Sayangnya, dia cuman sebentar saja berada di bengkel itu.
Motornya yang bocor itu ditinggalkannya.<br />
“Itu yang tukang sayur itu toh?” tanyaku sama si Madura.<br />
“Ya, namanya Supri”<br />
Oh, baru aku tahu namanya. <br />
“Gagah jantan….” ucapku vulgar di depan si Madura. Dia terkekeh sambil membuka ban motor itu.<br />
“Kamu mau ama dia ya?”. Akh, ga perlu aku jawab-pun dia sudah tahu isi otakku.<br />
“Nanti aku bilang ama dia” kata si Madura, “aku akrab kok ama dia tapi aku ga tahu apa dia mau apa ga ya…”<br />
“Ehm…..”<br />
“Tenang aja, “janjinya, “Nanti aku urus. Aku tahu kok dia itu sering
kekurangan duit soalnya duit dia itu habis-habisan buat judi ama main
cewek hehehe…”<br />
“Ya udah…” ujarku, “aku pulang dulu. Tolong nanti ngomong ama dia ya.. Kasih aja nomor aku”<br />
“Sep.. “tukasnya, “tapi ada persenan kan buat aku?”<br />
“Ya.. Tenang aja klo masalah itu”<br />
Besok harinya, aku mendapat SMS dari nomor baru. Kubaca isinya dan
membuatku berdebar. SMS itu dari Supri, tukang sayur jantan itu. Isinya
sih dia mau aja aku kerjain asalkan cocok dengan pembayarannya. Ehm, aku
segera membalas SMS itu dan isinya menyanggupi permintaannya. Tak lupa
pula, aku menanyakan ‘waktu pelaksanaan’nya. Hihihi.. Sayangnya, SMS-ku
itu tidak dibalasnya lagi. Aku berusaha menelponnya tapi tidak dia
angkat. Huh, membuatku sedikit kesal seakan dipermainkan.<br />
Malam harinya, aku mendapat SMS lagi dari Supri. Isinya tambah
membuatku berdebar. Dia ada waktu buatku malam ini. Aku-pun
‘mengundangnya’ ke rumahku. Setelah itu, aku mempersiapkan koleksi
bokepku. Sengaja kupilih yang hot hot biar dia lekas horny.<br />
Jantungku berdetak kencang, suara motornya membahana memasuki
pekarangan rumahku. Dan, kudengar ketukan di pintu rumahku. Segera aku
bukakan untuknya. Oh, Supri berdiri di depanku dengan gayanya yang
seperti biasa, selenge’an, jantan, gagah dan apa adanya. Membuatku ga
sabar rasanya menelanjanginya. Kupersilakan dia masuk dan cepat-cepat
aku tutup pintu. <br />
“Mau nonton dulu?” tawarku sambil memperlihatkan beberapa bokep di hadapannya.<br />
“boleh…”<br />
Setengah jam, aku belum berani macam-macam. Dia lebih banyak diam.
Tapi, dia pasti tahu aku jelalatan memperhatikannya yang sedang
berbaring terlentang di depan TV.<br />
“sekarang?” tanyanya.<br />
“Ugh…. Ehm…” aku gelagapan menjawabnya sambil memperhatikannya yang
sedang mengusap-usap selangkangannya itu. Duh, aku ga sabar rasanya.<br />
Kudekati dia dan kuusap selangkangannya. Dia diam saja sambil terus
memperhatikan TV. Aku Segera aku gantikan tangannya dengan tanganku yang
kemudian mengusap-usap selangkangannya itu. Jelas aku gemas sekali.
Kuremas-remas pelan selangkangan yang masih di bungkus celana kain itu.
Bisa kurasakan kemaluannya lagi tegang.<br />
“ehm.. Bisa ga lampunya dimatiin?” pintanya saat jariku mulai menarik risluting celananya.<br />
Aku bangkit dan menekan tombol off pada stop kontak. Seketika ruangan
itu gelap. Hanya cahaya raemang-remang dari TV yag sedang menayangkan
bokep dari DVD playerku. Aku mendekatinya. Dan ternyata dia sudah
mempelorot celananya hingga sepaha. Nampak olehku CD murahan bewarna
coklat muda masih melekat di pangkal pahanya.<br />
“wah, udah nantang nih” celutukku.<br />
Aku pelorot lagi celananya hingga terlepas dari kedua kakinya. Kini
perhatianku kian besar terhadap gundukan di dalam CDnya itu. Kuremas
gemas gundukan itu, ugh, lumayan juga punya dia. Aku berbaring di
sampingnya. Lalu kususpkan tangan kananku ke balik CD nya dengan gugup.
Supri diam saja bahkan cuek saat tanganku merogoh di dalam sana.<br />
Oh.. Kutemukan bulu-bulu keriting yang lebat di pangkalnya. Tanganku
bergerilya meremas batangnya. Ugh, ga terlalu panjang tapi besar juga.
Dan, kusingkap CD itu. Mencuatlah rudal kebanggaan Supri. Terkungkung
dalam genggaman tanganku. Kuperhatikan rudalnya item, agak berurat-urat.
Jantan sekali rudalnya. Hangat dan hampir mengeras penuh.<br />
“Wah… Pasti cewek-cewek teriak keenakan ditusuk ama ini” pujiku. Dia
tertawa kecil. Dan tiba-tiba dia menggelinjang ketika jariku menyentuh
telor puyuh di bawah sana. <br />
“Telornya gede mas. Pasti isinya banyak”<br />
Aku bangkit. Tak sabar lagi aku mulai menjilati biji pelernya itu.
Aroma kejantanannya menusuk hidungku namun justru aku tambah semangat.
Kujilati telor item berbulu itu dengan rakus. Supri
menggelinjang-gelinjang dan napasnya ngos-ngosan. Tak kubuang kesempatan
itu. Kusedot-sedot bergantian kedua bola rudal yang gede item itu.
Supri menyentak-nyentak kecil kakinya. Nampaknya dia sangat terangsang
saat telornya aku permainkan. Kepala rudalnya itu basah dengan cairan
precum.<br />
Puas membasahi bola-bola itu, lidahku bergerak ke atas. Ujung lidahku
menelusuri urat-urat yang banyak melingkar di batang rudal itu.
Lagi-lagi, Supri menggeliat sambil mendesah. Sejenak aku menghentikan
aksiku.<br />
“Enak ya??”<br />
Supri tersenyum, nampak malu-malu. Ugh, dibalik sikap selenge’en dan gagah itu dia bisa malu juga hehehe.<br />
“Pasti belum pernah ya seperti ini?”<br />
“iya”<br />
“katanya sering main cewek???”<br />
“Kan langsung tancap gas….”<br />
“Ama bini di rumah gimana?” korekku, “masa ga pernah sekalipun dijilatin??”<br />
“Ga mau dianya….”<br />
Aku kembali fokus pada rudal yang keras itu.<br />
<br />
Kepala rudal Supri nampak membesar dan mengkilat membuatku
menjulurkan lidahku. Kusapu lembut ujungnya dengan lidahku yang hangat
itu. Kugelitiki lubang kecil yang ada di atasnya. Oh, dia menggelinjang
lagi. Kurasakan lidahku menyentuh cairan bening yang keluar dari lubang
itu. Bukannya jijik tapi aku malah tambah semangat menjilati cairan
precumnya itu.<br />
“Mas, basah banget nih mas”<br />
Supri tidak banyak bicara dan akupun tanpa banyak bicara, aku buka
mulutku. Bibirkupun menyentuh kepala rudal yang seakan membiru mengkilat
itu. Perlahan batang itu masuk ke dalam mulutku. Sedikit demi sedikit
hingga akhirnya bibirku bertemu dengan hutan lebat yang menutupi
pangkalnya. Ya, punya dia ga lebih dari 13cm tapi diameternya lumayan
membuatku kesulitan. Kutarik lagi kepalaku hingga bibirku melepas
sebagian batang kejantanan Supri hingga kepalanya. Kemudian aku dorong
lagi kepalaku ke depan berulang-ulang. Kusentakan kepalaku mendadak
hingga rudalnya itu melesak cepat dalam mulutku. Supri melenguh pelan..<br />
Kusedot-sedot dengan penuh nafsu rudal Supri. Lidahku bergerak-gerak
menggelitik di dalam sana. Membuat Supri tampak blingsatan. Berkali-kali
tubuhnya bergetar hebat. Berkali-kali pantatnya terangkat-angkat.
Seolah-olah menyambut mulutku yang dengan ganas mengulum rudalnya.<br />
“Akhh…. ku.. mau… keluar”<br />
Aku kian bersemangat saja. Kupercepat gerakan mulutku pada rudalnya,
sementara itu tangan kananku memegang pangkal rudalnya. Sedangkan tangan
kiriku meremas-remas kedua telornya yang besar itu…<br />
“Akhhh…….”<br />
Supri mendesah agak keras dan tubuhnya menggelijang-gelinjang liar
serta bergetar hebat mana kala rudalnya menyemprotkan mani hangat dalam
mulutku.<br />
Crot… crottt.. crott…<br />
Kubenamkan rudalnya itu ke dalam mulutku dalam-dalam saat rudal itu
menembakkan ‘racun maut’nya. Cairan itu membanjiri mulutku. Ada yang
tertelan, ada yang meleleh keluar, namun lebih banyak yang tertampung di
mulutku. Aku sedot-sedot lagi dengan nafsu. Supri nampak
terengah-engah.<br />
“duh…. Enak banget…..” celutuknya.<br />
Aku tertawa tertahan karena mulutku masih mengulum rudal itu. Aneh
sekali, rudalnya masih tegak berdiri walau sehabis memuntahkan
amunisinya. Saat kulepas rudal itu dari mulutku, aku melihatnya masih
keras. Setelah kubersihan rudal itu dengan tisu, cepat-cepat aku ke
kamar mandi dan memuntahkan sebagian spermanya dari mulutku. Setelah
berkumur-kumur sebentar kembali aku mendekatinya yang masih terbaring
terlentang dengan ,ya ampun, rudal yang masih keras.<br />
“Wah mas, hebat betul terongmu” celutukku, “Udah nembak masih keras nih”<br />
Supri tertawa. Dengan gemas aku remas lagi batang itu.<br />
“Kok cepat banget sih mas keluarnya??”<br />
“Kuluman kamu enak banget”<br />
“Tapi, terongmu ini masih keras. Aku jadi pengen lagi”<br />
Tanpa menunggu reaksinya terong berbulu itu aku jilati lagi dan lagi aku permainkan dalam mulutku.<br />
“Biasanya klo yang kedua ini pasti lama” celutuknya<br />
“Oh ya??”<br />
Ugh, bikin cape aja ntar, pikirku. Tapi, aku masih ingin menikmati
rudal Supri yang asyik ini. Sisa-sisa sperma masih terasa di batangnya
apalagi di bagian lubangnya itu. Benar-benar rudal yang joss. Keras dan
tegang di dalam mulutku. Kulumat-lumat gemas sampe ke pangkalnya yang
berbulu lebat. Ehm, seiring itu kurasakan denyut-denyut di lubangku
menginginkan dimasuki rudal itu.<br />
“Mas, mau ga ngentotin pantatku?”<br />
Supri nampak kaget. Mungkin dia tidak mengira aku akan memintanya seperti itu.<br />
“aku belum pernah mas” katanya.<br />
“Coba aja mas. Siapa tahu suka” rayuku sambil meremas-remas rudal hangat yang masih keras itu.<br />
Supri tidak menjawab tapi dia tersenyum penuh arti. Aku bangkit dan kemudian kembali dengan membawa sebotol pelicin.<br />
“Maukan mas? Aku pengen merasakan rudal mas di dalam sini” rengekku.<br />
Supri mengangguk membuatku merasa sangat kegirangan. Kutanggalkan
celana pendekku dan hanya mengenakan celana dalam saja. Sementara itu,
aku memintanya untuk melepas baju yang masih dikenakannya. Duh, aku
makin bergairah. Badannya yang bagus berotot alami itu membuatku kian
tidak sabar.<br />
Kuraih batang rudal Supri. Ehm, aku kulum lagi sesaat sebelum aku
olesin dengan pelicin itu. Supri mendesis menikmati kulumanku. Lalu,
tangan kananku dengan lincah melumurin rudalnya dengan pelicin dan
dengan nakalnya aku kocok-kocok pelan membuat Supri kembali mendesis.<br />
“Entot aku mas” pintaku seraya membelakanginya. Aku mengambil posisi
menungging dengan bertumpuan pada kedua lutut dan kedua tanganku.
Kupelorot bagian belakang celana dalamku lalu Supri mengambil posisi di
belakangku dengan bertumpuan pada kedua kakinya. Kutuntun rudalnya ke
bibir lubang anusku yang sudah aku lumuri pula dengan pelicin itu.<br />
“Dorong pelan-pelan mas….” desahku. Hatiku gak dag dig dug saat merasakan kepala rudalnya menempel tepat di bibir boolku.<br />
Kurasakan ada sesuatu yang berusaha memasuki lubangku. Aku melenguh
dan merem melek. Supri memang belum pernah memasuki lubang sempit itu.
Agak kesulitan baginya memasukkan rudalnya itu karena dia memang
sepertinya belum terbiasa. Namun, sebuah hentakan pantatnya membuat
kepala rudal itu melesak masuk.<br />
“Mas… Akh… Pelan-pelan….”<br />
Aku mengerang pelan. Supri nampak belum mengerti bahwa lubangku beda
dengan lubang wanita. Dia nampak sangat bernafsu sekali memasukkan
rudalnya. Semakin kesulitan, dia nampak semakin bersemangat .<br />
“Masss…..”<br />
Aku mengerang saat rudal Supri tiba-tiba melesak sedemikian dalamnya. Kurasakan barang rudal itu hampir semuanya masuk.<br />
“Ugh…” Supri melenguh jantan sambil terus mendorong rudalnya ke dalam pantatku. Oh, kurasakan bulu-bulunya menempel di pantatku.<br />
“Mas… Jangan ditarik dulu… Biarin terbenam dulu… “ rintihku. Namun,
Supri nampak tidak sabar. Agak canggung dia menarik pantatnya mundur
hingga rudal itu sedikit demi sedikit keluar dari lubangku. Namun, baru
separo kembali dia benamkan. Aku melenguh-lenguh. Kenikmatan mulai
menjalar dalam diriku. Gerakan rudal Supri mulai lancar dan bertambah
cepat tanpa irama. Sepertinya dia sudah mulai terbiasa dengan lubangku
yang memang jarang dimasukin rudal itu.<br />
“Akhhhh……..”<br />
Tiba-tiba Supri mendesah, gerakannya semakin cepat dan
menghentak-hentak membuat aku yang dalam posisi nungging itu
terdorong-dorong ke depan. Untungnya bongkah pantatku dipegangnya erat
hingga akju tidak sampai jatuh ke depan.<br />
“Mas…. “ desahku merasakan hentakan rudal Supri.<br />
“Akh…. Akh…..”<br />
Blesss….. Tiba-tiba paman sayur langganan ibu-ibu komplek itu memekik
sambil membenamkan rudalnya dalam-dalam ke lubang pantatku. Kurasakan
denyutan keras di dalam sana. Lalu ada sesuatu yang hangat
membanjirinya. Napas Supri terengah-engah dan memburu seusai memuntahkan
spermanya di dalam pantatku.<br />
“Katanya lama mas???” sindirku, “buktinya cepat kok keluarnya”<br />
“Duh, enak banget lubang pantat ya… Keset dan mencengkram”<br />
Aku terkekeh senang. Kurasakan rudal Supri mulai mengecil di dalam
sana. Kugerak-gerakan pinggulku membuat rudal Supri bergerak-gerak dalam
sana. Supri memegang pantatku dengan gemas lalu ditariknya rudal
belepotan cairan itu.<br />
Aku bergegas berbalik menghadapnya. Laki-laki itu menyulut rokoknya
dan kemudian berbaring terlentang dengan rudal terkulai lemas dan
mengecil. Aku gemas melihat rudal berbulu lebat itu. Aku remas lagi.
Supri hanya diam saja sambil menoton TV.<br />
Setelah kembali mengenakan pakaian, aku memberikan dia sejumlah uang
yang sudah aku janjikan sebelumnya. Dia namapk senang menerimanya. Saat
aku berseloroh klo aku kepengen merasakan rudalnya lagi kapan-kapan dia
tertawa kecil dan katanya asal harganya cocok.<br />
Ugh, sampai kini aku telah ‘merasakan’ rudalnya beberapa kali. Kadang
dia yang minta, kadang aku yang lagi kepengen. Tapi, aku musti selalu
sediakan uang setiap ‘kencan’ dengannya. Bahkan pernah suatu hari saat
dia berkeliling komplek dengan motor jantannya itu, dia sempatkan diri
menikmatin oralanku dan tentu saja dia lagi perlu duit, Huh.. Duit duit…<br />
<br />
TAMAT <br />
hari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8604309521412289906.post-46180106895360200402013-04-01T00:56:00.002-07:002013-04-03T02:40:30.831-07:00Kereta Terakhir<div class="postbody">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikIcHzFj0il7mXaI8oV96wdEXdIMymm_NoLn6mo_L0W8yyZxg6zNjqyqmA7lT33iU7pRZxhEOQptiXhyphenhyphen3jP2nDgEYK6_JXziQSwIX2IdYtz6UzlYaP7egXDC6f2DEDnf9IAzWfOWaoJjH3/s1600/kereta.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikIcHzFj0il7mXaI8oV96wdEXdIMymm_NoLn6mo_L0W8yyZxg6zNjqyqmA7lT33iU7pRZxhEOQptiXhyphenhyphen3jP2nDgEYK6_JXziQSwIX2IdYtz6UzlYaP7egXDC6f2DEDnf9IAzWfOWaoJjH3/s1600/kereta.jpg" /></a></div>
Kereta terakhir - Jumat malam, pertama
kalinya aku bertemu dengannya, di commuter line rute Jakarta-Bogor. Saat
itu baru pertama kalinya aku mencoba naik kereta dari Jakarta menuju
Bogor. Kereta lengang, di deretan tempat dudukku hanya ada aku saja dan
seorang ibu tua di depan deretan tempat dudukku. Aku duduk di dekat
pintu, dan di stasiun pasar minggu dia masuk lalu bertanya ramah<span id="dtx-highlighting-item"> pada</span>ku,”Tempat duduk sebelah kosong?”. Sekilas kulihat ke arahnya, dan hanya kubalas dengan anggukan kepala.<br />
Jepang.
Ya dia orang jepang. Mungkin agak susah membedakan orang china, korea,
atau jepang. Tapi aku yakin betul, dia orang jepang. Walaupun lafal
bahasa indonesianya sangatlah fasih terdengar. Dan mataku tidak bisa
berbohong, dia rupawan. Dengan alis tebal, bibir merah, hidung mancung,
dan tubuh ramping modalnya untuk memikat para wanita bahkan pria-pria
penyuka pria sudah sangat mencukupi. Tapi aku tidak mau ambil pusing
waktu itu. Tujuan utamaku sekarang adalah Bogor.<br />
Selama beberapa
menit kita terdiam. Dia hanya duduk di sebelahku dengan sesekali
bermain-main dengan telepon genggamnya. Sedangkan aku, aku sibuk membaca
arahan dari temanku tentang stasiun-stasiun yang akan dilalui dalam
perjalanan menuju bogor, yang dituliskannya di secarik kertas.<br />
“Pertama kali naik kereta?”, tanyanya sambil tersenyum kecil.<br />
“Ngga..”,
jawabku singkat. Ini memang bukan pertama kalinya aku naik kereta. Aku
pernah naik kereta kelinci di pasar malam setiap rabu malam sewaktu aku
kecil. Jadi ini merupakan suatu pembenaran bahwa ini bukan pertama
kalinya aku naik kereta.<br />
“That..?”, tanyanya sembari menunjuk ke arah secarik kertas yang aku pegang sedari tadi.<br />
“Oh… it’s nothing. Just some guidline”, jawabku.<br />
“Aahh, I see… Are you working?”, lanjutnya bertanya.<br />
“Me?
Ehmm.. yeah.”, jawabku malas. It’s awkward. I mean it feels awkward.
This is the moment that I actually really dislikes when meeting with new
person. Conversation. I hate doin it with stranger. Just feel uncomfy
about it.<br />
“Well I’m on JB**. And you?”, lanjutnya.<br />
“Bank of
In*******…”, jawabku seketika. Aku orang yang tidak bisa berbohong atau
menutupi kepura-puraan dengan baik. Sehingga saat ditanya, aku lebih
memilih untuk menjawab jujur dari<span id="dtx-highlighting-item"> pada </span>harus capek-capek mencari muka.<br />
“Ooh, B*. Kita punya counterpart di sana”, balasnya.<br />
“Aaa..”,
jawabku mengiyakan. Aku memang pernah melihat pintu suatu ruangan
berlogo JB** saat rapat di gedung sebelah tempatku bekerja. Mungkin yang
dia maksudkan itu.<br />
“Pulang ke rumah?”, lanjutnya bertanya.<br />
What’s
this. Kenapa dia tidak capek bertanya. Lagipula jawaban yang aku
berikan sangat singkat yang menandakan aku sedang malas untuk sekadar
mengobrol atau mengobrol dengannya.<br />
“I live in Jakarta”, jawabku ketus tanpa menoleh ke arahnya.<br />
“Aku
di Bogor...”, jawabnya singkat dengan nada mengambang yang menandakan
bahwa dia paham lawan bicaranya sedang tidak dalam kondisi baik untuk
diajak bicara.<br />
<br />
**************************************************************************<br />
<br />
Stasiun Citayam. Kita masih sama-sama hening dalam diam.<br />
Aku
gelisah, kenapa waktu terasa berjalan begitu lama. Sekilas kulihat
kertas yang kupegang, tinggal beberapa stasiun lagi menuju bogor.
Kuperhatikan dia merogoh-rogoh tas nya dan mengeluarkan sebatang coklat
yang aku tau betul coklat itu tidak dijual di Indonesia. Perlahan dia
buka bungkusnya, dan dia sodorkan ke<span id="dtx-highlighting-item">pada</span>ku.
Aku sempat heran dengan apa yang dia lakukan. Dengan perlakuan yang
baru saja aku berikan, seharusnya dia sudah tidak berkewajiban untuk
bersikap manis lagi di depanku.<br />
“Katanya coklat bisa menenangkan hati dan pikiran kalut”, ujarnya sambil tersenyum.<br />
Aku
bingung. Di satu sisi aku belum sempat makan malam sedari tadi. Di sisi
lain, pikiran kalut? Apa yang dimaksudkannya? Kenapa dia repot-repot
menerka-nerka.<br />
“Just keep it”, balasku<span id="dtx-highlighting-item"> pada</span>nya.<br />
“But you seem like you need it”, lanjutnya memaksa.<br />
“Sir, I don’t know you. So just don’t try to be nice to me”, jawabku. OK, aku tau sekarang aku sudah<span id="dtx-highlighting-item"> mulai </span>keterlaluan dengan melarang seseorang memberikan perlakuan yang menyenangkan ke<span id="dtx-highlighting-item">pada</span>ku. Seharusnya aku senang. But meeen, you know lah, di jaman kayak gini gitu… orang yang baik pasti ada maunya.<br />
Dia
masukkan kembali coklat itu ke dalam tas nya. Dan lagi-lagi dia hanya
tersenyum. Kali ini senyumnya sedikit pahit. Seperti ada sesuatu yang
dia sembunyikan di balik senyum itu.<br />
Dan kami pun kembali dalam
diam. Aku sedikit merasa bersalah dengan apa yang aku lakukan tadi.
Tidak seharusnya aku bersikap tidak menyenangkan ke<span id="dtx-highlighting-item">pada </span>orang yang berusaha untuk ramah ke<span id="dtx-highlighting-item">pada </span>orang yang baru dikenalnya. Guilty! I am selfish.<br />
“Well,
I’m … sorry”, ujarku singkat. Akhirnya kata itu keluar juga dari
mulutku. Kata yang sangat jarang aku ucapkan bahkan untuk mengatakan
‘terima kasih’.<br />
“I am gay. And I just broke up with my boyfriend”, balasnya cepat.<br />
Aku
tersontak. Apa yang baru saja dia katakan sungguh tidak bisa masuk
akal. How can he say that? I’m not even his friend and why he tell me
such a confidential matter. Oh God, now I feel like a shit.<br />
Diam.
Sejenak di antara kami hanya ada diam. Aku mencoba beripikir kata apa
yang seharusnya aku ucapkan. Tapi di saat-saat seperti ini kadang
pikiran tidak seharusnya dijalankan. Akhirnya aku memilih untuk sedikit
bijak…<br />
“Hati itu kayak batang singkong. Kadang perlu dipatahkan, biar bisa hidup dan tumbuh lagi kemudian hari”, jawabku.<br />
Dia
terperangah seketika. Mungkin terkesima dengan apa yang baru saja aku
katakan. Matanya sedikit berkaca-kaca melihatku. Tapi kemudian dia
menoleh ke arah lain. Aku tidak bisa untuk tidak menatapnya. Paras
rupawan dihiasi kesedihan. Di sudut matanya kulihat sedikit linangan air
mata. Disekanya dengan ujung jari sambil menghela nafas panjang.
Terlihat jelas beban yang dia tanggung.<br />
“Di stasiun tadi, terakhir kali dia mengantarku...”, balasnya kemudian, masih menatap jauh ke luar.<br />
“Dan di stasiun tadi kamu putuskan untuk masuk, dan melangkah meninggalkannya”, jawabku. Mencoba menenangkannya.<br />
Senyum pahit kembali terlihat di wajahnya. Senyum yang penuh dengan kepedihan.<br />
<br />
**************************************************************************<br />
<br />
Stasiun Bojonggede. Beberapa orang<span id="dtx-highlighting-item"> mulai </span>keluar dari gerbong yang kami tumpangi. Dia terdiam. Namun raut mukanya<span id="dtx-highlighting-item"> mulai </span>lebih tenang. Tapi dia tetap saja menghela napas panjang.<br />
“Coklat.. Kita bagi dua dan kita makan sama-sama. Well, if you still wanna share it”, seruku tiba-tiba memecah lamunannya.<br />
Lagi-lagi dia tersenyum. Dia keluarkan lagi coklat tadi dari tasnya. Dan kami memakannya sama-sama.<br />
“Does it work?”, tanyanya tiba-tiba.<br />
“What?”, balasku bertanya.<br />
“The
chocolate, does it calm you after you eat it. Could it calm you after
you lose the game?”, lanjutnya dengan melihat coklat yang dipegangnya.<br />
Semua
orang pernah jatuh cinta dan pernah patah hati. Aku pribadi memang
termasuk jarang jatuh cinta dan jarang juga patah hati. Namun cinta
bukan sesuatu yang layak untuk dimainkan. Atau lebih tepatnya terlalu
kejam jika kita hanya berniat bermain-main dengan hati seseorang. It’s
too harsh, meen.<br />
“You never lose the game, coz it’s not a game for you”, ujarku yang sontak membuat dia melihat ke arahku lagi.<br />
He’s handsome. Too handsome I think to being hurt like that.<br />
“So what’s this?”, lanjutnya bertanya. Raut mukanya masih menunjukkan kekecewaan mendalam.<br />
“Ini
suatu perjuangan. Kamu pernah memperjuangkannya. Setidaknya, sebuah
perjuangan layak untuk dikenang”, jawabku tanpa pikir panjang.<br />
Senyum
lebar seketika menghiasi parasnya, ada tawa renyah terdengar di balik
senyum itu. Matanya terlihat semakin sipit saat dia tertawa.<br />
“You’re right… Are you gay?”, tanyanya.<br />
“You better ask me first about that before you blurt it out the case. No, I’m not. And I’m sorry.”, jawabku.<br />
“It’s ok. It would be nice if I have you as my boyfriend”, ujarnya dengan tatapan menggoda. Ya, dia tampan.<br />
“For now? No. Your heart is still there, although the love was hurt”, jawabku seketika.<br />
“Hahaha.. Iya, hatiku masih tertinggal di sana”, balasnya mengambang.<br />
“Cintaku
masih untuknya, meski dia akan mendapat penggantiku segera. Yang
mungkin akan menjadi pendamping hidupnya selamanya. Salahku dari awal,
membiarkannya menjalani dua hubungan. Salahku dari awal terlalu
mencintainya. Salahku dari awal kenapa harus dia yang aku cinta.”,
lanjutnya menerawang jauh ke belakang.<br />
Aku menatapnya, dan tanpa tersadar aku pun turut larut dalam perasaanya saat ini.<br />
“Cinta tidak salah. Mungkin dia datang ke<span id="dtx-highlighting-item">pada </span>orang
yang salah, atau mungkin di waktu yang salah. Tapi, cinta tidak
salah.”, jawabku. Aku berusaha sesantai mungkin mengahadapi perasaannya
saat ini. Masih kumakan sedikit demi sedikit coklat yang tadi
diberikannya. Tapi ini salah, coklat tidak juga membuatku menjadi
tenang.<br />
Pikiranku … masih tertuju<span id="dtx-highlighting-item"> pada </span>wanita
yang aku pacari sejak 2 tahun lalu. Masih kuingat senyumnya beberapa
bulan lalu ketika kami menghabiskan waktu bersama di Jakarta. Merdu
suaranya saat dia bisikkan lelucon konyolnya di telingaku. Manis kecup
bibirnya di kala pertama aku rasakan ketika diriku tebaring lemah karena
demam berdarah. Dan beberapa jam lalu, melalui pesan singkat dia
ucapkan kata pisah. Dia memintaku untuk pasrah karena hatinya telah
berpindah.<br />
<br />
**************************************************************************<br />
<br />
Keheningan
malam - Stasiun Cilebut. Dua lelaki yang patah hati duduk berdua,
menerawang jauh ke belakang saat-saat kebersamaan yang dulu menyambut.
Di luar malam semakin malam. Tinggal menunggu menit, aku akan sampai di
sana.<br />
“Cinta itu memang suatu perjuangan. Sekarang bukannya aku tidak
mau berjuang. Karena cinta itu tidak butuh paksaan bukan?”, ujarnya
tiba-tiba memecah keheningan.<br />
Aku tersontak. Seolah aku tersadar
karena ucapannya. Banyak hal di dunia ini yang tidak bisa dipaksakan,
termasuk perasaan. Kenapa aku harus memaksakan kalau aku tau pasti bahwa
hasilnya akan tetap bertepuk sebelah tangan.<br />
“Ya, itu benar dan
sekaligus menyakitkan. Dan rasa sakit itu juga bagian dari perasaan kan.
Paling tidak kita masih punya yang namanya perasaan. Hahaha…”, jawabku
dengan tawa.<br />
Kami pun tertawa bersama-sama. Menertawakan perasaan.
Menertawakan nasib. Pantaskah takdir ditertawakan jika untuk memilihnya
saja kita tidak diberi kesempatan?<br />
<br />
**************************************************************************<br />
<br />
Stasiun
Bogor. Pemberhentian kereta terakhir. Haruskah di sini juga aku
labuhkan perahu yang selama ini berlayar. Haruskah aku berlari menembus
hujan gerimis di jalanan kota. Datang ke rumahnya dan memohon kembali
cintanya …<br />
Dia berdiri dan melihatku yang masih saja duduk.<br />
“Kamu ngga turun?”, tanyanya.<br />
“Haruskah?”. Aku malah balik bertanya<span id="dtx-highlighting-item"> pada</span>nya. Pertanyaan yang semestinya aku tau jawabannya.<br />
“Kalau
ini bukan tujuan akhirmu, kembalilah. Dan putuskan dimana kamu akan
berhenti nanti.”, balasnya tersenyum. Kali ini kulihat senyumnya yang
tanpa beban di balik wajahnya yang jelas terlihat lelah dan matanya yang
sembab.<br />
“Thanks”, balasku.<br />
Dia lalu mengeluarkan sebuah kartu nama. Kartu namanya. Dan memberikannya<span id="dtx-highlighting-item"> pada</span>ku.<br />
“Just do things that make you happy. I’ll do that too, even indeed it’s bittersweet.”, ujarnya.<br />
Dia
melambaikan tangannya, tersenyum dan menatapku untuk yang terakhir
kalinya, lalu turun dari pintu kereta. Meninggalkanku sendiri, di kereta
terakhir menuju Jakarta.<br />
Karena cinta aku mengejarnya. Karena aku
mengejarnya, aku lelah. Dan karena aku lelah, mungkin ini saat yang
tepat untuk aku kembali, ke Jakarta.<br />
<br />
<br />
<br />
Tinggal kau, lalu aku. Dan hati kita segera kosong seperti<br />
stasiun ini. Rel beku, gerbong sunyi. Bahkan menyentuh<br />
lenganmu saja aku tak berani. Adakah wajah selain wajah<br />
kita di sini? Bulan pucat, wajah kita terpantul asing di<br />
ujung peron. Pepohon berjajar dalam bayang remang.<br />
Dingin, bisikmu. Aku mendengarnya seperti lagu lirih<br />
menembus lembut gendangku. Merayap seperti kabut di<br />
kepalaku, kabut yang dingin. Musim tak selalu ramah.<br />
Entah mana yang lebih menakutkan. Ketakmampuanku<br />
melukis garis malam atau aku yang meradang membaca<br />
matamu? <br />
Betapa nyanyi serangga, bulan pucat, dan perempuan,<br />
bersekutu mereka memasung malam. Tawang yang sepi,<br />
Tawang yang nglangut. Meski<span id="dtx-highlighting-item"> pada</span>nya telah terekam<br />
beribu cerita. Duka bahagia, jangan tanyakan lagi. Tak<br />
usah bersenandung cinta di sini, katamu. Sebab terlalu<br />
banyak onggokan luka dan ceceran derita. Ah,<span id="dtx-highlighting-item"> pada</span>hal<br />
aku berharap, cinta dapatlah menghapus nestapa.<br />
Setiap persinggahan mencatat sisa tanya. Pun di sini.<br />
Kereta datang dan pergi. Kisahpun bertumpuk. Telah<br />
penuh lantai dinding atap stasiun dengan roman segala<br />
abad. Kau temukan dirimu di sini? Seekor serangga<br />
menabrak tiang lampu jalan. Kita terhenyak. Sungguh<br />
waktu dan kita telah saling memburu.<br />
Deru kereta seperti masih ada. Kereta yang melintas<br />
di selasar hati. Tetap saja sunyi. Berpuluh pena telah<br />
patah di tengah, teriris senyum di sudut bibir. Sungguh,<br />
memuisikanmu sama sulitnya dengan menerka adakah<br />
seseorang di stasiun berikut yang menunggu sepi seperti<br />
kita? Tetap saja sunyi. Bangku-bangku, tiang, dan loket<br />
telah tertidur.<br />
Ingin kutembangkan Asmaradana, tapi nanti kau terpejam.<br />
Barangkali jaman telah memutus, biarlah, di setiap<br />
persinggahan selalu ada yang bermekaran. Tak ada yang<br />
kekal. Seperti lamunan kita yang terbuyar ketika suara<br />
itu mengirim pesan, dan sorot lampu yang membelah<br />
kabut di kejauhan. Kereta terakhir. Seperti pertanda,<br />
akankah kisah berakhir? Tak perlu dipercakapkan. Berikan<br />
dekapan terhangat. Juga butir airmata penghabisan, yang<br />
masih bisa kuusap.<br />
(Kereta Terakhir - Y. Wibisono)<br />
<br />
**************************************************************************<br />
<br />
Stasiun Gambir. Satu tahun kemudian.<br />
<br />
Aku
duduk di salah satu kedai kopi di dalam stasiun. Terlalu sederhana
sebenarnya kalau aku sebut kedai, tapi memang kenyataanya ini tetap saja
kedai. Aku baca lagi pesan singkatnya yang dikirimkannya pagi tadi, dia
akan kembali bertugas di Indonesia setelah beberapa bulan menetap di
India. Sedang aku beberapa minggu lagi akan ke Swiss untuk short course
beberapa bulan. Namun sebulan yang lalu - dimana berawal dari dua orang
di kereta yang sama-sama patah hati, berlanjut dengan saling berkirim
pesan di online media - akhirnya kita putuskan untuk menjalin hubungan
bersama.<br />
Ketika aku bertanya, masihkah dia mengingat kekasihnya dulu.
Dia memberikan jawaban yang membuatku membuka hatiku lagi untuk
mencintai seseorang.<br />
‘Sudahlah ... mungkin dia hanya sebagian dari
masa laluku, penghias sebagian kecil dari hidupku, sebagai pelajaran
tetang “cinta” yang masih dini aku rasakan, sebagai bagian dari sesuatu
yang disebut perasaan. Biarlah, dan tetaplah seperti itu adanya...’<br />
Bus DAMRI yang dia tumpangi dari bandara belum juga tiba. Kuhirup lagi aroma kopi panasku. Bagiku kopi lebih menenangkan dari<span id="dtx-highlighting-item"> pada </span>coklat.
Walaupun sebagian besar orang mengatakan kopi malah membuat berdebar,
syaraf tegang, adrenalin meningkat. Tapi bagiku, kopi punya cita rasa
sendiri. Simpelnya, pahit manis. Bisa kita rasakan manisnya, namun tetap
masih tersisa rasa pahitnya. Begitu juga perasaan, kita tidak akan bisa
bersyukur merasakan manisnya bahagia kalau kita belum merasakan seperti
apa pahitnya nestapa. Dan biarlah pahit itu tetap ada.<br />
Aku
memesan satu cangkir kopi lagi. Aku ingin tanya pendapatnya nanti
tentang kopi, setibanya dia di sini. Which is better, coklat atau kopi.<br />
<br />
*************************************************************************<br />
<br />
<b>*Penulis adalah seorang yang cakep, baik hati, lagi seneng dengerin payphone, dan baru aja single.</b></div>
hari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.com7tag:blogger.com,1999:blog-8604309521412289906.post-79823737310184728292013-04-01T00:50:00.001-07:002013-04-03T02:41:43.676-07:00Terbang<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgohEbtg8LGjsMBFjd9klZ0HKmudmFPZ9wEgcB75sE1oICmXkj1Ynn6QufFxKGs3ciZS5P2XOU3ncnsbW7z57wb8ZtJ25QxzIZLsROvlu3n2Ss3x5QYi0iXFSehRqsjFCT0dMqBBKnJt0CP/s1600/terbang.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgohEbtg8LGjsMBFjd9klZ0HKmudmFPZ9wEgcB75sE1oICmXkj1Ynn6QufFxKGs3ciZS5P2XOU3ncnsbW7z57wb8ZtJ25QxzIZLsROvlu3n2Ss3x5QYi0iXFSehRqsjFCT0dMqBBKnJt0CP/s1600/terbang.jpg" /></a></div>
<br />
Sepi...<br />
<br />
psstt<br />
<br />
Aku mulai memfokuskan p<span id="dtx-highlighting-item">ada </span>pendengaran telingaku!<br />
Lolongan serigala kelaparan dan suara jangkrik malam mulai kusingkirkan dari pendengaranku.<br />
Bukan ini yang ingin kudengar!<br />
Derap langkah!<br />
<br />
Iya... Semakin mendekat.<br />
<br />
Dua orang, bukan!<br />
Empat. Ehm... Semakin banyak?<br />
Lima? Tujuh?<br />
<br />
Tiga belas!!! <br />
Campuran derap langkah yang begitu riuh terdengar jelas dan semakin jelas.<br />
Kuukurkan dengan pendengaranku.<br />
<br />
Tiga hutan. Iya, mereka berjarak tiga hutan dari sini..<br />
Tumpul! Penciumanku tumpul!<br />
Aku tidak merasakan dan menghirup aroma apapun dari mereka!<br />
Darah kehidupan?<br />
Tidak!<br />
<br />
Aroma kematian dan wangi mawar perak membalut penciumanku.<br />
Siapa mereka?<br />
<br />
Tunggu!<br />
<span id="dtx-highlighting-item">Ada </span>aroma darah segar yang dapat kuhirup!<br />
Semakin dekat...<br />
Tiga? Iya.. Tiga sosok berbau darah segar ini!<br />
<br />
Ahhhh.... Mataku mulai gelap!<br />
Darahku berdesir kencang...<br />
<br />
Sembunyi.. Aku harus sembunyi.<br />
Mereka bertiga sangat dekat!<br />
<br />
Itu mereka!<br />
Arrrgghhh mengapa gerombolan tiga belas makhluk kematian ta<span id="dtx-highlighting-item">di </span>mengejar mereka bertiga?<br />
Cepat! Aku harus cepat.<br />
<br />
Siapa cepat..<span id="dtx-highlighting-item"> Di</span>a dapat. Bukan<span id="dtx-highlighting-item"> di</span>a! Tapi aku!!!!<br />
<br />
Happpp...<br />
Sekejap mata aku merasakan darah segar mengalir masuk dalam tubuhku.<br />
Mengalir melalui taring-taring tajam ini merasuki setiap pembuluh darahku, memberi kekuatan dan...<br />
Arrrgghhhh.. Nikmat!<br />
<br />
"Hmmmm...!" Hembusan kekesalan terdengar sangat dekat sekarang.<br />
Aku menoleh ke arah hembusan itu.<br />
Ber<span id="dtx-highlighting-item">di</span>ri<span id="dtx-highlighting-item"> di </span>h<span id="dtx-highlighting-item">ada</span>panku saat ini. Mereka bertiga belas.<br />
Dengan mata penuh amarah dan dahaga melihat aku menikmati ketiga tubuh fana yang telah kuhabiskan darahnya.<br />
<br />
Gagah, kokoh dan bertelanjang d<span id="dtx-highlighting-item">ada</span>. Mereka bertiga belas dengan kostum sama dan mempertontonkan taring tajam mereka.<br />
Mereka mengharapkan makananku! Menreka menginginkan darah fana yang telah kuhabiskan!<br />
<br />
Secepat kilat kedua tanganku terikat<span id="dtx-highlighting-item"> di </span>antara pohon dengan rantai perak berlapiskan vervain... Akhhh.. Kulitku terasa terbakar.<br />
Mereka mulai melepas amarahnya p<span id="dtx-highlighting-item">ada</span>ku.<br />
Dan... <br />
Aku...<br />
================<br />
<br />
Aku terbangun.<br />
Itu semua hanya mimpi?<br />
Mimpi burukkah?<br />
<br />
Aku tetap terikat.<br />
Mana pakaianku?<br />
<br />
Sluurrpphh.. Suara ini... <br />
Arggghhh... Kenapa begitu nikmat?<br />
<br />
Aku memandang<span id="dtx-highlighting-item"> di</span>riku tergantung dengan kedua tangan terikat<span id="dtx-highlighting-item"> di </span><span id="dtx-highlighting-item">sebuah </span>tiang.<br />
Itu semua hanya mimpi. Aku bukanlah sosok kematian yang menghisap darah.<br />
Dan mereka bertiga belas bukanlah sosok yang sama.<br />
Mereka bergantian... Menikmati permainan... mengulum kemaluanku.<br />
Arrggghhh.. ikmat sekali.<br />
<br />
"Heyyy!<span id="dtx-highlighting-item"> Di</span>a sudah s<span id="dtx-highlighting-item">ada</span>r!" Salah<span id="dtx-highlighting-item"> seorang </span>dari gerombolan itu berseru sambil menunjuk ke arahku.<br />
"Aku<span id="dtx-highlighting-item"> di</span>mana? Siapa kalian?"<br />
<br />
"<span id="dtx-highlighting-item">DI</span>AM!!!"<br />
"Arrrgggghhhh....." Aku mengerang kesakitan saat seonggok besi<span id="dtx-highlighting-item"> di</span>masukkan dalam lubang anusku.<br />
<br />
Aku merasa perutku sangat ngilu. Argghh.. Ini benar - benar menyakitkan!<br />
<br />
Ikatan tanganku tiba - tiba<span id="dtx-highlighting-item"> di</span>lepaskan.<br />
Aku terjatuh tertelungkup. Dan mereka segera...<br />
<br />
"Awwwwwwwwwwww.....!!!!! Arrrggggggghhhhhhh!!!!!!!!!!" <br />
Semakin menyakitkan saat besi itu<span id="dtx-highlighting-item"> di</span>lepaskan dari dalam lubang anusku secara paksa.<br />
<br />
Dan tiba - tiba..<br />
Ahhhhhh...<br />
Aku merasakan salah satu dari mereka menusukkan kemaluannya dalam lubang anusku.<br />
Bergilir. Dengan tawa terbahak-bahak mereka menyodomiku.<br />
Dan apa?<br />
Arrggghhh... Mereka memasukkannya bersama-sama sekaligus secara berkelompok tiga orang...<br />
Tiga kemaluan dalam satu lubang anusku... Terasa darah mengalir dari lubang ku.<br />
<br />
Aku menangis,<br />
Semakin kumenangis dan mengerang kesakitan. Semakin mereka bersemangat.<br />
<br />
Aku tidak mengerti sudah berapa jam hal ini terja<span id="dtx-highlighting-item">di</span>. Aku merasa seperti seharian aku menja<span id="dtx-highlighting-item">di </span>budak seks mereka.<br />
Sudah berapa kali cairan sperma memasuki<span id="dtx-highlighting-item"> di</span>riku dan tubuhku<span id="dtx-highlighting-item"> di</span>kencingi.<br />
Seluruh tubuhku lengket oleh cairan sperma dan berkilau karena kencing mereka yang melumuri tubuhku.<br />
Aku... Lemas dan ...<br />
-----<br />
<br />
Sayup-sayup kudengar suara langkah kaki mendekatiku.<br />
Hanya satu yang bisa kuucapkan dari bibirku... "tolong..."<br />
Sepasang kaki ber<span id="dtx-highlighting-item">di</span>ri tepat<span id="dtx-highlighting-item"> di </span>h<span id="dtx-highlighting-item">ada</span>panku. Kegelapan malam ini menyamarkan pandanganku akan apa yang<span id="dtx-highlighting-item"> ada</span><span id="dtx-highlighting-item"> di </span>h<span id="dtx-highlighting-item">ada</span>panku saat ini, Entah kaki siapa itu. Aku melihatnya membungkukkan b<span id="dtx-highlighting-item">ada</span>n dan..<br />
<br />
<span id="dtx-highlighting-item">Di</span>mana aku sekarang?<br />
apakah aku sudah mati?<br />
Tempat apa ini?<br />
Aku merasa<span id="dtx-highlighting-item"> di</span>riku berhembus.<br />
Ahhh... Aku bergerak secara bebas, ringan.<br />
Dan tanpa arah, terk<span id="dtx-highlighting-item">ada</span>ng bisa menuju ke arah tertentu.<br />
Angin?<br />
Tubuhku? Ahhh.. Aku tak melihat tubuhku..<br />
<br />
Mungkin inilah aku sekarang.. Angin...hari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8604309521412289906.post-64996415438466241152013-02-08T00:09:00.000-08:002013-02-09T08:40:01.713-08:00Aku Suka Kejantanan Kalian<div class="postbody">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhAySakzPEvbbSrOquZboXjiYHJ7KPBP5UkYg3uTBsuzPa9VYWhbjdckhKSnKHOj5F6ThPkQ9-ehXbKkzvNGk62FtePVIu9IBJ0LX6UqoT-0VwPbbCPx8tvPiCJHWZAu-Bsb-h20FuzYtyE/s1600/j2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhAySakzPEvbbSrOquZboXjiYHJ7KPBP5UkYg3uTBsuzPa9VYWhbjdckhKSnKHOj5F6ThPkQ9-ehXbKkzvNGk62FtePVIu9IBJ0LX6UqoT-0VwPbbCPx8tvPiCJHWZAu-Bsb-h20FuzYtyE/s1600/j2.jpg" /></a></div>
<br />
Cerita ini bermula dari persahabatan 3 orang anak laki-laki...<br />
<br />
berkuliah pada satu tempat yang sama dan memiliki hobi yang sama<span id="dtx-highlighting-item"> membuat </span>mereka saling berteman akrab,<br />
Jeffry, Rico dan Tegar.<br />
usia mereka 21 tahun, hobi basket<span id="dtx-highlighting-item"> membuat </span>tubuh
mereka nampak atletis dan berotot...tubuh kekar dengan postur tubuh
tinggi dengan rata 175 cm, Jeffry si pemimpin, Rico sang playboy dan
Tegar si pemberontak...mereka saling melengkapi persahabatan mereka satu
dengan yang lainnya...<br />
<br />
suatu waktu mereka bertiga pergi berlibur menyewa<span id="dtx-highlighting-item"> sebuah </span>Villa ditepi pantai menjadikannya begitu nyaman...<br />
berpesta pora dan bercanda tawa...hidangan laut dan BIR menjadi santapan mereka...<br />
Villa tersebut juga menyediakan TV dan DVD, layaknya pria dewasa mereka pun tak habis habisnya menonton Film porno...<br />
<br />
Jeffry
yang sudah kalah taruhan berkali-kali, melucuti seluruh pakaiannya
hingga tinggal celana dalam...mempertunjukan tubuh pitih mulus dengan
otot six pack diperutnya...tonjolan pada celana dalam hitamnya<span id="dtx-highlighting-item"> membuat </span>semuanya begitu kontras...<br />
<br />
sedang teman-temannya masih dalam keadaan setengah telanjang...minuman keras<span id="dtx-highlighting-item"> membuat </span>kepalanya pusing dan sulit konsentrasi...<br />
apalagi Rico menambah obat perangsang pada minuman Jeffry...<br />
<br />
Jeffry yang mabuk tertidur<span id="dtx-highlighting-item"> membuat </span>teman-temannya tertawa terbahak-bahak...<br />
muncul ide gila Rico..."kita kerjain aja dia , mau nggak?"<br />
"apa maksud lo Co?"<br />
<br />
"mumpung dia mabok, kita pake aja si Jef...dia kan nggak ngerasain apa-apa"<br />
<br />
"maksud lo?"<br />
<br />
"film porno uda setengah jalan, KONTOL g uda HORNI banget...sekalian aja kita garap yang penting ada lobang..."<br />
<br />
"lo mau NYODOMI si Jef?are u sure..."<br />
<br />
"SURE..."<br />
<br />
"just Do it...g juga mau nyobain BOOL COWO kalo DIENTOT..."<br />
<br />
"lagian
dia mabuk kan, pasti ngeflay lah...munumannya juga uda g kasih obat
perangsang buat bikin dia HORNI...KONTOLnya aja uda ngaceng..."<br />
<br />
Rico yang pertama membuka baju, kulit coklat yang terbakar matahari pantai<span id="dtx-highlighting-item"> membuat</span>nya nampak sexy, otot perutnya nampak terbentuk sexy<span id="dtx-highlighting-item"> membuat </span>tubuhnya
nampak gagah...menyusul Tegar yang memiliki kulit coklat gelap,
tubuhnya nampak lebih berisi dan otot-ototnya nampak lebih besar...<br />
<br />
"kita
ikat dulu, supaya kalo nanti dia bangun nggak berontak..."Rico
memerintah Tegar dengan gulungan kain yang mengikat tangan Jeffry...<br />
<br />
Jefrry yang kini terlentang dengan tubuh bertelanjang mempertunjukan seluruh tubuhnya pada kedua temannya...<br />
KONTOLnya yang terangsang akibat obat mulai bereaksi membesar dengan kocokan tangan Rico...<br />
Tegar menyisipkan bantak di belakang pinggul Jeffry...<span id="dtx-highlighting-item">membuat</span>nya mengangkat bagian PANTAT Jeffri...menunjukan LUBANG ANUS Jeffri yang berwarna merah muda dan berbulu tipis...<br />
<br />
Rico
terkesima dan langsung kontan menjilatinya dengan nafsu...Tegar
menjilati sekujur tubuh Jeffry...sampai mencium bibir merah merekah
Jeffry...menyusuri perutnya dan sampai pada KONTOL Jeffry...<br />
Tegar
menjilat kepala KONTOL Jeffry...melihat adegan temannya Rico mengangkat
kepala Tegar dan mengarahkan KONTOLnya yang sudah NGACENG untuk minta
dijilat...<br />
<br />
Rico MENGENTOT mulut Tegar untuk pertama
kalianya...merangsangnya begitu hebat...lalu Rico menarik kepala Tegar
dan mencium bibirnya...<br />
"ini saat kita buat merasakan BOOL si Jef..."kata Rico<br />
<br />
"dan g suka banget mulutnya buat g FUCK..."timpal Tegar...<br />
<br />
Rico yang mengambil kuda-kuda bersiap MENGENTOT DUBUR Jeffri tanpa menggunakan KONDOM, hanya bermodal LUBRICAN, <br />
"NGENTOT...anjrit,sempit banget nih BOOL...Achh...Accchhh..."<br />
Rico mendesah memaksakan masuk BATANg KONTOLnya kedalam ANUS Jeffry...dan berhasil memasukan 3/4nya<br />
<br />
"selamat Co...lo bukan ngentotin Cewe aja sekarang tapi cowo juga..."hahahahahahahahahaha mereka tertawa bersama...<br />
<br />
Mereka memasukan BATANG KEJANTANNYA pada DUBUR dan MULUT Jeffry...<br />
hentakan dan dorongan merangsangan KONTOL Jeffry untuk tegang...Rico yang mengentotnya terus juga mengocok KONTOL Jeffry...<br />
KONTOL Jeffry pun mengeluarkan cairan SPERMANYA yang tertumpah di tubuh Jeffry...<br />
<br />
Tegar
tak mau ketinggalan untuk membenamkan BATANg KONTOLAnya pada ANUS
Jeffry...bergantian dengan Rico yang sekarang mengentot mulut Jeffry...<br />
tak lama berselang Rico menumpahkan cairan KEJANTANANNYA di mulut Jeffry...<br />
<br />
Entotan Tegar<span id="dtx-highlighting-item"> membuat </span>Jeffry
sedikit mendesah kenikmatan...KONTOLnya kembali menegang...melihat hal
tersebut Tegar melanjutkan dengan aksi ENTOTANNYA yang makin berani...<br />
<br />
ikatan
Jeffry sudah dilepaskan...tubuhnya di balik bertelungkup...mengentotnya
dengan gaya DOGISTILE, merangsanga Tegar untuk ORGASME dan mengaluarkan
CAIRAN SPERMANYS di dalam DUBUR Jeffry...<br />
mereka melakukannya
sepanjang malam dengan keadaan Jeffry yang mabuk berat tetapi merasakan
kenikmatan rangsangan ENTOTAN maupun KOCOKAN tangan merka...<br />
<br />
DIPAGI HARI...<br />
kedua
laki-laki tadi tertidur pulas dengan keadaan telanjang bulat termasuk
Jeffry yang tersadar lebih dulu...dengan tubuh telanjang bulat, Jeffry
merasakan ada sesuatu menempel di bibir dan pipinya, CAIRAN SPERMA
kering...ANUSNYA pun terasa janggal, basah, lengket dan sedikit perih...<br />
<br />
melihat
dia orang temannya, menatap dan memperhatikan merka dengan
seksama...Jeffry menyadari dirinya telah di perkosa...dan sudah kepalang
basah...dia akan balas dendam untuk minta pertanggung jawaban mereka...<br />
<br />
kelelahan<span id="dtx-highlighting-item"> membuat </span>Rico dan Tegar tak sadar dirinya telah diikat di atas ranjang...dengan<span id="dtx-highlighting-item"> sebuah </span>siraman air dingin Jeffry membangunkan merka...<br />
"oh, kalian uda bangun setelah semalam berpesta pora???"<br />
<br />
"wow, apa kasud lo Jef?" Rico mengelak..."kenapa kita diikat..."<br />
<br />
"biar g leluasa motong KONTOL lo ber 2"<br />
<br />
"wowowo, sorry man ada apa ni?"<br />
<br />
"lo uda melehkan gw kan...sekarang lo tanggung akibatnya, atau ada cara lain..."<br />
<br />
"apa caranya?" Tegar menyahut...<br />
<br />
Jeffry
meminumkan pil perangsang pada 2 temannya..."lo berdua layani gw
lagi...dengan tangan terikat tanpa boleh ngocok sebelum gw yang kocokin
KONTOL lo berdua...artinya ORGASME lo berdua ada di tangan gw..."<br />
<br />
merak hanya menurut dan mulai melakukannya...KONTOL Rico dan TEGAR berdiri tegak menjulang...<br />
KONTOL
Tegar yang pertama dimasukan kedalam DUBUR Jeffry...sambil duduk diatas
nya dan melakukan gerakan naik turun...menggenjotnya dengan ENTOTAN
yang perlahan...merangsang hingga hampi mencapai titik klimaks tetapi
Jeffry menghentikannya...<br />
<br />
bergantain dengan Rico...hal tersebut
dilakukan berulang ulang...hingga mereka berdua ORGASME dengan cairan
SPERMA yang banyak sekali tertumpah...<br />
<br />
mereka mengakhiri dengan mandi bersama...<br />
"Lo berdua memang teman sejati gw...kalian tau cara memuaskan gw..."<br />
<br />
"lo
nggak bilang dari dulu...banyak cewe gw ENTOT, tapi nggak sesempin dan
setahan BOOL lo...g akan rutin NGENTOTIN lo deh..."Rico menciumi
Jeffry...<br />
<br />
"wes, jangan sembarangan bro...g juga punya andil...pastinya g juga inta jatah buat PANTAT Jeffry..."<br />
<br />
"hahaha, tenang aja semuanya pasti kebagian...karena gw suka kejantanan lo berdua..."<br />
<br />
mereka mengakhirinya dengan<span id="dtx-highlighting-item"> sebuah </span>kebersamaan
yang tak terputuskan, hubungan yang dijalani antara persahabatan tiga
anak laki-laki yang menjadi hubungan antar kekasih...</div>
<br />
<br />
Selesaihari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-8604309521412289906.post-24541105302330355582013-02-08T00:05:00.003-08:002013-02-09T08:39:18.526-08:00Menaklukan Kejantanan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSbU5c3Yv55QFkaUrYsp0aljFzrqgBUmCOLzshA5L43iaFpA9tQ_vSyyZJ4frk-I1Y3kIEvbhmzEidexZ_b3RVNf_fARxBLPlKmzQed57_8NuL7IxBUW6gIUSX3AGWMcqzDer9G3cCKHkx/s1600/j1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSbU5c3Yv55QFkaUrYsp0aljFzrqgBUmCOLzshA5L43iaFpA9tQ_vSyyZJ4frk-I1Y3kIEvbhmzEidexZ_b3RVNf_fARxBLPlKmzQed57_8NuL7IxBUW6gIUSX3AGWMcqzDer9G3cCKHkx/s1600/j1.jpg" /></a></div>
<br />
Kebanyakan setiap manusia sering membuat sebuah kelompok yang memberinya
identitas diri, ya sering dibilang grombolan, gank atau preman yang
selalu beraninya"kroyokan"...<br />
<br />
Memiliki kelompok sudah barang tentu, memiliki pemimpin, dan daerah kekuasaan...<br />
sumber masalahnya adalah daerah kekuasaan...<br />
<br />
Alkisah bermula dari perseteruan wilayah 2 gank...<br />
satu
dipimpin oleh Aditirta, pria berusia 28 tahun, berperawakan tinggi 178
cm dan kekar, selalu memperlihatkan otot-otot tubuhnya yang menyembul
keluar dengan bertelanjang dada...wajahnya Tampan dan garang, memiliki
cambang tipis yang menyatu dengan jenggot klimis yang membuat garis
rahangnya nampak maskulin...<br />
<br />
lainnya dipimpin oleh Dirga, pria
tampan yang memiliki tubuh atletis dengan tinggi badan 175 cm, otot-otot
tubuhnya sangat atletis, proporsional dengan tinggi dan berat tubuhnya,
tatapan mata tajam dan wajah yang klimis...alis mata yang membuat
tatapannya sellau meluluhkan hati wanita...<br />
<br />
singkatnya kedua
kelompok ini saling berseteru...kelompok Adi yang sedang melakukan
PENAKLUKAN daerah baru untuk menambah penghasilan mereka mau menyerang
kelompok Dirga..<br />
<br />
perseteruan dan korban seringkali terjadi, banyak dari kelompok mereka yang menjadi korban...<br />
akhirnya<span id="dtx-highlighting-item"> suatu </span>ketika kedua pemimpin tersebut saling bersepakat melakukan perang terbuka...<br />
<br />
Tawuran yang besarpun terjadi dimalam<span id="dtx-highlighting-item"> hari</span>...<br />
kelompok
Adi memiliki jumlah yang lebih besar, akhirnya dapat mengsuasai daerah
tersebut...tetapi sayannya Dirga tertantgkap oleh kawanan anak buah Adi
yang mengejarnya ketika pelarian...<br />
<br />
"hoh...ini dia si jagoan..."<br />
<br />
"sialan lo lepasin gw...kita sepakat kalo u menang mendapatkan 1/2 wilayah gw..."<br />
<br />
"kesepakatan kita batalkan, gw mau semua wilayah lo..."<br />
<br />
"ANJING lo...anak buah gw mau dapet kerja dimana..."<br />
<br />
"gampang...kalian tinggal mengabdi sama gw dan kita bagi hasil 80-20, gimana???"<br />
<br />
"cih...haram untuk makan dari kalian..."<br />
<br />
"oh baiklah, ada cara lain yang g akan lakukan?" senyuman pahit nampak dimuka Adi...<br />
<br />
"g akan MENAKLUKAN dirilo deengan KEJANTANAN gw..."<br />
<br />
"apa maksud lo..?"<br />
<br />
"hahahaha...g
akan MENYODOMI lo...karena gw denger lo suka mainin perempuan dan
sekerang gw mau lo berlaku layaknya anak perempuan yang g ENTOT..."<br />
<br />
"sial..." belum selesai Dirga berbicara mulutnya sudah disumpal dengan sebuha kolor...<br />
tangannya yang terikat kuat embuatnya sulit meronta...<br />
mereka melucuti pakaian Dirga dengan kasar, menyobek-nyobek bajunya hingga Dirga bertelanjang bulat...<br />
<br />
ADi
telah menyiapkan PASUNGAN yang memasung tangan dan leher
Dirga,...membuatnya MENUNGGING, memperlihatkan PANTATNYA...Dirga
diberikan minuman obat kuat yang merangsang birahinya...<br />
KONTOLnya yang semua tidur kini NGACENG cukup besar...KONTOL tersebut diikat oleh Adi dengan sekencang-kencangnya...<br />
<br />
"ini
cara PENAKLUKAN yang akan gw lakukan...dengan MENGGAGAHI lo...MENGENTOT
lubang BOOL lo...dan membuktikan kejantanan KONTOL gw sama lo..."<br />
<br />
Dirga
hanya melotot ketakutan dan memancarkan emosi amarah dimatanya...tetpi
apa daya dirinya sudah terpasung dan terikat...KONTOLnya pun telah
diikat...<br />
<br />
"Dirga bersiaplah...rasakan KEJANTANAN diri gw di dalam BOOL lo..."<br />
Adi yang tepat berada di belakang Dirga, mengarahkan KONTOLnya<span id="dtx-highlighting-item"> pada </span>lubang ANUS dirga yang masih VIRGIN...tanpa pelumas yang banyak, Adi memasukan KONTOLnya kedalam LUBANG ANUS Dirga...<br />
<br />
hentakan
kuat dan kontraksi otot-otot ANUS Dirga memberikan reflek
menahan...terasa berat bagi ADi...tetapi hentakan dan paksaan BATANG
KONTOL sepanjang 22 cm itu terus melaju menembus ANUS Dirga...<br />
Sakit,
perih dan panas bercampur aduk...rasa terhinalah yang paling
menyakitkan...dirinya laki-laki sejati, etapi kali ini dirinya DIGAGAHI,
DIENTOT layaknya hewan...hargadirinya hancur berkeping keping...<br />
<br />
ANUS Dirga tertembus KONTOl Adi...<br />
"Akhirnya lo jadi milik gw sekarang..."hahahahahahaha<br />
Adi
melanjutkan ENTOTANNYA...melakukan gerakan maju mundur...rasa sakit
sangat hebat tersebut membuat tubuh Dirga terguncang dan menegang...<br />
<br />
"NGENTOT lo...g ngentot elo...anjing...gbangsat...hahaha"<br />
<br />
"g GAGAHI lo...g jadiin HOMO lo..."<br />
selama melakukan ENTOTAn tersebut Adi terus mengumpat...<br />
dan
selama itu juga Adi memainkan tangannya dengan meraba-raba dada Dirga,
mencubit PUTING SUSUnya dan meremas BATANg KONTOL serta BIJI PELIR Dirga
yang sudah KONAK berat...<br />
<br />
Lama-kelamaan, ENTOTAn Adi tak
merasakan tekanan berarti di ANUS Dirga, KONTRAKSI OTOT DUBURnya telah
bisa menyesuaikan KEJANTANAN KONTOL Adi...terdengar Dirga yang juga
mendesah menikmati gerakan maju dan mundur Adi di dalam liang DUBURnya,
walau dengan mulut tersumbat...KONTOl yang GAGAH tersebut telah
MENGGAGAHI ANUS Dirga...<br />
<br />
mendengar hal tersebut Adi langsung
MENGOCOK KONTOL Dirga...memberinya kenikmatan dan rangsangan dari adegan
HOMOSEXUAL yang dilakukannya...Dirga yang terangsang memuntahkan CAIRAn
KEJANTANAN (SPERMA)nya sebanyak yang dimilikinya...<br />
<br />
Melihat hal
tersebut Adi mencabut BATANG KONTOLnya dari ANUS Dirga, berbalik,
membuka sumbat mulutnya dan memasukan KONTOL tersebut kedalam MULUT
Dirga...<br />
Dirga yang kewalahan menelan KONTOL Adi, merasa mual dengar
rasa aneh dimulutnya, tetapi cengkeraman kuat Adi membuatnya tak bisa
lepas dan mau tak mau mengangakan mulutnya...<br />
cairan hangat SPERMA ADi tertumpah banyak dimulut Dirga...<br />
<br />
"Sekarang lo jadi milik gw seutuhnya...minum CAIRAN KEJANTANAN gw..."hahahahaha<br />
<br />
memberi perintah<span id="dtx-highlighting-item"> pada </span>anak buahnya masuk, Adi duduk di kursi kebesarannya, <br />
"kali ini biar anak-anak buah gw merasakan nikmatnya LOBANG DUBUR lo..."<br />
<br />
Dirga
hanya diam, tatapan matanya kosong dan pasrah...hampir 70 orang anak
buah Adi baik tua maupun muda, jelek maupun ganteng, kecil dan besar
uku4ran KONTOL mereka semuanya MEMBENAMKAN KONTOL mereka dan MENGENTOT
LIANG ANUS Dirga...<br />
<br />
selama prosesi tersebut mereka juga
meminumkan Dirga dengan CAIRAN SPERMA mereka masing-masing... MENGOCOK
KONTOL Dirga dengan sekuat tenaga dan berkali-kali hingga menguras isi
kantong SPERMA Dirga...hingga disekeliling KEPALA KONTOL Dirga terasa
sakit bila dipegang akibat luka lecet...<br />
<br />
mereka juga memainkan PUTING SUSU Dirga dengan menusukan jarum-jarum pentul<span id="dtx-highlighting-item"> pada </span>PUTINg
SUSUnya...Warna Coklat puting susu Dirga yang sexy...dengan PENTIL yang
cukup esar, lalu diberikan TINDIKAN Anting yang menggantung<span id="dtx-highlighting-item"> pada </span>PUTING SUSUNYA...<br />
<br />
selain SPERMA mereka meminumkan Dirga dengan air kecing mereka, memandikannya dari kepala hingga ujung kaki...sampai<span id="dtx-highlighting-item"> pada </span>AKHIRNYA mereka memberikan TATOO<span id="dtx-highlighting-item"> pada </span>DADA dan PANTATA DIRGA...I Love Boy's dan FUCK ME (di pantat)<br />
<br />
Mereka
akhirnya melepaskan pasungan Dirga, lemah dan tak kuasa menahan beban
tbuhnya dirinya di papah...Adi memang sebuah SAMURAi
kecil...memainkannya dengan mengelus-eluskan di sekitar KONTOl Dirga...<br />
"apa
rasanya kalau kita POTONG BATANG KONTOL lo...pastinya semuanya akan
berakhir buat lo...tapi kita semua orang baik...ada cara lain, bahwa lo
harus mau menjadi pelayan alis BUDAK SEX kami semua..."<br />
<br />
"lo akan
dapet jatah yang dibagikan layaknya anggota...dan lo nggak usah
ketakutan kelaparan serta anak buah lo masih bisa hidup di daerah
gw...asal lo mau melayani kita semua..."<br />
<br />
Dirga hanya terdiam, tak kuasa berpikir apapun...sebuah pukulan telah membuat tubuhnya terpelanting dan tersungkur ke tanah...<br />
Adi
memerintahkan anak buahnya untuk membaringkannya TERLENTANG, mengikat
tangannya dibelakang kepala, dan kedua KAKINYA pun dilipat kebelakang
kepala, layaknya orang AKROBATIK...keadaan tersebut mempertontonkan
LIANG DUBUR Dirga yang telah merah membengkak...MENGANGA dan terbuka,
nampak penuh dengan sisa SPERMA yang tertumpah<span id="dtx-highlighting-item"> pada </span>DUBURnya...mengalir meleleh keluar dari liang Anusnya...<br />
<br />
ADi mengorek dengan kasar DUBUR Dirga hingga terasa sakit...<br />
"lihat...ini yang lo naakan hargadiri?lo uda nggak punya harga diri sebagai laki-=laki..."<br />
<br />
"baik kita lihat lo akan bertahan berapa lama, dan sebaiknya lo pikirkan matang-matang tawaran gw..."<br />
<br />
mereka kembali mengikat BATANg dan BIJI KONTOL Dirga, nampak menjadi satu dan menyempit...dengan rantai besi yang tercantel<span id="dtx-highlighting-item"> pada </span>ikatan tersebut di kaitkan pula<span id="dtx-highlighting-item"> pada </span>kedua PUTING SUSU Dirga yang sudah ditinding dengan ating berbentuk bulat...<br />
"ini penjara kontol buat lo..."<br />
<br />
tidak
sampai disana, LIANG DUBUR Dirga yang sudah bengkak, tak luput dari
klimaks adegan tersebut, sebuah BOTOl BIR yang kosong dan dalamnya
terisi gulungan surat pernyataan PENUNDUKAN DIRI...dipegang oleh Adi
dari pantat botol...<br />
<br />
mengarahkannya<span id="dtx-highlighting-item"> pada </span>LIANG
DUBUR Dirga, dan dengan gerakan serta merta MEMBENAMKAN kepala botol
tersebut masuk kedalam LUBANG BOOL Dirga...Dirga sekonyong-konyong
melotot...LIANg DUBURNYA terasa sobek...BOTOl BIR tersebut membenam
hampir seluruhnya...<br />
<br />
Sebuah DILDO kecil dibenamkan kedalam MULUT Dirga...dengan menggunakan perekat hitam yang kuat mereka menyumbat mulut Dirga...<br />
<br />
Mengabadikannya dengan memoto dan memvideokan adegan Dirga tersebut...<br />
Mereka
mengangkut Dirga dan membawanya kembali kedekat daerah kekuasaan dirga,
meletakannya di sebuah lapangan kosong, dengan telanjang dan<span id="dtx-highlighting-item"> hari </span>hampir subuh...<br />
dalam beberapa saat mereka meninggalkan dirga, suasana menjadi sepi dan Dirga menangis dalam kesunyiannya...<br />
<br />
layaknya
sampah yang dibuang, tubuhnya yang telahnjang bulat, dengan LIANG
DUBURNYA dan KEJANTANAN KONTOLnya yang telah mendapat
penghinaan...dirinya dikalahkan telah oleh Aditirta...kini dia hanya
lelaki pecundang...<br />
<br />
sekitar 30 menit meratapi dirinya, para
sahabat yang mencarinya mendapatkannya dan membawanya pulang, untuk
mengobati luka-lukanya...<br />
<br />
waktu 2 minggu berselang seperti surat
perjanjian yang diterima Dirga, dirinya kembali ke markas Aditirta untuk
menyerakan jawaban perjanjiannya...<br />
<br />
"g uda pikirkan dan g akan menyerahkan wilayah gw...tapi lo harus menjamin keselamatan dan penghasilan anakbuah gw..."<br />
<br />
"baik...tidak masalah, asal lo tau kan caranya..."<br />
<br />
Dirga membuka jaket kulit hitamnya, baju ketat dan celananya hingga bertelanjang bulat...<br />
Otot-otot
tubuhnya yang atletis dengan tinggi badan yang proporsional,
memperlihatkan SISI KELAKI-LAKIAn sejati...bagaikan dewa-dewa
yunani...ukiran otot yang menyembul diperutnya yang sixpac dan KULIT
BERWARNA kecoklatan yang begitu menggairahkan serta bulu-bulu KETIAK
yang nampak menyembul dari sela KETIAK Dirga membuatnya nampak GAGAH...<br />
<br />
anak buah Adi mendekati dirinya dan memasangkan KALUNG yang memiliki bandul bertuliskan BUDAK SEX ADI...<br />
dengan
berjalan dengan lututnya alias merangkak, Dirga mendekati Adi yang
sudah siap dengan bertelanjang bulat mempertuhnjukan BATANg KONTOLnya
yang tegang mejulang meminta Dirga menghisapnya...<br />
<br />
kembali dirga melayani Adi...menjadi BUDAK SEXnya<br />
<br />
END hari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-8604309521412289906.post-26614880565033019682013-02-08T00:02:00.001-08:002013-02-09T08:37:36.740-08:00Hot Summer<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyvz2Ebiy6pdfHe0nb2R2Yo4HZSEviywjHiBGAvos973TmpQ8zjiottW0moK4ORS3BAHKQ-Mu8_assQGLE9JojJSYKMom9WGmyhDGx1Fn1UM42waq7AcZT-eFQd0dhlZVbgykiijeMpXvA/s1600/j4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyvz2Ebiy6pdfHe0nb2R2Yo4HZSEviywjHiBGAvos973TmpQ8zjiottW0moK4ORS3BAHKQ-Mu8_assQGLE9JojJSYKMom9WGmyhDGx1Fn1UM42waq7AcZT-eFQd0dhlZVbgykiijeMpXvA/s1600/j4.jpg" /></a></div>
<br />
<span style="color: #8000bf;"><span style="font-size: 150%; line-height: normal;"><b>by<br />Yanz</b></span></span><br />
<br />
<span style="color: #8000bf;"><span style="font-size: 150%; line-height: normal;"><b>Pada suatu hari *jiaah kaya ngedongeng aja hehe* gak jadi, emm di
suatu kota bernama Bandung, baru saja terbentuk suatu boy band <span id="dtx-highlighting-item"> yang </span>bernama De’javu dan para personilnya bernama Putra, Randy, Nanda, Sam, Vicky dan Andy.<br /><br />
sudah seminggu para member tinggal satu asrama dan masih dalam proses
saling mengenal karena mereka di audisi sebuah perusahaan musik jadi
belum saling mengenal satu sama lain.<br />Mari kita lihat kondisi asrama.<br /><br />Terlihat di hari minggu<span id="dtx-highlighting-item"> yang </span>panasnya
semakin terik ini, Randy, Nanda, Sam, Vicky dan Putra sedang mengobrol
di depan teras. Rupanya mereka berniat hangout untuk menikmati hari
libur, tapi karena panasnya cuaca<span id="dtx-highlighting-item"> yang </span>memang
lagi musim panas ini, Putra jadi malas keluar buat jalan, dia memilih
istirahat, sama halnya dengan Andi, dia lebih memilih berguling-guling
di ruangan berAC dari pada menghabiskan tenaga diluar.<br /><br />Putra melambaikan tangannya dan tersenyum pada teman-temannya<span id="dtx-highlighting-item"> yang </span>sudah
mulai menaiki mobil dan melaju kencang. Oiya mari saya perkenalkan,
ini Putra, leader dan member paling senior di grub de’javu, umur 25
tahun, postur tubuh sedang namun padat dengan otot<span id="dtx-highlighting-item"> yang </span>kencang, tinggi 178, kulitnya coklat namun bening dengan senyuman menawan dan berwibawa.<br /><br />Sekarang, mari kita lihat kondisi Andi, apakah masih berguling-guling ria di kamarnya?<br /><br />‘Eeenghhh…. Aaaaaahh…. Ooooooohhh….’ Terdengar desahan suara gadis dari hp<span id="dtx-highlighting-item"> yang </span>Andi genggam, tentu kalian tau dia sedang apa? Kondisi<span id="dtx-highlighting-item"> yang </span>sepi Andi manfaatkan untuk menonton bluefilm dan bermain-main dengan ‘juniornya’.<br />Hmmm…
si bungsu satu ini walaupun memiliki angel face dan masih muda tapi
sangatlah mesum hohoho… mari perkenalkan Andi, umur 18 tahun, keturunan
cina jadi mukanya imut-imut gimana gitu, selalu sopan dan menurut pada
seniornya, dan semua member sangat menya<span id="dtx-highlighting-item">yang</span>i dia.<br /><br />“Panas banget sih… jadi sange ga jelas ‘kan,” gerutu Andi sambil memeluk guling erat dan terus menatap layar hpnya.<br /><br />Andi menciumi gulingnya penuh nafsu dan meremas-remas penisnya dari balik celananya, tapi tiba-tiba…<br /><br />KREEEAKK…<br /><br />“Loh.. dede ngapain?” Tanya putra<span id="dtx-highlighting-item"> yang </span>mendadak membuka pintu kamar Andi.<br /><br />“Yaampun… kaka, kok gak ngetuk pintu dulu?” teriak Andi dengan wajah<span id="dtx-highlighting-item"> yang </span>sangat shock.<br /><br />“Maaf, lupa de. Hayoo lagi ngapain nih??” goda Putra dengan senyuman iseng.<br /><br />“Ughh… mau tau saja!” Andi langsung menarik selimutnya.<br /><br />Putra
semakin iseng saja denga tiduran di samping Andi, “Kaka liat kok de,
masa coli gak ngajak-ngajak sih de?” kata Putra sambil menarik selimut
Andi.<br /><br />“Ih.. kaka, aku kan malu masa begituan saja harus rame-rame?”<br /><br />“Gapapalah dede, kan kebersamaan namanya biar hubungan tim kita makin erat,” kata Putra dengan gemasnya menarik pipi Andi.<br /><br />“Iya kaka…”<br /><br />“Kaka bantuin pijet ya, de?” kata Putra sambil memijat-mijat penis Andi<span id="dtx-highlighting-item"> yang </span>sudah mengeras dari dari.<br /><br />“Akh… jangan ka, aku malu di pegang-pengang orang lain,” kata Andi sambil menepis tangan Putra.<br /><br />“Bohong
nih dede, padahal sering tuh dimainin ceweknya, atau jangan-jangan
sudah sering ‘ehem’ nih,” kata Putra sambil membentuk tanda kutib dengan
jari-jarinya.<br /><br />“Aaah… kaka ini…” kata Andi sambil memonyong-monyongkan bibirnya.<br /><br />“
Makin imut saja nih si dede, hahaha… udah ya, dede rileks aja jangan
takut, mumpung dorm lagi sepi kita senang-senang ya de?” Tanya Putra dan
kembali meremas-remas penis Andi.<br /><br />“Ughhh… ngikut apa kata kaka sajalah,” balas Andi dengan pasrah, Putra pun tersenyum dengan lebarnya.<br /><br />“Buka semua pakaiannya ya de, biar leluasa,” kata Putra sambil melucuti celana Andi.<br /><br />Dengan
cekatan Putra mengocok penis Andi sehingga membuat Andi mengeluarkan
desahan-desahan menggoda, “Ahhhh… ka, uuuuughh… enak banget ka, teruskan
aaaaahhh…”<br /><br />“Hehehehe dede keenakan rupanya,” kemudian Putra
memasukkan penis Andi kedalam mulutnya, lagi-lagi Andi tersontak kaget
dan menarik tubuhnya menjauh dari wajah Putra.<br /><br />“Ka-kaka ngapain? Jangan sejauh ini… aku risih,” kata Andi dengan wajah ketakutan.<br /><br />Putra
merangkul bahu Andi dengan lembut, “Dede jangan takut gitu dong,
nyantai aja ya, nanti kaka kasih kepuasan deh, dijamin dede tepar,
yaaa.. dede mau kan?”<br /><br />“Errr… ka…” kata Andi sambil menggigit bibir bawahnya. Rupanya dia mulai menyadari ada kejanggalan dari kakaknya ini.<br /><br />“Iya de?? Hm…” Putra mengecup pelan bibir Andi. <br /><br />Andi berusaha mendorong tubuh putra dengan hati-hati, “Maaf ka, aku normal, aku ga berani bertindak lebih…”<br /><br /><span id="dtx-highlighting-item">Tanpa </span>memperdulikan Andi, Putra terus mengecup bibir Andi dengan liar, Andi<span id="dtx-highlighting-item"> yang </span>tadinya berontak terpaksa pasrah juga karena tidak sanggup menahan kekuatan seniornya<span id="dtx-highlighting-item"> yang </span>lebih hebat.<br /><br />“Dede,
maafin kaka, kaka gak tahan lagi,” ciuman Putra berpindah ke leher
Andi, dijilat, dan kadang gigitnya perlahan leher jenjang Andi.<br /><br />“Enghhhh… aaaahhhh…. O-ooooohhh…. Geli ka…”<br /><br />“Tuh kan.. dede malah menikmatinya.. udah dede jangan takut, ayo kita bermain sampai puas,” katanya<span id="dtx-highlighting-item"> yang </span>menjilati kuping Andi.<br /><br />“Ughhhh… ahhh… ka…” Andi memeluk erat pinggang Putra.<br /><br />Ciumannya
kembali turun keleher Andi kemudian turun ke dada Andi, dia jilat dan
Hisap puting dada Andi dengan gemas sehingga membuat Andi tidak bisa
menahan erangan, “Aaaakhh… uuuuhhh… oooooohhh… kaka, geli aaaahk… makin
sange rasanya… ughh.. kaka nih gak adil nih, masa Cuma aku<span id="dtx-highlighting-item"> yang </span>telanjang? Kaka juga dong!”<br /><br />“Hahahaha
si dede udah berani nuntut ya… nih kaka buka,” katanya sambil melucuti
pakaiannya, mata Andi sedikit terbelalak melihat begitu indahnya lekuk
tubuh Putra, seperti sebuah karya seni.<br /><br />“Badan kaka bagus sekali, aku jadi iri kurus banget nih badanku.”<br /><br />“Nanti
juga badan dede bagus, emm gak kurus kok, badan dede sedang dan sangat
nikmat untuk dijilati,” katanya kemudian menjilati perut Andi dan
memainkan lidahnya di pusar Andi.<br /><br />“Aaaaah… enak ka… enghhhhh… uuuuuh….” <br /><br />“De, kita ambil posisi 69 yuk!”<br /><br />“Emmmh… iya.. aku nurut apa kata kaka saja,” kata Andi, dengan segera dia ubah posisinya seperti<span id="dtx-highlighting-item"> yang </span>direncanakan, Andi kini mulai berani bertindak extrim, mungkin terbawa hawa nafsu<span id="dtx-highlighting-item"> yang </span>semakin tinggi, Andi mengocok penis putra dan menghidap bola-bola milik seniornya tersebut.<br /><br />Putra
hanya terseyum senang melihat partnernya sudah mulai aktif, dia juga
tidak mau kalah, dia hisap penis Andi kuat-kuat dan meremas-remas bola
Andi, kadang juga dia masukkan jari tengahnya ke lubang anus Andi, dan
Andi sedikit menggerang disela-sela aktifitasnya.<br /><br />Tak lama
kemudian, setelah puas saling isap Putra mempercepat kocokannya pada
penis Andi dan Andi pun tidak bisa menahan lagi… CROOTTT… CROOOTTT…
CROOT…<br /><br />“Oooooooohhh… aaaakhhhhhh….” Erangan Andi semakin kencang dan Andi juga berniat melakukan hal<span id="dtx-highlighting-item"> yang </span>sama pada penis Putra, tapi sempat Putra cegah.<br /><br />“Jangan dulu de, belum waktunya permainan kita berakhir,” katanya sambil mengecup bibir Andi lagi.<br /><br />“Kenapa sih ka?? Kan belum adil.”<br /><br />“Tunggu sebentar ya de,” Putra mengambil pelicin<span id="dtx-highlighting-item"> yang </span>kemudian ia gunakan pada tangan dan penisnya, Andi sedikit menelan air liurnya melihat pemandangan<span id="dtx-highlighting-item"> yang </span>begitu
nikmat, musim panas ini membuat orang-orang cepat berkeringat dan
lelehan keringat di tubuh sexy Putra membuatnya semakin menggiurkan.<br /><br />“Maaf
ya de,” dia buka lebar paha Andi dan masukkannya jari satu persatu
dalam lubang Andi dan sukses membuat Andi berteriak sejadi-jadinya.<br /><br />“Argghhhh…. Aaaaaaaahhhh… sakitt.. hikh..” erang Andi.<br /><br />“Sabar ya saying, ini belum seberapa,”<span id="dtx-highlighting-item"> tanpa </span>memikirkan rasa takut Andi karna menurutnya lubang Andi sudah siap dijamah, dia masukkan penisnya<span id="dtx-highlighting-item"> yang </span>masih keras itu ke dalam lubang sempit Andi.<br /><br />“Akkkkhhhh… Ooooohhh…. Aaaaaah… Ah.. hikh…” erangan Andi disertai tangisan menggema di ruangan itu.<br /><br />‘’Sabar ya dede sa<span id="dtx-highlighting-item">yang </span>ngeeehhh… oooohh…” Putra mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur, dia hisap juga puting dada Andi untuk<span id="dtx-highlighting-item"> memberikan </span>rangsangan lagi, dia kocok juga penis Andi<span id="dtx-highlighting-item"> yang </span>sempat lemas namun kini tegang lagi.<br /><br />“Sakiiittt… oooooohh… aaaaaahhh..” Andi memeluk erat pinggul Putra.<br /><br />“dede, udah mau keluar aahhhh…” Putra mempercepat enjotannya dan remasan tangannya pada penis Andi CROOTT… CROOOTTT.. CROOTT…<br /><br />Tubuh mereka berdua menjadi basah bermandikan sperma saat mereka klimaks secara bersamaan.<br /><br />“Maaf ya dede, kamu jangan nangis lagi dong,” kata Putra sambil mengecuk kelopak mata Andi<span id="dtx-highlighting-item"> yang </span>berlinang air mata.<br /><br />“Sakit banget di bawah situ ka.”<br /><br />“Sabar ya de, nanti juga hilang dan lama kelamaan akan enak.”<br /><br />“Hikh…”<br /><br />“Maaf ya de, kaka janji akan bahagiakan dede asal dede nurut terus sama kaka.”<br /><br />Andi menatap Putra seolah minta belas kasihan dan Putra mengecup kening Andi, “Kaka… aku saying kaka,” kata Andi<span id="dtx-highlighting-item"> tanpa </span>terduga.<br /><br />“Iya de, kaka juga sa<span id="dtx-highlighting-item">yang </span>banget sama dede,” Putra langsung memeluk kepala Andi dan mereka tertidur.<br /><br />END </b></span></span>hari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8604309521412289906.post-31517403001231548122013-02-07T23:59:00.001-08:002013-02-09T08:38:29.866-08:00Cinta Bersemi Di Seberang Rumah<div class="postbody">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyNWPzCphi3JRDkk-bKowrD-wfpybQBbyykHd81UC1621W50pVaXg2Dkbj7e9iLoh1GMP4IXKb4IHei35zs5hHgANNTv_iDWM9262jLd_XHXGkXvl9eYicyVhasgf2oWdozNVSMq2WJWYQ/s1600/j3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyNWPzCphi3JRDkk-bKowrD-wfpybQBbyykHd81UC1621W50pVaXg2Dkbj7e9iLoh1GMP4IXKb4IHei35zs5hHgANNTv_iDWM9262jLd_XHXGkXvl9eYicyVhasgf2oWdozNVSMq2WJWYQ/s1600/j3.jpg" /></a></div>
<br />
CINTA hadir tanpa batas yang memberikan dirinya
aba-ava kapan akan maju atau mudnur...tetapi datang begitu saja tanpa
kamu sadari ketika dirnya hadir di hatimu...<br />
<br />
Dimas, seorang
eksekutif muda berusia 28 tahun, tampan, berwibawa, gagah dengan postur
yang memikat. tubuh kekar dengan kulit sawo matang yang pekat dan
seksi...senyuman manis, gigi putih dan lesung pipit yang memberikan
harapan akan cinta yang tulus...<br />
ya, dirinya telah menikah 2 tahun
yang lalu...memiliki seorang bayi dan seorang istri yang
cantik...keluarga yang bahagia menurut ukuran orang kebanyakan...<br />
<br />
memiliki
rumah dan kehidupan yang memberikan segalanya membuat Dimas nampak puas
dengan apa yang telah di capainya saat ini, tetapi tinggal dalam sebuah
komplek yang masih baru dan asing membuat dirinya tak banyak mengenal
orang di sekitarnya, apalagi dirinya sangat sibuk dengan segala kegiatan
hariannya di kantor sebuah properti ternama...<br />
<br />
Chris, mahasiswa
yang baru menginjak usianya yang ke 21, lahir dalam sebuah keluarga yang
terlalu sibuk dengan bisnis perdagangan mereka serta ketidak harmonisan
orang tuanya membuat dirinya sangat merindukan kasih sayang seseorang
yang bisa mengayominya. pribadinya menjadi sangat angkuh, sombong dan
arogan...hidupnya hanya dihabiskan untuk menghamburkan uang dan berpesta
menikmati segalanya...<br />
<br />
apalagi fisik Chris yang memang sangat
menawan, tubuh proporsional, wajah oriental dan kulit yang putih
mulus...dengan senyuman khas anak kecil yang begitu polos...<br />
<br />
setiap
pagi Chris selalu melakukan joging pagi dengan mendengarkan ipod yang
sengaja disetelnya keras-keras...secara rumah Dimas dan Chris
berdampingan, mereka selalu bertemu ketika sama-sama hendak melakukan
olahraga pagi mereka...<br />
Dimas adalah pria yang ramah, selalu
memberi senyumannya kepada setiap orang, termasuk Chris,tetapi apa yang
di dapatnya hanya wajah dingin Chris yang langsung berpaling hilang dari
pandangannya...<br />
<br />
tatapn wajah dingin tersebut tidak membuat Dimas kesal tetapi penasaran, siapa diri tetangganya itu?<br />
masih muda, hidup sendiri dan selalu pulang malam setara dengan dirinya yang bekerja...<br />
<br />
selain
itu, Dimas memperhatikan tubuh Chris yang begitu proporsional,
otot-otot muda yang masih dalam proses pembentukan, tubuh sekal, dan
BOKONG yang montok...Dimas terangsang melihat gerakan joging Chris yang
membuat pantatnya bergoyang naik dan turun...<br />
<br />
Dimas, tertawa geli,padahal dirinya sudah menikah...sejenak Dimas tersadar mengusir pikiran tersebut...<br />
Chris,
hanya terdiam...memikirkan kejadian tadi...sekian lama dirinya berada
di lingkungan tersebut...hanya 1 orang satpam yang dirinya
kenal...bahkan tak pernah ada yang memberikan senyuman pada
dirinya...tapi laki-laki ini berbeda...nice smile...Chris hanya berpikir
bodoh untuk menginginkan laki-laki str8 macam dia dalam pikirannya dan
mngembalikan kesadarannya pada kenyataan bahwa dia tak butuh
seseorang...<br />
<br />
Waktu berjalan cepat, setiap hari bertemu setiap hari memandang dan setiap hari hanya memberikan senyuman...Chris yang sadar dengan keadaan tersebut memberanikan diri membuka percakapan...<br />
"hi..."<br />
"Hi too...apa kabar?" dimas membalas dengan hangat...<br />
"hampir
setiap kali ketemu kamu tersenyum, aku nggak pernah nyapa...maaf
dengan???"kalimat menggantung Chris yang ujungnya dilanjutkan oleh
Dimas...<br />
"Dimas...nama gw Dimas..."<br />
"maaf, kita belum sempat kenalan..."<br />
"belum sempat atau kamu yang berlalu terlalu cepat dari pandangan aku..."<br />
kalimat godaan yang diiringin dengan senyuman nakal yang memberi pesona maskulin dalam tatapan mata Dimas...<br />
Chris hanya memerah mukanya..."kita lari bareng?" ajak Dimas mengalihkan pembicaraan...<br />
<br />
Dimas
bercerita semua tentang keluarga dan perkawinannya...kehidupan yang
begitu sempurna...lahir dikeluarga sederhana yang berkecukupan, mendapat
beasiswa s1 dan s2 yang didambakan, serta seorang istri yang adalah
teman kuliah dan anak bayi yang manis dan cantik...<br />
<br />
kebalikan dengan Chris yang nggak terlalu jelas dimana kedua orang tuanya berada, mereka hanya mengirimkan uang-uang dan uang...<br />
Dimas sangat tersentuh...mereka duduk setelah berlari cukup jauh...<br />
Dimas, merangkulkan tangannya di pundak Chris...mendekapnya dekat dan membelai rambut dikepalanya...<br />
Chris merasa sangat nyaman...<br />
"jangan takut, kita semua memiliki masalah...tetapi semuanya akan baik-baik saja pada waktunya..."<br />
kalimat dimas yang menguatkan Chris...<br />
<br />
Mereka berpisah setelah ngobrol beberapa saat...kegiatan yang mengharuskan mereka berpisah...<br />
waktu
yang berjalan cepat membuat semuanya berakhir cepat pula...pukul 23.30,
hampir tengah malam...Dimas baru pulang dan mengetuk rumah, ternyata
dirinya lupa membawa kunci rumah...<br />
Chris yang mendengar mobil dimas
yang datang sedikit senang dengan hal tersebut...membuka pintu rumahnya
dan menanyakan ada apa dengan diri Dimas...<br />
<br />
"Hem...hi...malam..."suara ragu Chris memecah keheningan...<br />
"Oh,hi malam Chris..."<br />
"ada apa kak...boleh ku bantu?"<br />
"aku kehilangan kunci rumah atau bahkan aku nggak bwa...tadi kekantor aku kesiangan jadi buru-buru..."<br />
"wah, pasti karena aku yah ngobrol..."wajah polos Chris memberikan keibaan dalam hati Dimas...<br />
"no...bukan
salah kamu, aku kurang tanggung jawab..."sambil menepuk pundak dan
mengelus sejenak pipi Chris...dirinya begitu terbua...<br />
"Kak...apa malam ni ngipa di rumah aja...uda kemaleman juga, lagian dingin kan disini, bangunin orang rumah juga kasihan..."<br />
"iya juga sih...tapi..."Dimas yang ragu langsung di hardik oleh Chris...<br />
"sudah
lah...kalo kakak nggak mau aku merasa bersalah nih..."Tatapin Chris
yang merasa bersalah pada Dimas tak mampu di tokanya...<br />
<br />
Dimas menginap malam itu di rumah tetangganya...ya Chris...<br />
melihat
isi rumah yang begitu lux walau tipe minimalis di luar...dimas
emastikan Chris adalah orang yang berkecukupan bahkan lebih...<br />
menyusuri
rumah, melihat beberapa majalan dan terselip majalah GAY...nampak oleh
Chris dan dengan sigap dimas menyembunyikannya...<br />
<br />
Dimas bergegas mandi, handuk dan baju hangat disiapkan seta celana pendek yang cukup untuk Dimaspun sudah disiapkan...<br />
selesai mandi engan mengenakan handuk yang membalut bagian pingganggnya saja Dimas menghampiri Chris...<br />
"Chris, bajuku dimana?"<br />
Chris
yang tersentak melihat tubuh Diman dengan dadabidang dan otot six pac
di perutnya dengan bulu halus menelusur di setiap lekukannya...<br />
<br />
"maaf kak, aku cuci...aku uda siapin baju kaka di atas meja kamar tamu..."<br />
Chris langsung bergegas kedapur dan sejadinya menahan tawa geli, girang atau hasrat yang dirasakannya...<br />
<br />
Chris
yang sedang menutup wajahnya karena malu...kaget dengan sebuha sergapan
memeluknya dari belakang secara cepat...mendekapnya erat dan
hangat...Chris hanya menganakan celana pendek ketat dan tengtop, ada
suara berbisik...<br />
"maafkan aku...kamu begitu MENGGODA pikiran ku..."<br />
Dimas...itu suara Dimas...<br />
<br />
Berbalik dan menatap mata Dimas...GAIRAH, HASRAT SEXUAL dan LUAPAN keinginan bercinta nampak dalam api dimatanya...<br />
"G mau lo menjadi pemuas gw...lo HOMO kan, lo suka sama KONTOL kan..."<br />
Chris hanya diam agak tersentak kaget, takut tetapi begitu bahagia...<br />
menyentuk
tubuh maskulin Dimas, menempelkan tangan di dadanya dan melihat
KEJANTANAN Dimas yang begitu indah dengan bulu-bulu lebat di
sekelilingnya...<br />
<br />
sergapan cepat, tangan dimas di rambut Chris,
mengarahkan pertemuan BIBIR Dimas dengan Chris...menciumnya begitu
hangat dan dalam, ciuman cepat dengan sedotan yang kuat dari seorang
pria yang tampan dan perkasa...menunjukan arogansi dan otoritasnya
terhadap bibir Chris...<br />
<br />
Dimas membuat Chris berjongkok,
mengahadapkannya pada BATANG KEJANTANANNYA yang Ngaceng...Chris tau yang
diminta dan diinginkan Dimas, segera menghisap KONTOL Dimas dengan
nafsu yang membeludak...<br />
KONTOL dimas yang hampir mencapai 20 cm, memenuhi rongga mulut Chris...<br />
<br />
menariknya
kembali naik...dengan tetap menjambaknya, membenamkan wajah Chris di
KETIAKNYA...Chris menjilati dengan segera, menelusuri ketiak
tersebut...aroma wood dan musk dari sabun yang begitu
maskulin...menelusuri dada bidangnya sampai pada pUTING SUSU Dimas yang
hitam dan besar...menjilatinya bagai seorang anak kecil yang menjilati
gula-gula...<br />
<br />
Dimas kemudian menelanjangi tubuh Chris, membuka
pakaiannya...berganti menghisap PUTING SUSU Chris...menegakan tubuh
Chris hingga bergeliat kenikmatan dengan permainan lidah dan Bibir Dimas
di PUTING SUSU Chris...tubuh mulus dan putih bersih...<br />
segera
membuka paksa celana pendek ketat Chris dalam keadaan berdiri dan
membalikannya sehingga Dimas dengan leluasa mencumbui bagian belakang
Chris...<br />
<br />
Dimas menyusuri setiap jengkal tubuh Chris dibagian
punggungnya hingga ke PANTAT...membuka bagian ANUS Chris...menjilatinya
dan sesekali memukul BOKONG Chris...<br />
Menjilati LIANG DUBUR Chris...memberinya rangsangan hebat bagi Chris...<br />
KONTOL
Chris NGACENG...Dimas mengocoknya dari belakang...tetapi tak lama Dimas
bangkit dan menggigit-gigit kecil telingan Chris...<br />
"ini saatnya..."<br />
"hem..."Chris hanya mendesah...<br />
"saatnya g bukatikan kejantanan g...BATANG KONTOL gw akan membenam dalam tubuh lo, Lo mau kan?"<br />
"aaaccchhh..."Chris yang birahi hanya mendesah...<br />
Dimas menggesekan BATANG KONTOLnya di sekitar PANTAT Chris...<br />
Mereka berdua larut dalam birahi mereka...<br />
"Rasakan nih KEJATANAN BATANG KONTOL gw..."<br />
<br />
Dimas melumasi batang KONTOLnya hanya dengan ludah...memaksakan masuk pada LIANG ANUS Chris...<br />
sedikit sakit...tetapi mudah karena Chris memang sudah sering melakukannya, tetapi bukan dengan PRIA SEJANTAN Dimas...<br />
"sekarang gw ENTOT lo..."<br />
"FUCK me harder beby..."achhh achhh achhh...<br />
<br />
Dapur tersebut menjadi saksi bisu...<br />
Dimas
MENGENTOT Chris dengan berdiri...melakukan gerakan keluar masuk,
MEMBENAMKAN BATANG KEJANTANANNYA di dalam DUBUR Chris...gerakan dengan
ritme yang sesuai...<br />
sesekali mereka berciuman...Dimas mengagumi bibir cantik Chris...<br />
<br />
beberapa
lama Dimas berganti gaya, membaringkan Chris di atas meja dapur dan
kembali MENGENTOT LOBANG DUBUR Chris yang memerah akibat gesekan KONTOl
Dimas...mencumbuinya hingga puas...<br />
BATANG KONTOL Dimas membenam puas
di sana...Dimas kemudian menggendong Chris sambil tetap ENTOTAN
dilakukan...berciuman begitu lama...<br />
<br />
Chris tak kuasa menaham ORGASMENYA menyemburkan cairan putih kental, CAIRAN KEJANTANANNYA ke tubuh Dimas...<br />
Dimas masih tetap menggenjot ENTOTANNYA...<br />
hingga
hampir 2 jam...Dimas memulai orgasmenya...mengocoknya Di dalam MULUT
Chris...menumpahkan cairan PRJUH terseput tepat di tenggorokan Chris...<br />
<br />
mereka kelelahan...saling berpelukan dan beralih kedalam kamar tidur tamu, Dimas memeluk Chris di dadanya...<br />
mereka terus saling berciuman...tersenyum dan memberikan gerakan-gerakan jahil diantaranya layaknya pasangan baru...<br />
"Dim..."chrs memanggil Dimas dengan nama..."apakah ini serius atau lo menjadikan g pelampiasan lo"<br />
"Chris
aku ngak mengerti dunia seperti ini dan kenapa gw melakukannya sama lo,
tapi sejak pembicaraan kita atau bahkan pertemuan pertama kita...g
sangat menaruh perhatian sama lo...apalagi g tau masalah lo, semakin
rasa untuk melindungi lo semakin besar..."<br />
<br />
"tapi lo uda punya istri Dim?"<br />
"semua bisa di atur...kita kan tetangga..."Dimas tersenyum nakal...<br />
tetapi Chris tetap takut merasa kehilangan...<br />
kelelahan menghampiri mereka dan membuat keduanya lelap tertidur...<br />
<br />
Hari
berganti, semuanya tetap berjlan baik hanya yang berubah...kini
tetangga tercinta semakin Akrab...Dimas dan Chris selalu jalan
bersamaan..joging, mengantar ke kampus dan makan malam rahasia diantara
keduanya...<br />
Dimas menemukan perasaan baru terhadap laki-laki (Chris) cinta yang membuatnya begitu bernafsu...<br />
Chris, mulai meyakinkan dirinya untuk merubah keadaan dari seorang hedonis menjadi pembangun lingkungan sosial...<br />
Hubungan mereka tetap menjadi rahasia...rahasia TETANGGA di SEBERANG RUMAH...</div>
hari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8604309521412289906.post-90539952280045548652013-02-05T23:39:00.002-08:002013-02-05T23:39:47.876-08:00Sunset Terakhir (Fiksi) Part 4<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjak7gksPx_IanYcdWK7ddQQh4bIFOgejz0gl9P2yweQWuOjUCd78bdKSyUq5ej6DQaJQI0MJxjbwYSLw6RQxLkJrj0i7HeHbNkYBgBVfgy0fe_tjfHb1Hhjg3TZ1Mx8iIyimAZZ3yDMuIJ/s1600/sun4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjak7gksPx_IanYcdWK7ddQQh4bIFOgejz0gl9P2yweQWuOjUCd78bdKSyUq5ej6DQaJQI0MJxjbwYSLw6RQxLkJrj0i7HeHbNkYBgBVfgy0fe_tjfHb1Hhjg3TZ1Mx8iIyimAZZ3yDMuIJ/s1600/sun4.jpg" /></a></div>
<br />
<br />
<br />
<br />
<b><span style="color: blue;">By. Ajieseno</span></b><br />
Ini mungkin memang sudah jadi garis hidupku..<br />Aku terdampar di ruang tahanan ini<br />Sungguh aku tak mengira akhirnya berurusan dengan yang namanya polisi.<br /><br />Ruang tahanan ini tidak begitu luas<br />Di pojok terdapat ruang toilet kotor.<br />Alas tidur hanya tikar…<br />Akhh…bagiku tak masalah, bukankah aku terbiasa dengan udara malam yang dingin.<br /><br />Ini mungkin akibat karena aku tak bisa mengendalikan diri<br />Tak bisa menahan emosi<br />Entahlah, aku yakin, suami manapun akan berbuat seperti yang aku perbuat.<br />Dan emosi memang telah membutakan mataku.<br /><br />Aku terduduk lesu…<br />Tadi selama hampir lima jam aku di periksa<br />Di cecar dengan bermacam pertanyaan dengan nada emosi<br />Dan dari sini aku yakin, aku semakin benci pada polisi.<br />Dan disini aku paham..hukum rimba berlaku, siapa berani, dia yang menguasai.<br />Termasuk dengan polisi penyidik…<br />Tadi, ketika polis membentakku, aku juga ganti membentak.<br />Bahkan kugebrak mejanya….<br />Aku tak boleh terlihat lemah…<br />Disini, siapapun yang terlihat lemah, hanya akan jadi makanan empuk bagi yang lainnya.<br /><br />Aku terduduk lesu di pojok ruangan..<br />Pikiranku kosong..<br />Capek, ngantuk dan penat luar biasa menderaku.<br />Kulihat bondan tidur dengar suara dengkuran yang keras<br />Di sampingnya pemuda cina yang terlihat sedemikian lemah juga tertidur<br />Hah?...bukankah dia tidak mirip penjahat? Kenapa di tahan?<br />Wajahnya sedemikian polos…jauh dari kesan angker<br />Rambutnya yang lurus hitam sebagian menutupi dahinya<br />Dia meringkuk, sepertinya merasakan kedinginan<br />Kulitnya putih pucat, sangat kontras dengan kulit bondan yang hitam legam<br />Dan di sudut yang lain, lelaki jangkung kurus, dengan tulang-tulang yang terlihat menonjol<br />Dia belum tidur..<br />Sorot matanya kosong…<br />Dia mirip orang stress.<br />Akhhh…disini aku menemukan dunia yang aneh dengan manusia-manusia yang aneh pula.<br />Dan dalam sekejab aku telah tidur diatas tikar lusuh tanpa bantal.<br />
<br />
<br />
*********<br />
<br />
<div class="postbody">
Kubuka mataku pelan<br /> kurasakan ada ujung jari kaki seseorang mengusik tidurku<br />Jari kaki yang berusaha membangunkanku.<br /><br />Yang kulihat selanjutnya suasana remang terasa.<br />Aku mengejab-ejabkan mataku mencoba untuk membuka mata di tengah badai kantuk.<br />“maass…bangun mas…” suara membangunkanku sangat lirih dan pelan<br /><br />Aku langsung bangkit terduduk<br />Dan baru kusadari sekarang, lelaki kurus dan ceking membangunkanku.<br />“ada apa?”<br />Sepi sekali…<br />Mungkin ini sekitar jam dua malam<br /><br />Lelaki itu menoleh dan menunjuk disudut ruangan lain<br />Kulihat dengan rasa tak percaya….<br />Dua tubuh bertumpuk..<br />Keduanya membelakangiku sehingga tak melihat ketika aku duduk mengamatinya.<br />Tubuh yang atas aku yakin itu bondan<br />Dan yang bawah…hmmm…cowok berkulit putih itu.<br />Mereka bersetubuh<br />Tidak ada erangan..<br />Hanya dengus nafas keras si bondan terdengar<br />Aku melotot tak percaya..<br />Baru kali ini aku melihat peristiwa sodomi.<br />Tubuh gempal bondan terlihat sangat cepat menusuk pantat cowok itu..<br />Dia tak berdaya…<br />Tidur tengkurap dan terkulai.<br />Aku masih terbengong tak percaya<br /><br />“mas…”pemuda kurus kembali berbisik<br />Aku menatapnya<br />“masse itu di perkosa mas, dia kelihatannya sudah mati”<br />“hah” aku kaget<br />Pantas saja cowok berkulit putih itu terkulai<br />Mungkinkah dia mati?<br /><br />Ini perkosaan!<br />Biadap…<br />Keji..<br />Ini mirip hewan saja<br />Naluriku kembali bangkit<br />Emosiku meluap…<br /><br />Rasa kantukku tiba-tiba lenyap<br />Aku bangkit…<br /><br />“hey anjing….kau apakan lelaki itu hah?” aku berteriak keras<br /><br />Si bondan menggelinjang kaget<br />Dia menghentikan aktifitasnya<br /><br />Diapun bangkit dan berdiri<br />Tubuhnya sungguh jelek<br />Hitam gendut dan dalam keadaan telanjangpun dia tetep terlihat jelek<br />“hehehehehhee….anak manis, kamu juga ingin mencicipi kontolku ya?”<br />Aku berdiri membeku<br />Darahku mendidih…..<br />Pelan bondan mendekatiku<br />Kontolnya yang hitam dan besar tegak mengacung<br />Dia masih tersenyum mengerling…<br />Berjalan pelan mendekatiku…<br />Di tinggalkannya tubuh cowok cina yang terkulai tak berdaya di lantai<br />Dan…<br />Kali ini aku benar-benar waspada…<br />Kugenggam pisau lipat kecil di tangan kiriku.<br />Aku tak peduli lagi…<br />Sudah cukup banyak kejadian hari ini yang membuatku gila….</div>
<div class="postbody">
</div>
<div class="postbody">
Bersambung... </div>
hari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-8604309521412289906.post-79265607193694598302013-01-28T00:09:00.001-08:002013-02-09T08:07:01.467-08:00Sunset Terakhir (Fiksi) Part 3<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZrLJE49Z11gcQWor2C60CCmk6euCz2QfgYDy6l9F85l2hRWRF_fl5m6eL80qCUC0hk3vmva1P7O2VOXIFNr-HLwakDOF4KzBmM3sg710WHRuWVoi11-yOPCNf4HoIf5MSm50DsLC_02Ma/s1600/sun3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZrLJE49Z11gcQWor2C60CCmk6euCz2QfgYDy6l9F85l2hRWRF_fl5m6eL80qCUC0hk3vmva1P7O2VOXIFNr-HLwakDOF4KzBmM3sg710WHRuWVoi11-yOPCNf4HoIf5MSm50DsLC_02Ma/s1600/sun3.jpg" /></a></div>
<br />
<span style="color: blue;"><b>By. Ajiseno</b></span><br />
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Sepeda
motorku berjalan menyusuri jalanan kota Tangerang<br />
Entahlah perasaanku saat ini sungguh tak enak<br />
Beberapa kali ada gosip, kalau euis…istriku sering ‘dibawa’ laki-laki lain<br />
Beberapa kali, tetanggaku katanya melihat memasuki losmen<br />
Tapi aku tak lantas percaya begitu saja<br />
Euis…begitu manis kalau di rumah<br />
Rasanya tak percaya saja, kalau dia sampai selingkuh<br />
Cuma…tak tahulah…<br />
Akhir-akhir ini dia sering membeli barang bagus<br />
Hmmm…bukannya itu adalah kewajaran bagi seorang wanita?<br />
<br />
Istriku berasal dari daerah kuningan<br />
Sedangkan aku dari kalimantan tengah<br />
Kami bertemu di tangerang<br />
Masa pacaran kami cukup singkat hanya sekitar tiga bulan<br />
Sebuah acara pacaran yang ‘panas’ dan tak terkendali<br />
Hingga istriku hamil duluan sebelum kami menikah<br />
Akhhh…..<br />
Aku memang masih begitu muda dan jauh dari pantauan orang tua<br />
Gejolak birahiku begitu gampang tersulut oleh sentuhan jemari wanita<br />
Apalagi…euis sedemikian cantiknya<br />
Dan…<br />
Akhirnya kami menikah…<br />
Walau saat menikah aku seperti sendiri<br />
Ibuku yang sudah tua dan miskin tentu tidak dapat ke pulau jawa<br />
Demikian juga dengan kakakku satu-satunya<br />
Memang kami dari keluarga miskin<br />
<br />
Pernikahan kami digelar dengan sederhana<br />
Selanjutnya kami kembali ke tangerang…meneruskan hidup berdua<br />
Dan….<br />
Sepertinya petaka sehabis perikahan datang<br />
Aku di PHK oleh perusahaan meubel tempatku bekerja<br />
Beberapa waktu lalu, pabrik meubel tempatku bekerja terbakar<br />
Dan selanjutnya….ada pengurangan pegawai secara besar-besaran<br />
Istriku sejak menikah juga keluar dari buruh pabrik garmen<br />
Jadilah kami berdua pengangguran….<br />
<br />
Dan…satu-satunya keahlianku yaitu tambal ban<br />
Akhirnya aku membuka kios kecil tambal ban sepeda motor di pinggir jalan<br />
Dari sinilah aku berusaha menafkahi keluargaku<br />
<br />
Dan istriku bekerja di salon yang tidak terlalu jauh dari rumah<br />
Aku tak paham dengan pekerjaan salon<br />
Yang kutahu pekerjaan salon bukanlah pekerjaan yang berat<br />
Sehingga kuijinkan walau dia dalam kondisi hamil<br />
Sebuah perjuangan hidup yang keras di ibu kota<br />
<br />
Aku mengendarai sepeda motorku dengan pelan<br />
Suasana panas kota Tangerang tak kuhiraukan<br />
Dan salon tempat istriku bekerja sudah nampak<br />
Sebuah salon yang sebenarnya tak begitu besar dan ramai<br />
Sebuah salon biasa…<br />
<br />
Dan pelan aku berhenti di bawah pohon….<br />
Menanti …<br />
Menanti sebuah kebenaran akan kabar miring tentang istriku<br />
Akhhh….mengapa juga aku percaya?<br />
Bukannya gosip dalam sebuah rumah tangga itu adalah hal yang biasa?<br />
Tapi aku sedemikian penasaran<br />
Ketika kemaren tetanggaku bilang<br />
“coba saja jam sebelas siang…saat istrimu istirahat, kamu pasti akan tahu…”<br />
Dan sekarang jam 11 siang<br />
Saat jam istirahat siang…<br />
<br />
Aku menunggu…<br />
Seperti mata-mata..<br />
Menunggu istriku keluar<br />
Jam seperti terhenti berdetak<br />
Terasa sedemikian lama<br />
Dan…<br />
Akhirnya terlihat juga…<br />
Istriku keluar…<br />
Dengan seragam kerja yang sexy<br />
Istriku memang cantik<br />
Di belakangnya….<br />
Seorang lelaki setengah baya<br />
Berdasi, berjas….berjalan sambil merokok<br />
<br />
Dan….diriku….tercengang<br />
Bagai di sambar petir<br />
Melihat Keduanya masuk ke dalam sebuah mobil<br />
Aku sepertinya tak lagi menginjak bumi<br />
<br />
Akhhh…rasa penasaranku belum jga habis<br />
Mobil bergerak<br />
Dan….<br />
Dengan cepat aku mengambil sepeda motorku<br />
Membuntutinya…..<br />
Akhhh….sungguh aku tak mengira<br />
Sungguh tak mengira<br />
Istriku selingkuh di belakangku<br />
Benar saja…<br />
Benar saja….<br />
Mobil menuju losmen yang tak jauh dari salon…<br />
Dan aku terhenti<br />
Lemas sudah seluruh ragaku dengan pemandangan di depanku<br />
Sekali lagi…aku benar-benar tak percaya</span></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
************</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">“Gubraaakkkk”<br />
Sebuah sentakan kakiku yang dengan sekuat tenaga menjebol pintu kamar losmen.<br />
Aku baru sadari, kekuatan seseorang di puncak emosi sedemikian dasyat.<br />
Hanya dalam satu sentakan kaki, pintu kayu ini lepas dan pecah.<br />
<br />
Aku berdiri kaku….<br />
Di belakangku dua orang pegawai losmen berdiri gemetar.<br />
Tadi aku sempat bertengkar dengan pegawai losmen.<br />
Aku ingin kunci kamar yang di tempati istriku.<br />
Tapi sepertinya semua menutupi adanya istriku di salah satu kamar losmen ini.<br />
Akhirnya aku paksa….<br />
Kukeluarkan golok dari bali bajuku…<br />
Kuseret dan kuancam…<br />
Kusuruh menunjukkan kamar tempat istriku berzina dengan lelaki hidung belang.<br />
<br />
Dan sekarang aku berdiri kaku…<br />
Emosi telah menguasai jiwaku..<br />
Hatiku mendidih..<br />
Tubuhku bergetar hebat, hingga tangan yang sedang memegang olok rasanya ikut
tergetar.<br />
<br />
Di depanku…<br />
Di sana.<br />
Tak jauh dari aku berdiri terpaku<br />
Sepasang manusia tanpa sehelai benangpun melompat dari ranjang.<br />
Darahku benar-benar mendidih menahan emosi<br />
Mataku tak berkedip serasa tak percaya..<br />
Di depan sana..<br />
Diatas ranjang…<br />
Euis istriku, bugil dan beringsut di pojok kamar<br />
Tubuhnya menggigil ketakutan.<br />
Kulihat tangannya menggapai apapun untuk menutupi tubuhnya.<br />
Dan di sampingnya…<br />
Keadaan yang sama<br />
Seorang bapak-bapak gendut<br />
Dengan tubuh penuh peluh <br />
Melotot memandangku.<br />
<br />
Pelan aku melangkah…<br />
Mendekatinya…<br />
Seperti harimau yang akan menerkam korban yang tak lagi berdaya<br />
<br />
“mas..mass…tahan emosi mas…masss…” suara petugas losmen penuh ketakutan<br />
Aku tak lagi peduli<br />
Emosi telah menguasaiku<br />
Ada rasa marah, kesal menyatu dalam darah yang mendidh<br />
<br />
“hey…siapa kamu hah?” suara lelaki gendut sambil melotot memandangku<br />
“mas….” Hanya itu yang kudengar dari desisan lirih istriku<br />
Aku tersenyum mendekat…<br />
“akuu? Hmmmm…pengin tau siapa aku? Aku pencabut nyawamu, halal darah seorang pezina
seperti kalian”<br />
<br />
Lelaki itu melotot kaget…<br />
“mas..sabar mas, ada apa ini?” suara bergetar dari lelaki di ranjang<br />
<br />
Aku tak lagi peduli..<br />
Kuangkat golok yang berkilau terterpa sinar lampu kamar<br />
Dan…<br />
Wajah sepasang pezina ini makin pucat…<br />
Bergetar…<br />
Sorot mata penuh ketakutan.<br />
Dan…<br />
Aku tak lagi peduli…<br />
Yang kutahu, dua orang ini haruslah mati…<br />
Saat ini juga!</span></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
***********</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Dengan cepat
aku melompat..<br />
Tanpa sempat dia menolak, sudah kududuki dadanya dan kutempelkan golok tepat di
lehernya<br />
Dia terpekik<br />
Wajahnya pucat..<br />
Tubuhnya bergetar hebat…<br />
Sangat ketakutan…<br />
<br />
Tak lagi kupedulikan istriku yang semakin menjauh dengan membungkus tubuhnya
dengan selimut losmen yang kumal<br />
Tak kupedulikan dua orang petugas losmen yang berteriak-teriak menenangkanku<br />
<br />
“amm…ammmpun mas, mas siapa?” dia benar-benar gelagapan<br />
Aku tersenyum…<br />
Dalam hati…masih ada waktu sedikit untuk menggorok leher lelaki bajingan ini.<br />
“kamu punya istri?”<br />
Dia mendelik bingung<br />
Golokku semakin menekan lehernya<br />
Ada darah mulai keluar menetes<br />
Tubuhnya semakin tergetar ketakutan…<br />
“kamu punya istriiiiiiiiiiiiiiiiiiiii…?????” aku berteriak keras sekali<br />
Dia tersentak kaget<br />
“iya…iiyyyy…iya”<br />
“bajingan kamu!” aku berteriak lagi kalap<br />
<br />
Dia semakin ketakutan<br />
Aku kembali tersenyum…<br />
“kamu tahu nggak, dia istriku! Gimana rasanya kalau kamu lihat istrimu sendiri
di entot orang lain hah? Bajingaaannnnnn…kamu pantas mati!”<br />
<br />
“ma..ma..mas…..” dia gelagapan<br />
Kulihat kedua tangannya terangkat<br />
“ma…ma…maaf…” dia berusaha bicara sekena mungkin<br />
Aku tak peduli<br />
Kuangkat golokku cepat<br />
Kulihat keringat deras membasahi wajahnya yang bergetar hebat<br />
<br />
“mas fajaaaarrrrr…..” istriku menjerit<br />
Aku menoleh marah kearahnya<br />
“mas…jangan bunuh dia..jangaaannn….bunuh aku saja,aku yang salah! Aku yang
ngajak dia…aku yang salah mas…bunuh aku saja mas..” istriku menjerit sambil
menangis histeris<br />
<br />
“diam lonte busuk!” aku berteriak keras sambil menempelkan ujung golok tepat di
wajahnya<br />
Kulihat istriku juga tergetar ketakutan<br />
Selama bersamanya hampir aku tak pernah marah<br />
baru kali….baru kali ini kesabaranku habis…<br />
“diam kamu lonte…pelacur busuk..penyakit..anjing betina….nanti kamu juga aku
bunuh …harus …harus kubunuh” aku melotot marah luar biasa.<br />
Kedua tangan istriku juga terangkat …<br />
Selimut yang menutupi tubuhnya melorot<br />
Memperlihatkan payudaranya yang putih<br />
Cuihhhh…tiba-tiba aku mual melihat tubuhnya….<br />
Tubuh busuk bekas orang lain<br />
“masss…sabar mas…”istriku kembali memohon<br />
“diaaaammmmm…!” aku kembali menjerit<br />
<br />
Kembali kuarahkan golok tepat di leher bandot tua<br />
Lehernya yang besar mulai mengeluarkan darah…<br />
Aku tak ingin membunuh dengan cepat<br />
Pelannn……<br />
Seperti menyembelih ayam<br />
Kutekan golok…<br />
Dan darah mulai deras keluar…<br />
Kudengar istriku menjerit panjang minta pertolongan<br />
Tapi semua tak lagi dapat menghentikanku<br />
Bandot tua ini mulai gelagapan<br />
Dadanya naik turun tajam kurasakan di pantatku<br />
Seiring dengan darah yang semakin deras keluar di mata golokku.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
*************</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
“jangan bergerak! Angkat tangan! Jatuhkan senjata ke
samping! Cepat! Kami hitung sampai lima hitungan…” suara keras di belakangku.<br />
Dengan cepat aku menoleh…<br />
Dua orang polisi dengan pistol langsung terarah ke arahku…<br />
Polisi itu mulai menghitung<br />
Tiba-tiba emosiku lenyap seketika…<br />
Kuangkat tanganku..<br />
Dan kujatuhkan golok sesuai instruksinya.<br />
Aku menyerah..<br />
Tapi aku puas.<br />
<br />
Dan tanpa kusadari, kedua tanganku telah ditekuk ke belakang<br />
Aku diborgol, mirip pencopet yang ketangkap.<br />
Dengan kasar tubuhku ditarik keluar…<br />
“anda kami tahan untuk kami mintai keterangan!” kata salah satu polisi muda
yang memborgolku.<br />
<br />
Sempat kudengar istriku menangis menjerit-jerit histeris<br />
Dan kehebohan dalam kamar losmen….<br />
Beberapa polisi dan karyawan hotel tumpah…memasuki kamar losmen.<br />
Aku tak tahu lagi selanjutnya<br />
Yang kutahu dengan kasar polisi menaikkanku ke mobil tahanan<br />
Di bak terbuka…<br />
Dengan tangan terikat borgol.<br />
Yang kulakukan saat ini, aku harus bersikap setenang mungkin…<br />
Kuambil nafas panjang…<br />
Kuhirup lagi agar ketenangan memasuki jiwa.<br />
<br />
Dengan cepat aku dimasukkan dalam sel tahanan kepolisian…<br />
Suara pintu jeruji sel gemmerincing ketika di buka<br />
Dan dengan cepat borgol dibuka dan tubuhku di dorong masuk ke dalam…<br />
Semua serba kasar menurutku.<br />
<br />
Dengan cepat aku duduk bersandar di tembok dingin yang kusam.<br />
Kutengadahkan kepalaku sambil kupejamkan mata…<br />
Akhhh…akhirnya aku di tahan juga untuk urusan kriminal<br />
Sebuah per<span id="dtx-highlighting-item">jalanan
</span>hidup yang mungkin harus kulalui.<br />
<br />
“selamat datang di istana kita…” suara berat tiba-tiba terdengar di depanku<br />
Aku kaget<br />
Kulihat di depanku….<br />
Ada tiga orang duduk..<br />
Semua bersandar pada tembok<br />
<br />
Seorang bertubuh gempal, bertatoo di lengan dan mungkin sekujur tubuhnya<br />
Berkulit hitam…sorot matanya kejam, aku paham…pastilah orang ini suka mabuk<br />
Bau badannya menyengat, sangat tidak enak….<br />
<br />
Seorang lagi, lelaki muda…mungkin usianya dua puluhan tahun, berkulit putih dan
berwajah pucat….kurus dengan rambut awut-awutan tak beraturan.<br />
Sorot matanya kosong, mungkin juga dia tidak tahu kalau aku hadir di ruangan
ini.<br />
<br />
Satu lagi, bertubuh tinggi, kurus, dengan rahang menonjol saking kurusnya.<br />
Bibirnya tebal berwarna kehitaman…dia cuek sambil terus menghisap rokok.<br />
<br />
Semua penjahat…<br />
Aku yakin semua penjahat…termasuk diriku saat ini.<br />
Aku tersenyum masam setelah menyadari bahwa semua penjahat…..<br />
<br />
“nama kamu siapa anak manis?” tanya yang gendut bertatto<br />
Kurang ajar! Aku dikatain anak manis…<br />
“fajar” kataku cuek tanpa rasa ingin tahu namanya.<br />
Dia mendekatiku…<br />
Bau badannya semakin menyengat<br />
Dia merangkul pundakku..<br />
Aku semakin risih saja, ingin sekali menghindar, tapi aku tak ingin dia
tersinggung<br />
Aku diam saja…<br />
Aku tak ingin membuat masalah baru..<br />
“namaku bondan….”<br />
Aku terdiam saja..<br />
“kenapa kamu kesini? Kasus apa? Aku kasus pembunuhan” suaranya berat sambil
tersenyum lebar memperlihatkan gigi-giginya yang kuning kehitaman.<br />
Nafasnya bau sampah…<br />
“sama!” ujarku ketus<br />
“hahahahhaha…waduhhh…anak manis ini ternyata bisa kejam juga ya? Aku nggak
mengira, pake apa?”<br />
“apanya?”<br />
“membunuhnya pake apa?”<br />
<br />
Kutatap matanya..<br />
Aku nggak boleh terlihat lemah dihadapannya<br />
Ini rimba yang sebenarnya…<br />
Siapa yang kuat, dia yang menguasai.<br />
<br />
“pake golok, selesai kubunuh, kupotong-potong tubuhnya, kupotong kontolnya
kemudian kusate, kumakan…kumasukkan potongan tubuhnya kedalam kresek…dan
kubuang ke tempat sampahhhh…”<br />
<br />
Dia melotot kaget<br />
“wowwww…si anak manis ternyata psikopat ya?”<br />
Aku semakin jengkel di sebut-sebut anak manis terus.<br />
Di tersenyum mengejek…<br />
“tapi…tapi disini….hmmm” dia berbisik menyemprotkan bau napas paling memuakkan
dipipiku.<br />
“Tapi apa?” aku melotot menantang<br />
“aku yang berkuasa disini!”<br />
“ohhhh…selamat berkuasa ya” jawabku sambil tersenyum sesinis mungkin<br />
<br />
Dia sepertinya agak tersinggung dengan kesinisanku.<br />
“hohoho….makasih, dengan demikian semua harus nurut sama aku disini”<br />
“iya” jawabku pendek ingin segera mengakhiri percakapan.<br />
Dia kembali menepuk pundakku..<br />
“heh anak manis, kenapa kamu membunuh?”<br />
“dia selingkuhin istriku!” jawabku ngasal<br />
“hehehehehe…udah punya istri to? Tapi kok senengnya kontol ya?”<br />
“apa?”<br />
“tadi bilang, kontolnya kamu sate dan kamu makan”<br />
“iya…kontol kamu juga pengin aku makan?” jawabku menantang<br />
Dia melotot kaget<br />
“wowww…jangan di makan lah…diemut saja mirip premen”<br />
“hmmmm…dasar, punya kontol kecil saja pamer!”<br />
“hahahahaha….siapa bilang kontolku kecil hah?”<br />
“kamu, tadi bilang kontolmu mirip premen”<br />
“hahahhaha lucu banget ini anak manis”<br />
<br />
Aku menatapnya tajam<br />
“aku serius”<br />
“hahahahha maksudmu apaan?”<br />
“aku serius! Kalau kamu macem-macem denganku, kupotong kontolmu kusate dan
kumakan”<br />
“hahahhahahaha”<br />
Dia tertawa mengejek.<br />
<br />
Kulirik disampingku<br />
Ada piring makan khas tahanan yang kotor dengan sendok diatasnya<br />
Kuambil sendok…<br />
“hahahhahaha..disini mau motong kontolku pake apa? Pakai gigi? Wowww enaaakkk?’<br />
Dia masih mengejekku…<br />
<br />
Kutunjukkan sendok di depan matanya<br />
“dengan ini!” <br />
“hahahhahahahahha…kontolku mau disendok”<br />
<br />
Aku pernah ikut perguruan tenaga dalam<br />
Semacam bela diri<br />
Bagiku membuat senjata dari sendok sangatlah gampang<br />
<br />
Pelan dihadapan wajahnya<br />
Kupotong sendok…<br />
“klik” dalam satu sentakan gagang sendok telah terpotong<br />
Bagian sendoknya kuremas hingga hingga membentuk lempengan<br />
Bagian gagangnya berbentuk berjeruji ….<br />
Kutunjukkan di depan matanya…..<br />
“pake ini..ini tajam..kontol nggak ada tulang, sangat gampang memotong kontolmu
pake ini”<br />
<br />
Dia melotot kaget…<br />
Beringsut menjauh dari tubuhku<br />
Wajahnya pucat….</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
***********</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Bersambung..</div>
<div class="MsoNoSpacing">
</div>
hari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8604309521412289906.post-91736346126408696342013-01-28T00:06:00.000-08:002013-02-09T08:07:21.528-08:00Sunset Terakhir (Fiksi) Part 2<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlVZ3P_MOSQcDER3AZuZxOAUXEsDmiP-QBC-swBfoerhD6xlcnTEB1331mQzG-CJZe-3D_89WGvMBAdD-nIaS388HInHAJYgaU2-XHjukoJACQQtQinf_9ALY37DBeCVkRyOy_geu3GzhL/s1600/sun2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlVZ3P_MOSQcDER3AZuZxOAUXEsDmiP-QBC-swBfoerhD6xlcnTEB1331mQzG-CJZe-3D_89WGvMBAdD-nIaS388HInHAJYgaU2-XHjukoJACQQtQinf_9ALY37DBeCVkRyOy_geu3GzhL/s1600/sun2.jpg" /></a></div>
<br />
<b><span style="color: blue;">By. Ajiseno</span></b><br />
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div class="MsoNoSpacing">
Perjalanan selanjutnya menyusuri jalanan..keluar dari
pusat kota magelang<br />
Fajar terus berceloteh…<br />
Ternyata baru kutahu, fajar banyak omong juga<br />
Sebagian besar yang dibahas tulisan-tulisanku di gif<br />
Aku Cuma senyum-senyum saja menanggapi<br />
Padahal sebenarnya kepalaku mulai berdenyut, aku pusing akibat goyangan di
mobil tuanya fajar atau mungkin karena bau bahan bakarnya<br />
<br />
Akhirnya pelan mobil menepi<br />
Disebuah bengkel sederhana di pinggir jalan<br />
Terdapat seorang berumur setengah baya sedang manangani sebuah sepeda motor<br />
Beberapa sepeda motor tua tampak berderet di area bengkel<br />
Alat-alat bengkel menambah kesemrawutan bengkel tersebut<br />
Ada bangku panjang di sisi ruangan<br />
<br />
“mas aji, ayo turun”<br />
“mau ngapain?” tanyaku heran<br />
Dia hanya menoleh sambil senyum saja<br />
Membuka pintu mobil dan keluar meninggalkanku<br />
Akupun dengan susah payah membuka pintu mobil yang sedemian seret.<br />
<br />
Aku berjalan pelan menuju bengkel<br />
Beberapa orang duduk dan ada dua orang jongkok menghadap sepeda motor yang
sedang di perbaiki<br />
Bengkel ini lumayan ramai menurutku<br />
Dan seperti biasa, bengkel di area kampung selalu menjadi ajang diskusi tentang
otomotif bagi yang awam<br />
<br />
Kulihat fajar begitu di kenal oleh orang-orang yang ada di bengkel<br />
Pelan aku duduk disisi bengkel, di bangku panjang yang terbuat dari papan<br />
Disampingku ada dua orang yang kelihatannya sedang menunggu sepeda motornya di
service<br />
<br />
Kudengar percakapan mereka<br />
“mas fajar..kok baru datang? Tolong mas, motorku ngadat terus” ucap seorang
yang duduk disampingku<br />
“walah…maaf jo, baru ada tamu je, ini tamu saya dari semarang, gimana kalau
nginep saja, nanti malem kutangani lah”<br />
Orang itu menoleh ke arahku<br />
“sampeyan tamunya mas fajar?”<br />
“iya pak” jawabku sambil senyum dan mengangguk<br />
Kusalami dua orang tersebut<br />
“yo wis kalo gitu, aku tinggal saja motorku, tapi bener lho, nanti malem di
tanganin”<br />
“beres lah”<br />
<br />
Kulihat fajar mendekati orang yang sedang menservice<br />
“pak to…itu di mobil barangnya, sono diambil aku mau ngenter tamuku”<br />
“ohhh yo, dah dapet to”<br />
Selanjutnya kulihat orang tersebut tergopoh-gopoh menuju mobil dan mengambil
kardus berisi sparepart<br />
Fajar duduk di sampingku<br />
“jar kamu kerja disini?”<br />
Dia mengangguk<br />
“woww..berarti kau pinter nyervice sepeda ya? Entar motorku kalau rusak kubawa
kesini ya”<br />
“beres lah mas aji, pokoknya kalau rusak bawa sini saja”<br />
‘oke…gratis to?”<br />
“boleh…gratis pokoknya, khusus untuk mas ajiku”<br />
“heheheheh…beres lah, besok lah, pasti kubawa kesini”<br />
“udah yuk, kita kerumah”fajar menarik lenganku<br />
<br />
Kembali aku menuju mobilnya fajar<br />
Kupegang kepalaku..pusing, terutama dengan bau bahan bakarnya<br />
Tau pusing gini, tadi mendingan aku mengikuti mobilnya fajar sambil naik sepeda
motorku<br />
Dan benar saja…<br />
Baru saja duduk, bau bahan bakar menyeruak <br />
“masih jauh rumahmu jar?”<br />
“nggak kok…tuh”<br />
Fajar menunjuk rumah dipojok jalan sekitar 100 meteran<br />
“mana?”<br />
“itu yang bercat putih”<br />
“ohhh…aku jalan saja ya?”<br />
‘apa? Nggak usah mas, satu menit nyampe kok”<br />
Dan deru mobil kembali terdengar<br />
Benar-benar mobil busuk…baunya begitu menyengat membikin mual dan pusing<br />
Akhh lega rasanya<br />
Akhirnya sampai juga dihalaman rumah bercat putih…<br />
Sepi<br />
Benar-benar sepi..<br />
Seperti rumah tanpa penghuni</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
*************</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Rumah ini benar-benar sepi…<br />
Agak gelap untuk ukuran siang seperti ini<br />
Fajar masuk dengan tergesa dan langsung membuka jendela yang ada disisi ruang<br />
“masuk mas aji…” ujarnya masih cuek mengambil ini itu<br />
Ada beberapa pakaian anak-anak yang diletakkan di kursi tamu<br />
Dengan santai<span id="dtx-highlighting-item">
aku </span><span id="dtx-highlighting-item">duduk
</span>di kursi tamu<br />
Fajar langsung ke belakang<br />
<br />
Dan…..<br />
Dalam hitungan menit dia telah membawa air minum dan beberapa makanan ringan<br />
Ternyata fajar telah menyiapkan segala sesuatunya untuk ‘menyambutku’<br />
Dia<span id="dtx-highlighting-item">
tersenyum</span>…<br />
“Mari diminum mas…hari ini pokoknya<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>seneng banget mas aji kesini, ayoo mas”<br />
Kutatap air sirup di gelas<br />
Kuambil…”jarrr…”ujarku pelan<br />
“ya mas…”<br />
“ini nggak diberi obat perangsang to?” cand<span id="dtx-highlighting-item">aku </span>sambil pura-pura khawatir<br />
“hahahahhaha…ya iyalah…minum saja mas, pasti entar mas aji terangsang
hahahahaha”<br />
Kembali<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>terpana
pada gigi-giginya yang rapi dibalik tawanya<br />
<br />
Kuminum…setengah<br />
“iya neh…<span id="dtx-highlighting-item">aku </span>jadi
terangsang jar…gimana neh?” cand<span id="dtx-highlighting-item">aku </span>lagi<br />
“wayyyyaakk….langsung bereaksi to?waduhh padahal<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>belum
siap lho hahahhaha”<br />
Fajar masih saja tertawa<br />
Kalau sudah gini<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>akan terus candain dia agar bisa terus
melihat tawanya yang manis sekali<br />
<br />
“eh jar…”<br />
“ya mas”<br />
“kapan neh mau servis seped<span id="dtx-highlighting-item">aku</span>?”<br />
“lho sepedanya kan diparkiran masjid”<br />
“ya udah, berhubung sepedanya nggak ada, orangnya aja ya?” ujarku sambil
berkedip<br />
“hahahahhaha…boleh…boleh…entar deh kuperiksa businya…masih berfungsi tidak?”<br />
“waduh jar..businya di dalam kan, harus pakai alat untuk membukanya jar,
emangnya kamu punya alatnya po?” ujarku senyum-senyum menggoda dia<br />
“heheheheheh…jo kuatir mas, soal buka busi ditanggung ahli lah hahahha”<br />
Fajar masih saja tertawa<br />
<br />
Selalu kutatap tanpa berkedip saat dia tertawa<br />
Inilah keunggulan ‘seorang’ fajar<br />
Dia kalau dalam keadaan diam, cenderung ‘berwibawa’ tapi jika sudah tertawa
maka akan berbalik seratus derajat…dia cakeeepp sekali.<br />
<br />
“jar ..beneran kamu kerja di bengkel tadi?” tany<span id="dtx-highlighting-item">aku </span>lagi <br />
Kali ini<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>dengan
raut wajah serius<br />
“bukan..itu bengkel milikku”<br />
“ohh…itu kalau siang mas, kalau malam<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>buka warung tenda nasi goreng”<br />
“waduuhhh…nggak capek tuh?”<br />
“yaahhh namanya saja nyari uang mas, ya nggak capek lah”<br />
“wahhh hebat deh….”<br />
“hebat apaan…<span id="dtx-highlighting-item">Cuma </span>punya bengkel kecil gitu aja hebat,
mungkin itulah mas, makanya<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>nggak berani nongol di GIF, anak-anak GIF
sebagian besar kan anak kuliahan mas, kalaupun kerja kebanyakan pegawai
kantoran kayak mas aji ini, uhhh minder juga mas, apalagi<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>kan
kerjaannya kotor…di bengkel gitu”<br />
“waahhhh jangan gitu dong, kamu tuh hebat…bener hebat jar,<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>aja
nggak bisa siang malam kerja kayak kamu, lagian sekecil apapun bengkel kamu
jar, ini adalah usaha kamu, bedalah sama<span id="dtx-highlighting-item"> aku</span>,<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>kan bekerja untuk orang lain, tak ada
kebanggaan, makanya kamu tuh harus bangga”<br />
“eh bentar mas..”<br />
Dia beranjak dari kursi dan kembali ke belakang<br />
<br />
“mas aji..makan dulu yuk…udah siap neh” fajar telah di pintu<br />
“wahhh kok jadi repot jar”<br />
“ayolah..”<br />
“oke’<br />
<span id="dtx-highlighting-item">Aku </span>bangkit
menuju ruang tengah<br />
Sebuah meja makan penuh dengan makanan<br />
Gudeg, sayur krecek, telor bacem, tempe goreng dan lalap cabai rawit hijau<br />
<span id="dtx-highlighting-item">Aku </span>benar-benar
terpana<br />
Fajar menyajikan makanan yang bagiku sangat mengundang selera<br />
<br />
Kami makan begitu lahapnya<br />
<span id="dtx-highlighting-item">Aku </span>suka
sekali rasa gudegnya<br />
Gurih manis, tak seperti gudeg jogja yang cendrung manis legit<br />
Ini sangat gurih…<br />
<span id="dtx-highlighting-item">Aku </span>sampai
lupa diri dengan makannya<br />
<br />
Selesai makan tiba-tiba fajar nyeletuk<br />
“mas..ikut<span id="dtx-highlighting-item"> aku</span>…sini!”<br />
“kemana?”<br />
Dia bangkit..<br />
Kami menuju tangga terbuat dari kayu<br />
Ternyata rumah ini lantai dua<br />
Terhubung oleh tangga kayu<br />
Antik juga<br />
“ke kamarku…”<br />
“hah…ngapain jar?”<br />
“lho katanya mau servis busi…ayoooo…cepetan…” fajar menarik lenganku sambil
senyum-senyum<br />
<span id="dtx-highlighting-item">Aku </span>masih
bingung luar biasa<br />
Pelan<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>naik
tangga dengan hati berdebar</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
************</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Sebenarnya
ini sebuah ruangan sederhana<br />
Lebih tepatnya sebuah loteng (lantai dua) yang kecil<br />
Hanya satu kamar<br />
Di depan kamar hanyalah atap rumah yang dibuat rata sehingga bisa untuk
kegiatan menjemur<br />
Seng yang tebal..<br />
Sehingga kalau kita jalan-jalan di atap rumah layaknya berjalan dihalaman rumah<br />
<br />
Ruangan ini berlantaikan papan kayu yang tebal<br />
Pintunya dua..<br />
Satu menghadap ke timur<br />
Dan satu menghadap ke barat<br />
Dari segala pintu semua pemandangan indah terpancar<br />
Jika kita keluar ke pintu timur maka terhampar deret gunung-gunung yang seolah
sudah disiapkan dengan begitu rapinya<br />
Gunung merapi, merbabu, telomoyo dan gunung andong<br />
Dan aliran sungai elo berkelok mengikuti alur kota magelang menambah elok
suasana<br />
<br />
Dan jika ke barat gunung sumbing begitu besar, tinggi dan dekat<br />
Kokoh seolah menopang bumi<br />
Sangat indah…<br />
Dan …akhhh gunung prau juga terlihat disini<br />
Seperti perahu tengkurap<br />
Terlihat kecil disudut bumi<br />
<br />
Aku berdiri mematung…<br />
Aku tak percaya aku berdiri diatap rumah yang memang sengaja dibuat rata<br />
Aku seperti berdiri di hamparan tanah<br />
Memandang segala pemandangan dengan angin sejuk semilir yang menerpa tubuhku<br />
<br />
“mass…” suara fajar dibelakangku<br />
Aku menoleh tersenyum<br />
“napa?”<br />
“maaf, rumahku jelek ya?”<br />
“iya…jeleeeekkk banget, sampai aku tergila-gila heheheh”<br />
“uhh”<br />
“beneran jar, ini cakep banget, besok kalau aku punya rumah akan kubuat seperti
ini jar”<br />
Kulihat fajar tertawa mendengar jawabanku<br />
<br />
“mas aji sedang liat apa?”<br />
“merapi jar”<br />
“merapi?”<br />
“iya…tak mengira saja, gunung secantik itu bisa begitu ganasnya”<br />
“iya…mirip cewek”<br />
“apa?”<br />
“iya..merapi itu mirip cewek, cantik, tapi sekali dia marah bikin semua
terluka”<br />
“hmmmm….kayaknya kamu punya pengalaman dengan cewek ya ?” tanyaku menyelidik<br />
<br />
Kulihat fajar menghela nafas panjang<br />
“iya mas…”<br />
“hmmm…bisa cerita?”<br />
<br />
Tiba-tiba fajar menarik lenganku pelan<br />
“masuk mas….”<br />
Aku menurut saja<br />
<br />
“duduk mas” <br />
Kami duduk dilantai beralas karpet<br />
“ada apa jar? Serius amat”<br />
Tiba-tiba kulihat wajah fajar yang sungguh berubah<br />
Berubah dengan sedemikian serius<br />
“ada apa jar?” ulangku tak sabar<br />
<br />
Fajar kembali menarik nafas dalam-dalam<br />
“napa aku pengin sekali mas aji kesini, tak lain karena aku punya kisah hidup…yahhh…mungkin
bisa mas aji tulis sebagai cerita baru”<br />
Aku kaget<br />
“apa? Nggak salah jar?”<br />
Fajar menggeleng lemah<br />
<br />
“nggak, mas aji tulis saja kisahku”<br />
‘jar…aku tuh bukan penulis, atau novelis, bukan juga pengarang”<br />
“akhh jangan gitu mas, aku rasa kisahku paling cocok ditulis mas aji”<br />
‘jar…maaf, aku nggak bisa jar, cari yang lain saja “<br />
<br />
Fajar tersenyum<br />
“mas..kisah hidupku sangat menarik jika mas aji tulis”<br />
Aku menggeleng<br />
Sangat berat menulis kisah orang lain bagiku<br />
Serasa ada beban<br />
Atau…<br />
Lebih tepatnya serasa ada tanggung awab yang harus dipikul<br />
Harus bagus..<br />
Harus sesuai pesanan<br />
Akhhh aku nggak mungkin bisa<br />
<br />
“ayolah mas…aku yakin, kisah hidupku paling bagus jika ditulis mas aji”<br />
“jar, napa nggak kamu tulis sendiri saja?”<br />
“haahhahahaah…”<br />
“kok malah ketawa to?”<br />
“aku ngetik aja nggak bisa pa lagi nulis cerita”<br />
“walah sama dong”<br />
“nggak lah, mas aji kan dah banyak nulis tuh”<br />
“aduh jar…tulisan gitu aja”<br />
“udahlah mas….atau…hmmm”<br />
“apaan?”<br />
“mas aji kinta honor?”<br />
“honor apa?”<br />
“honor nulis”<br />
‘gilaaaa…!!!! Ya nggak lah”<br />
“hehehehhe ya udah makanya tulis aja mas”<br />
“hmmm boleh aku tanya jar?”<br />
“ya mas”<br />
“napa kisah hidupmu pengin aku tulis jar?”<br />
“<br />
Fajar terdiam sejenak<br />
<br />
“yahhh…aku punya masa lalu, dan masa laluku bukan hal yang mudah untuk aku
lewati mas, makanya aku ingin selalu mengenang masa laluku sebagai acuan untuk
hidup dimasa depan, dengan ditulis, itu merupakan suatu kebanggan tersendiri
dalm kehidupanku”<br />
<br />
“ohh gitu ya, hmmm penasaran juga dengan kisah hidupmu jar”<br />
<br />
Tiba-tiba kulihat wajah fajar cerah<br />
“jadi mas aji mau , kalau nulis kisah hidupku?”<br />
Aku mengangguk pelan<br />
“ohhh makasih banget mas”<br />
“tapi…dengan syarat jar”<br />
‘apaan mas”<br />
“kamu nggak boleh protes dengan apapun bentuk tulisanku”<br />
“iya..beres mas”<br />
<br />
Tiba-tiba kudengar langkah lari kecil di tangga rumah<br />
Suaranya sangat terdengar, mungkin karena tangga juga terbuat dari papan kayu<br />
<br />
“bapaaakkkk……” suara anak kecil melengking<br />
Seorang bocah berusia sekitar 4 tahunan datang<br />
Rambutnya lumayan panjang lurus lemas dan menutup dahinya<br />
Anak yang cakep<br />
Anak itu berdiri mematung memandangku<br />
Mungkin dia tak mengira ada aku disini<br />
<br />
“riri sinii…ini ada temen bapak…om aji namanya, salaman dong”<br />
Pelan kaki kecilnya melangkah menuju fajar<br />
Dia menggeledot manja di bahu fajar<br />
“salaman dong’<br />
Aku tersenyum langsungh mengulurkan tangan dan dia menyambut<br />
Sebuah telapak tangan mungil yang lembut kurasakan menempel di telapak tanganku<br />
Kucubit pipinya lembut<br />
Dia tersenyum…<br />
“namanya siapa neh? Tanyaku kepadanya<br />
“riri om”<br />
“hmmm nama yang bagus”<br />
<br />
Kupandang wajah fajar<br />
“siapa jar?”<br />
“anakku”<br />
“maksudmu?”<br />
“iya riri itu anakku mas”<br />
“anak angkat?”<br />
“bukanlah…riri itu anak kandung”<br />
“jadi kamu dah berkeluarga jar?”<br />
“iya”<br />
“mana istrimu jar?”<br />
<br />
Fajar menggeleng pelan<br />
“kami sudah pisah kok mas”<br />
Aku terdiam<br />
Semua ini di luar dugaanku<br />
“jadi kamu duda?”<br />
Fajar mengangguk lagi<br />
Kutatap wajah fajar dan riri bergantian<br />
Yah…mereka mirip, Cuma riri berkulit putih<br />
Tapi apapun juga, aku tak mengira…fajar ternyata seorang duda…lebih tepatnya
duren…duda keren</span></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
***************</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Bersambung.. </div>
hari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8604309521412289906.post-57445768020998496542013-01-28T00:04:00.003-08:002013-02-09T08:07:53.410-08:00Sunset Terakhir (Fiksi), Part 1<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhfbLVu9ga0j49yy7bzZYndYrPybzmZX-lMCYHcEZrvP5MpfAK7dzLiTkDr1ZmuIdDoyk9nuIS6Ve1ZGqAyeN9xwD4GpdwbXnXU6p66n4l3WAV9hyfgn5G1C-iHsmUojsuTcZaIg2kIBc8z/s1600/sun1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhfbLVu9ga0j49yy7bzZYndYrPybzmZX-lMCYHcEZrvP5MpfAK7dzLiTkDr1ZmuIdDoyk9nuIS6Ve1ZGqAyeN9xwD4GpdwbXnXU6p66n4l3WAV9hyfgn5G1C-iHsmUojsuTcZaIg2kIBc8z/s1600/sun1.jpg" /></a></div>
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>IN</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><br />
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div class="MsoNoSpacing">
<b><span style="color: blue;"> By. Ajiseno</span></b><br />
</div>
<div class="MsoNoSpacing">
MAGELANG 12.35<br />
Kuselonjorkan kakiku dilantai marmer, dan kusandarkan punggungku di dinding
masjid<br />
Hmmm…begitu sejuk terasa<br />
Entahlah…hampir semua masjid pasti menyejukkan<br />
Pada saat udara panas menyengat seperti saat sekarang ini, istirahat di masjid
menjadi begitu menentramkan<br />
<br />
Saat ini aku sedang janjian ‘ketemuan’<br />
Ketemuan dengan teman dari dunia maya.<br />
Sudah hampir setahun kami berteman akrab, sering chat bahkan sering telepon<br />
Sebagian besar, berisi curhatan tentang kehidupan sehari-hari<br />
Namanya fajar kurniawan, dia anak magelang<br />
Dia anak GIF<br />
Yahh…kami kenalan lewat media GIF<br />
Dia adalah ‘pengagum rahasiaku’ katanya sih, mungkin karena itulah dia selama
ini menjadi ‘silent reader’ di GIF<br />
Heran saja, ada yang mengagumiku<br />
Kadang aku merasa tak pantas untuk di kagumi, andai ada yang suka dengan
tulisan-tulisanku di GIF, menurutku itu wajar, tapi kalau mengagumi, menurutku
ini terlalu berlebihan<br />
<br />
Sampai setahun kami bertemen, belum sekalipun aku melihat sosok nyatanya<br />
Hanya foto kecil di fb….<br />
Berkali-kali dia minta ketemuan, tapi selalu kutolak<br />
Bukan apa-apa, aku saja yang merasa begitu rendah diri untuk sebuah ketemuan<br />
Merasa paling jelek<br />
Paling item<br />
Paling tua…<br />
Sehingga aku merasa tak pantas untuk ketemuan-ketemuan layaknya seorang remaja<br />
Dan…<br />
Bagiku berteman di dunia maya, saling berbagi, bercanda menghilangkan stress,
ini adalah lebih dari sekedar cukup<br />
<br />
Tapi fajar lain…<br />
Dia begitu keukeuh…<br />
“harus ketemu!” katanya dalam sebuah telepon<br />
“nggak ah…entar kamu kecewa setelah ketemu ma aku jar” kataku waktu itu<br />
“emang kecewa napa mas aji?”<br />
“aku jelek jar”<br />
“nggak masalah, aku pengin ketemu mas aji, bukan karena fisik, tapi aku memang
bener-bener pengin ketemu”<br />
“nggak mau, aku sibuk”<br />
“ayolah mas…pokoknya aku pengin ketemuan, kita sudah berteman lebih dari
setahun berteman, mosok aku hanya dengar suara mas aji saja, ayolah mas…”<br />
“nggak ah…cukup lewat internet saja atau lewat hape kan bisa jar, berteman
nggak harus saling ketemu kan?”<br />
“nggak..pokok’e kita harus ketemu, kapan mas aji ke magelang ?”<br />
“nggak tau”<br />
“atau aku yang ke semarang saja ya?”<br />
“jarrrr…..udaahhhh…pokoknya aku nggak mau ketemu jar, aku takut kamu entar
kecewa, aku tuh jelek, dah tua, item…..”<br />
“udaahhhhh…pokoknya mas aji kayak apapun, entar pasti dapat pelukan dariku”<br />
“berarti kamu harus siap-siap muntah”<br />
“hahahahhaha…iya deh, ayolah mas, kapan mas ke magelang?”<br />
<br />
Sesaat aku terdiam<br />
“saat ini aku di magelang jar”<br />
“apa? Mas aji jahaaatttt…”<br />
“lho napa?”<br />
“mosok di magelang nggak bilang ma aku?”<br />
“lho, kamu kan nggak nanya”<br />
“sekarang ya?”<br />
“apanya?”<br />
“ketemuaaaaaaaaaaannnn”<br />
“nggakkk mauuuu”<br />
‘uhh…itu berarti mas aji nggak sayang ma aku, mas …,aku ini ngefans ma mas aji
lho”<br />
“nggak ngaruh jar, mau ngefan ngefen…tetep aku nggak mau ketemu”<br />
“mass…ini bener lho, selain bertemu, aku juga ada bisnis lho?’<br />
“bisnis apaan jar?”<br />
“makanya ketemu, apa mas aji takut kalau kuperkosa ya?”<br />
“heheheheheh…kalau diperkosa sih malah seneng jar , aku Cuma nggak mau kamu
entar kecewa”<br />
“sejuta persen…sejelek apapun mas aji….aku takkan kecewa, swear..sumpah mati ”<br />
“walahhhh”<br />
“sekarang saja ya?”<br />
“apanya?”<br />
“Aduh mas…jangan sok pikun gitu lah”<br />
“heheheeh, iya deh, tapi janji ya…sejelek apapun aku, kamu harus siap”<br />
“siaaappp, pokoknya aku siap ketemu sama mas aji yang super jelek”<br />
“uhhh…jadi bingung jar, aku tuh nggak pernah ketemuan”<br />
“mas kalau bicara fisik, aku juga jelek kok, kuharap mas aji pede saja…nyante
mas, wong Cuma mau ketemu sama fajar saja”<br />
“hmmm oke deh”<br />
“dimana mas?”<br />
“terserah kamu”<br />
Dia kemudian menyebutkan beberapa lokasi untuk ketemuan…tapi hampir semuanya
aku tak kenal lokasi tersebut<br />
Akhirnya solusi terakhir…<br />
“ya udah…di masjid agung mas..ba’da dhuhur, sekalian aku juga mau sholat, tau
masjid agung magelang kan?”<br />
“oke…”<br />
“sekitar jam setengah satu ya mas”<br />
‘oke”<br />
<br />
Sejak pagi jantungku sudah berdebar<br />
Terus terang saja , aku paling jarang ketemuan sama orang-orang yang kukenal
lewat dunia maya<br />
Kupakai celana jeans coklat dan baju kotak-kotak lengan pendek<br />
Aku Cuma mau memberikan kesan santai saja<br />
Akhhh tetap saja hatiku tak santai<br />
Aku begitu berdebar tak karuan<br />
<br />
Aku sudah sholat dhuhur tadi<br />
Saat ini aku di serambi depan masjid agung magelang<br />
Diantara begitu banyak orang-orang yang sedang duduk-duduk atau tiduran<br />
Kupegang hpku<br />
Sekali lagi aku berusaha sesantai mungkin<br />
Memandang alun-alun magelang yang nyata di depanku dengan pohon beringin besar
di tengahnya<br />
Tetap saja tak nyaman<br />
<br />
Tapi yang membuat hatiku tenang<br />
Aku paham betul, fajar kelihatan kalau dia sudah dewasa<br />
Lagian dia anak GIF, yang kutahu..hampir semua anak GIF yang ku kenal baik-baik
hatinya<br />
Aku yakin…fajar juga pasti anak baik-baik<br />
Ini terbukti…<br />
Dia mengajak ketemuan di masjid<br />
Sangat jarang dua orang gay ketemuan di masjid<br />
Sebagian besar ketemuan di hotel atau di tempat wisata<br />
Ini di masjid<br />
Tak mungkinlah kalau fajar bukan anak baik-baik<br />
<br />
Tiba-tiba hp di genggamanku berdering<br />
Ada nama fajar disana<br />
“assalamualaikum mas…”<br />
‘wa’allaikum salam”jawabku<br />
“njenengan dimana mas?”<br />
Dan saat itu juga, aku melihat sosoknya<br />
Tak jauh dari tempat aku duduk<br />
Sosok lelaki bertubuh sedang dengan kulit coklat tuanya<br />
Aku paham betul…dia fajar<br />
Dia sedang menempelkan hp di telinganya<br />
<br />
“mass….masss allooooo” ucapnya tak sabar<br />
Aku Cuma tertawa<br />
“masss….jadi ketemu tidak?”<br />
“heheheheheh…nggak ahh” godaku<br />
“masss…jangan permainkan aku dong” <br />
Aku melihat betul sosoknya<br />
Dan aku semakin yakin itu fajar<br />
Suaranya yang keras terdengar olehku<br />
“mas aku sudah di masjid, mas aji dimana?”<br />
“hehehehhehe”<br />
“masssss…..”dia setengah menjerit<br />
<br />
Tiba-tiba pandangan kamu ketemu<br />
Kuletakkan hpku di lantai<br />
Sambil tersenyum lebar tanganku melambai kearahnya mengajak mendekatiku<br />
Sesaat dia terbengong<br />
Dan entah dia sadar atau tidak, dia berlari menghampiriku<br />
Aku Cuma tertawa saja melihat tingkahnya<br />
“halo fajarku yang ganteng…” ucapku ketika dia mendekatiku<br />
Dia terduduk tepat di depanku<br />
Bengong!<br />
Itu reaksi pertama ketika melihatku<br />
Aku tersenyum lebar<br />
“iya mas…mas aji jelek…heheheheh bener-bener jelek, gemes aku pokoknya!”<br />
Langsung kedua belah telapak tangannya mencubit kedua pipiku gemas<br />
Andai ini tidak di masjid pasti dia sejak tadi sudah memelukku<br />
<br />
Dia tertawa lebar<br />
Memperlihatkan gigi-giginya yang rata<br />
Hidungnya tidak begitu mancung, tapi pas dengan postur tubuh gempalnya yang
tidak terlalu tinggi<br />
Rahangnya kokoh<br />
Nampak begitu lelaki<br />
Hanya satu kata yang tepat ketika pertama kali lihat dirinya<br />
‘fajar ganteng!”</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
******************</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Aku Cuma tersenyum memandangnya<br />
Kami duduk bersila berhadapan<br />
Sangat-sangat dekat sehingga aku bisa begitu mengamatinya<br />
Sebenarnya wajahnya sangat ganteng, sayangnya terkesan kurang terawat<br />
Rambutnya juga kering<br />
Akhh…andai rumahku dekat, pastilah tiap hari kuminyaki rambutnya<br />
Pasti tambah ganteng<br />
Yang kusuka dari fajar kalau dia tertawa, giginya begitu rata putih, membuat
orang yang dihadapannya sesaat terbengong…terpana dan larut dalam pesona
tawanya<br />
<br />
Sesaat kami terdiam kami saling mengamati<br />
Ternyata begini ya, sebuah pertemuan pertama dari pertemanan di dunia maya<br />
Kikuk…..<br />
Aku berusaha sesantai mungkin<br />
Tapi rasa minderku kembali kumat…<br />
Aku benar-benar minder<br />
Merasa sangat jelek dihadapannya<br />
<br />
“kok diem jar?’tanyaku membuka percakapan<br />
Dia kembali tersenyum lebar<br />
“kan kata-kata sudah habis mas, tinggal saling memandang saja”<br />
“jangan gitu dong…akhhh kamu nih, aku kan jadi minder”<br />
“uhh mas aji, napa mas harus minder? Mas aji kan….”<br />
“udaaahhh…mulai deh”<br />
“maksudku…mas aji kan jelek heheheheheh”<br />
“tuh kan? Kamu kecewa kan setelah ketemu aku?”<br />
“iya…aku kecewa mas”<br />
“uhhh..makanya berapa kali kubilang, kita nggak usah ketemuan”<br />
“maksudku, aku kecewa, kok nggak sejak dulu ya, kita ketemuan hahahahha”<br />
Dan aku kembali terpana melihat tawanya<br />
Dari jarak sedemikian dekat, fajar manisss…<br />
<br />
Dan aku pura-pura pasang muka cemberut<br />
Kupandang wajahnya yang masih senyum-senyum<br />
“eh, napa senyum-senyum gitu?” tanyaku sedikit tersinggung<br />
Fajar masih saja senyum-senyum<br />
Uhhh bikin kesal<br />
“hmmm…nggak ngira saja, aku bisa ketemu mas aji, nggak ngira…beneran!”<br />
“emang napa?”<br />
“bagai mimpi rasanya…nggak percaya”<br />
“hahahahahhaha…dasar aneh, ketemu orang jelek saja bisa kayak gitu”<br />
“beneran mas, mas aji ini nggak jelek, Cuma jujur saja, nggak sesuai dengan
bayanganku selama ini”<br />
‘ohhh…emangnya dalam bayanganmu aku seperti apa jar?”<br />
Sejenak fajar terdiam<br />
“seperti …hmmm…seperti atalarik gitu lah”<br />
“hahahahhahaha….bagai bumi dan langit lah kalau sama atalarik”<br />
“iya mas, kalau baca di tulisan-tulisan mas aji, sosok mas aji ini tinggi,
banyak senyum, penyabar..pokoknya dalam bayanganku seperti atalarik gitu
pastinya”<br />
“hehehehehehe…kasian kamu, nggak taunya malah mirip tukul arwana ..heheheh”<br />
“iya…”<br />
“biarin deh, yang penting hidup hahahhaha”<br />
“udah ah mas..jangan bahas fisik…”<br />
“bentarrrr…”<br />
“apa lagi mas?”<br />
“aku kan belum kasih pendapat tentang dikau fajarrrr?”<br />
“hahhh…nggak usah!, aku nggak mau”<br />
“bentar..kalau aku amati, kamu ini seperti..hmmm…..”ujarku sambil garuk-garuk
kepala <br />
“udaahhh…ayo mas..kita ke rumahku saja, nggak jauh dari sini kok”<br />
Dia bangkit<br />
Tangannya menarik lenganku<br />
“bentar jar…aku kan..belummm….”<br />
‘udahhhh…” dia menarikku hingga aku benar-benar beranjak dari dudukku<br />
“uhhh..jar, nggak adil nih”<br />
‘biarin…ayo mas harus mampir ke rumahku sekarang”<br />
“aduhhh nggak mau”<br />
“ayooo nggak ada siapa-siapa kok Cuma aku sendirian mas”<br />
‘ohhh…oke, tapi jangan perkosa aku ya?”<br />
“hahahahhahaha lihat saja nanti” dia tergelak<br />
Kami berjalan menuju tempat parkir<br />
Di situ terdapat mobil pick up kotor<br />
Ternyata itu mobilnya fajar<br />
“mas…sepeda motor mas aji di tinggal di parkiran masjid ini saja ya, mas aji
ikutan mobilku “<br />
Aku Cuma menggangguk<br />
<br />
Mobil nya fajar sangat terlihat kalau sudah berusia tua<br />
Bak belakang udah penuh lengkungan dan berkarat<br />
Dan tebakanku benar<br />
Ketika di starter..suaranya menderu keras dengan asap mengepul<br />
Tubuhku bergoyang keras ketika dia oper gigi<br />
Tapi aku suka mengamati lengannya yang kokoh<br />
Dan kulihat kaosnya banyak noda hitam…<br />
Noda olie…<br />
Ahhh fajar, kamu sungguh tak memperhatikan penampilanmu<br />
Padahal….sungguh..kamu itu ganteng!</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
*************</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Bersambung... </div>
hari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8604309521412289906.post-50316761417013195082013-01-24T23:05:00.000-08:002013-01-29T04:15:27.579-08:00Kisah dengan Abang Tirun<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>IN</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><br />
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Kisah ini terjadi ketika aku, Felix,
telah lulus kuliah dan sedang bekerja disalah satu perusahaan asing terkemuka
di bilangan Kuningan, Jakarta. Saat itu aku tinggal di sebuah kamar kos di bilangan
Tomang.</span><span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;"> Daerah tempat kos ku memang sedang dalam masa pembangunan
sehingga dimana mana banyak terlihat bangunan baru yang sedang dibangun. Hmm..
pemandangan indah buatku, apalagi ketika sore sore kalo jalan jalan di sekitar
kompleks itu, banyak abang tukang bangunan yang sedang ngadem sambil melepas
penat dengan bertelanjang dada. Di belakang rumah kos ku persis sedang dibangun
sebuah kompleks perumahan elite yang dari depan kamarku langsung menghadap ke
bedeng para tukangnya tidur. Sayangnya, bedeng itu terpisah jauh dengan bedeng
tempat mereka mandi yang berada di pojokan seberang bedeng tsb. Namun, di depan
kamar kosku, para tukang itu suka bercengkerama di papan kayu yang mereka buat
sendiri sebagai dipan darurat diantara tembok pemisah rumah kosku dengan lahan
pembangunan. Tak jarang aku mengintip mereka dari jendela kamar kosku. Ada yang
suka bercengkerama sambil memakai sarung doang atau singlet ketat bahkan
bertelanjang dada Cuma bersarung, ada juga yang suka kencing dari atas bedeng
itu sehingga kontolnya keliatan dari kamarku, ada yang suka tidur malam di
dipan itu bergerombol dengan bersarung dan bertelanjang dada (aku pernah meraba
raba beberapa tukang yang sedang tidur malam bersarung itu, ternyata mereka
tidak pernah memakai celana dalam alias bugil abis, Cuma bersarung saja!!!).
Masih banyak lagi bahan omongan para tukang itu. Hehe…</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Namun, bukan
para abang tukang bangunan di belakang kosku yang menarik perhatian meski
beberapa ada yang cute, hot dan hunk. Yang menjadi incaranku ialah Tirun, umur
sekitar 20an akhir dengan tinggi sekitar 175cm berambut cepak kasar dan badan
yang ketat, super keras, perut six pack bahkan ketika dia sedang duduk santai
pun, perutnya tetap terpahat kotak kotak yang suka bikin aku pengen pingsan
kalo ngeliatnya, ditambah trisep dan bisep besar namun proporsional dengan
keseluruhan badannya, sungguh otot sempurna plus kulit coklat mempersembahkan
bentuk laki laki jantan yang sempurna, yang selama ini sering kita lihat di tv
atau majalah saja. Dialah yang selalu membuat aku berdesir tiap kali melihat
tubuhnya.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Pertama kali
aku melihatnya saat itu, aku sedang jalan kaki dari kosku ke warung depan untuk
beli air mineral dingin. Saat itu Tirun dan teman temannya sedang menggali
lobang di pekarangan proyek rumah yang sedang dikerjakannya. Dari celah celah
pagar yang tertutup seng, aku bisa melihat beberapa cowok bertubuh kekar coklat
sedang bekerja keras seperti memompa tanah namun dengan gerakan seperti
menggali sumur, aku tidak tahu apa yang mereka sedang lakukan, dan tidak peduli
juga. Yang aku perhatikan adalah, para tukang itu, sekitar enam tujuh orang,
semuanya rata rata berumur 20 – 30an, semuanya hanya memakai celana dalam saja,
beberapa ada yang bersinglet. Tapi kebanyakan Cuma bercelana dalam karena
mereka sedang berkotor kotor ria dengan air lumpur dan tanah liat coklat yang
memenuhi seluruh bagian tubuh kekar mereka. Wow… pemandangan indah. Tanpa
memperhatikan sekelilingku, aku yang tadi sedang berjalan langsung berhenti
sejenak di depan pintu pagar proyek itu sambil sedikit menungging karena celah
pagar itu hanya setinggi 60cm dari tanah.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Hmm… karena
situasi yang tidak memungkinkan siang itu, aku hanya menikmati pemandangan itu
sebentar saja. Karena merasa tidak nyaman, kalo kalo satpam lewat di jalan itu
pasti akan curiga dengan tingkah ku. Hihihi… </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Sore harinya,
aku mulai bergerilya. Aku nekad masuk ke dalam proyek itu. Kali ini bukan Cuma
ngintip dari luar pagar, namun masuk melewati pagar yang selama ini aku jadikan
lubang intip itu. Hmm.. ada beberapa tukang bangunan namun tidak kulihat sosok
yang kuidamkan itu. Yang kujumpai Cuma satu tukang bangunan berumur 40an tahun
yang kemudian kuketahui namanya Turah, dua tukang muda berumur 20an awal yang
sedang bersiap untuk mandi karena membawa perlengkapan mandi. Semuanya
bertelanjang dada dan berotot plus bentuk badan yang lumayan oke meski tidak
sesempurna Tirun. Sejenak aku berbincang bincang basa basi dengan Turah yang
ramah itu, dia menjelaskan tentang proyek itu, dari siapa yang punya sampai
kantor arsitek yang mendesain rumah itu. Hingga pembicaraan mengarah ke
berbagai topik pribadi seperti pengalaman kerjanya hingga status perkawinannya.
Namun aku tidak begitu tertarik mendengar ocehannya, sementara “mengobrol”
dengan Turah, mataku terus menjelajahi dua tukang muda yang lagi mandi sambil
bugil di bagian belakang proyek itu, tepatnya di tempat air yang disalurkan
lewat pipa kecil dan beralaskan batu besar. Dua tukang muda itu mandi sambil
bugil tanpa merasa malu sedikitpun satu sama lain. Dari posisiku saat itu, dari
jarak yang lumayan jauh, yang bisa kulihat hanyalah bentuk tubuh atletis tukang
muda itu yang basah karena air dan sabun, jembut yang cukup lebat dan kontol
yang sedang layu namun cukup besar karena bisa kulihat kepala kontolnya
menyeruak dari lebatnya jembut mereka. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Sambil
“mengobrol” dengan Turah yang terus berceloteh mengenai segala hal, aku tetap
memasang mataku kepada dua tukang muda itu. Hehehe… sampai akhirnya, gelap pun
tiba dan Turah minta ijin untuk mandi dan akan keluar makan bersama teman
temannya. Akupun balik ke kos dengan bentol dimana mana di sekujur kakiku
karena gigitan nyamuk.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Beberapa
malam setelah itu, selepas gelap, aku bertekad untuk menghampiri tukang
bangunan proyek itu. Aku jalan dan ketika mulai mendekati proyek itu, aku mulai
mencari cari celah pagar untuk ngintip. Ternyata pagarnya tidak dikunci, yah
aku dorong aja. Kepalaku masuk sebagian melongok longok bagian dalam proyek
itu. Ternyata ada dua tukang bangunan yang lagi ngobrol diantara api unggun
yang mereka buat. Salah satunya adalah Tirun. Saat itu dia hanya memakai celana
jeans saja, bertelanjang dada dan tanpa kolor karena saat dia sedang jongkok
dapat kulihat belahan pantatnya mengintip dari jeans nya. Kulit coklatnya
sangat indah terkena cahaya kekuningan api unggun. Teman Tirun saat itu juga
hanya bercelana jeans tanpa baju menutupi tubuh hot nya. Teman Tirun itu,
sedikit lebih pendek dari Tirun dan berambut lebih rapi dengan kumis tipis dan
wajah ramah. Tubuhnya sedikit lebih gempal namun otot ototnya tetap terexpose
dengan kulit yang lebih cerah.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">”malam mas”
sapaku sambil melongokkan kepalaku diantara pagar.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">“malam, mau
cari siapa yah?” tanya Tirun menghampiriku.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">“gak, Cuma mo
ngobrol aja kok, boleh masuk mas?” tanyaku basa basi padahal seluruh tubuhku
sudah gemetar karena melihat tubuh sempurna itu dalam jarak yang sangat dekat.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">“boleh,
silakan masuk. Saya panggilkan Turah yah” balasnya.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">“gak usah
mas, gak usah. Saya Cuma mo ngobrol sama mas aja kok” teriakku sedikit memaksa.
Namun apa daya, Tirun tidak menghiraukan omonganku yang itu. Dia sudah
terlanjur naik ke atas bedengnya untuk memanggil Turah.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Aku sedikit
kecewa karena harus berhadapan dengan Turah lagi, padahal rencanaku adalah Cuma
mo ngobrol sama Tirun dan temannya yang sexy juga itu. Akhirnya Tirun pun turun
lagi beserta Turah di belakangnya sambil melempar senyum ke arahku. Aku
membalas senyumannya dengan getir. Hehehe…</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">“apa kabar?”
tanya Turah. “baik mas, lagi iseng nih di kos, ga tau mo ngapain yah kesini aja
deh, nyari temen ngobrol” balasku. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">“iya, gak apa
apa, disini juga pada kesepian hehehe” jawabnya sambil mencari posisi duduk
yang nyaman diatas bebatuan kasar. Aku pun juga sibuk mencari posisi yang enak
buat ngobrol sambil menghadap ke arah Tirun yang Cuma bisa kulihat punggungnya
saja karena dia menghadap ke api unggun sama temannya itu sementara aku dan
Turah berada sekitar dua meteran di belakangnya.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">“itu siapa
mas?” tanyaku menunjuk ke arah Tirun. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">“oh itu Tirun
namanya, temen sekampung juga” jawab Turah.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">“oh” balasku
singkat sambil menatap tajam ke sosok tubuh sexy yang dari tempatku duduk Cuma
kelihatan punggungnya dan belahan pantatnya yang mengintip dari celana jeansnya
karena Tirun sedang jongkok saat itu. Pikiran jorokku mulai kemana mana, tanpa
mempedulikan omongan omongan Turah yang mulai bercerita segala hal, aku hanya
merespon sedikit sedikit. Pikiranku benar benar telah dirasuki oleh Tirun dan
segala sex appeal yang dia miliki.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Hingga
pembicaraan Turah mulai menyinggung soal keluarga, aku sedikit memancingnya
“kalo di jakarta gini kan jauh dari istri mas, trus gimana dong penyalurannya?”
tanyaku menggoda Turah, namun mengeraskan suaraku dengan maksud Tirun mendengar
ucapanku.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">“yah, gimana
yah, susah susah gampang sih mas” jawab Turah sedikit tersipu.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Hahaha.. kena
deh, pikirku. “nge jablay yah mas?” pancingku lagi.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">“hehe.. nggak
deh, sayang duitnya, yahhh… hmmm.. paling ngocok sendiri sih” jawab Turah
polos.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">“oh, kalo
saya kan juga belom kawin, tapi paling seneng kalo diisep mas” pancingku lebih
dalam.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">“diisep,
maksudnya?” tanya Turah.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">“yah.. kontol
saya diisep sama orang atau saya ngisep kontol orang” jawabku terus terang yang
bikin Turah kaget setengah mati dan Tirun menoleh kearahku. Hahaha… kena deh
tuh tukang.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">“hah..? mas
suka ngisep kontol juga? “ tanyanya kaget.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">“iya, ntar
kapan kapan saya bisa bantu mas Turah kalo mao” jawabku lantang dengan suara
agak keras yang bikin Tirun dan temannya menoleh lagi.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Sejenak Turah
terdiam beberapa saat, kelihatannya lagi mikir.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">“sekarang mau
coba saya isepin mas?” tanyaku bernafsu sambil menoleh ke arah Tirun meskipun
sedang bertanya pada Turah.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Tirun dan
temannya bangkit dan segera melangkah ke arahku. Sejenak jantungku serasa
berhenti berdegup melihat dua sosok berotot dan sexy itu mendekat kearahku.
Nafasku tak beraturan, darahku mendidih, sekujur tubuhku dingin namun tangan
dan kakiku panas. Jantungku berdegup kencang tak beraturan membakar adrenalin
dan segala nafsu serta hormon ku ke titik didih paling panas. Angin yang
berdesir tak mampu menutupi keringat dingin yang membasahi tangan dan kakiku
karena gugup dan segala rasa yang bercampur aduk. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Lalu Tirun
dan temannya berdiri tepat diantara aku dan Turah. Kami saling bertatapan lama
sambil berdiam, tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Hingga entah kekuatan
dari mana, tiba tiba tanganku meraba dada Tirun yang menonjol ketat sexy lalu
turun ke perut six packnya yang dibalur warna coklat sehat kulitnya lalu turun
ke tonjolan di selangkangannya yang dapat kurasakan sedikit mengeras. Kulihat
wajah Tirun menunjukkan rasa kepuasan sambil matanya setengah terpejam
menikmati sentuhanku. Lalu teman Tirun memutar arah ke belakangku dan duduk
tepat di belakang pantatku sambil mengangkangkan kedua kakinya hingga pantatku
berhimpitan dengan kontolnya sambil ia menggesek gesekan kontolnya yang mulai
mengeras ke pantatku. Turah pun tidak tinggal diam, dia langsung membuka celana
nya sambil mengeluarkan kontolnya lalu mengocok sendiri. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Aku tak
menyia nyiakan waktu lagi, aku langsung bangkit dari duduk untuk berlutut di
depan selangkangan Tirun dan segera kubuka celana Tirun lalu mengisap batang
kontolnya yang sepanjang 17cm berwarna coklat gelap dan berdenyut denyut keras
serta berurat besar besar. Jembutnya lebat namun tersusun rapi, tak terpencar
jauh. Kuhisap batang kontolnya yang berdenyut denyut uratnya dan mengeluarkan
air precum cukup banyak karena aku bisa merasakan asin gurih di dalam mulutku.
Akupun berlutut di depan kontol Tirun, teman Tirun yang aku tak tau namanya
siapa itu tetap bekerja di belakangku, sambil ikutan berlutut dan menggesek
gesekkan kontolnya yang kini sudah keluar dari celananya ke belahan pantatku.
Turah masih sibuk mengocok sendiri sambil meracau. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Setelah
bertahan cukup lama di posisi ini, Tirun pun mengangkat aku berdiri, melucuti
kaosku dan mempelorotkan celana ku, lalu ia menyuruh aku menungging dan
langsung menjilat melahap habis lubang pantatku hingga basah oleh air liur dan
jilatan liarnya. Teman Tirun lalu maju ke depan dan mengacung acungkan
kontolnya yang sudah tegak berdiri ngaceng sempurna sebesar 15 cm namun tebal sekali,
sekitar 6cm diameternya. Warnanya hitam gelap kecoklatan. Langsung kuhisap
kontol tebal itu dan kumain mainkan dalam mulutku. Turah mulai gelisah karena
kepengen dapet jatah juga, lalu ia mengambil tanganku dan meletakkannya di
kontolnya yang ngaceng juga, sekitar 16cm namun kurus tapi banyak uratnya besar
besar dan kepala kontolnya lebih besar dari kontolnya. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Aku merasakan
kenikmatan luar biasa dikerjai oleh tiga tukang lelaki sejati itu, satu di
lobang anusku, satu di mulutku dengan kontolnya, dan satu lagi di tanganku juga
dengan kontolnya. Puas membasahi pantatku dengan nafsu liar nya, Tirun kini
siap membobol pantatku dengan hujaman kontolnya. Pelan pelan ia mulai mencoba
memasukkan batang kejantanannya ke dalam lubang pantatku. Perih sakit namun rangsangan
terus menerus di tubuh putih mulusku yang dijilati Turah dan kontolku yang
diisep teman Tirun membuat aku tetap ngaceng. Pelan pelan namun pasti, kontol
Tirun mulai menyesaki lobang pantatku. Dan Tirun pun memulai permainan
nakalnya. Sambil berdiri di depan perapian di luar bedeng di bawah langit luas
dengan disaksikan bintang, aku berdiri di atas tumpukan puing puing bangunan
dengan lobang pantatku di penuhi kontol Tirun dari belakang dan teman Tirun
menjepit tubuhku dengan tubuhnya. Tubuhku serasa seperti sandwich yang dijepit
dari belakang oleh Tirun dan dari depan oleh teman Tirun itu. Lobangku di entot
Tirun dengan ganas dan dahsyat dari belakang sambil berdiri, dan aku menghadap
teman Tirun sambil saling menggosok gosokkan kontol kami masing masing. Turah
berdiri menjepit tubuh teman Tirun itu dari belakang. Jadi posisi kami seperti
sedang berdiri namun saling menghimpit dan menggesek gesekkan tubuh kami ke
tubuh yang lain mencari kenikmatan. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Angin yang
bertiup di langit lepas malam itu tidak mampu menutupi kepanasan kami yang
makin menjadi saat Turah mengentot lubang pantat teman Tirun dari belakang.
Bisakah kamu bayangkan? Tirun mengentot aku dari belakang, aku dan teman Tirun
berhadapan saling menggesek kontol kami, dan teman Tirun itu dientot oleh bapak
Turah??? Hahaha… sungguh pengalaman yang tak akan pernah dapat kuhapus dari
ingatan homoku. Keringat membasahi tubuh kami berempat yang saling menempel,
menindih dan menjepit. Kontolku serasa sudah mau penuh, lobang pantatku juga
serasa makin panas oleh pompaan kontol Tirun di dalam tubuhku. Sambil dientot
dan mengentot, kami berpelukan, berciuman liar, bertukar lidah, menjilat jilat
tubuh yang lain, menggigit kecil puting, mengecup mesra otot dada yang
menonjol, meremas otot lengan yang kekar, memeluk tubuh yang basah oleh
keringat sambil meraba dan menjamah rayah tubuh yang lain dari kontol perut
dada punggung paha dan bagian lain semua dijelajahi dengan penuh kenikmatan.
Tirun memelukku dari belakang semakin keras pertanda dia akan mencapai puncak
kenikmatannya. Lalu akupun bersiap menerima limpahan pejuhnya dengan mengocok
kontolku makin kencang bersama dengan kontol teman Tirun. Tak lama pun kontol
Tirun memuntahkan cairan hangat putih kentalnya ke dalam lobang ku, membenihi
kejantananku dari dalam, akupun tak kuasa menahan gairahku lalu memuntahkan
cairan kejantananku di perut teman Tirun.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Teman Tirun
yang masih dientot oleh Turah pun makin keras mengocok kontolnya hingga
memuncratkan spermanya tinggi ke udara malam yang lembab itu. Hal itu membuat
lobang pantatnya mengeras dan menjepit kontol Turah yang masih maju mundur
masuk keluar di lobang pantatnya juga memuntahkan lahar putih panasnya ke dalam
anusnya. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<span lang="EN-US" style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-no-proof: yes;">Kami berempat pun melepaskan diri
dari jepitan jepitan tubuh nafsu dan mulai terkulai lemas terduduk di atas
bebatuan besar puing puing bangunan beratapkan langit malam yang bertaburan
bintang. Keringat masih membasahi tubuh kami berempat namun kelelahan yang
sangat membuat kami tak peduli lagi. Aku terkulai diatas tubuh kekar tebal Tirun
dan Turah terkulai sambil berpelukan dengan teman Tirun sambil berbugil di
langit terbuka</span>hari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-8604309521412289906.post-21262009965254122312013-01-24T23:04:00.000-08:002013-01-29T04:15:27.578-08:00Kisah dengan Abang Johan<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>IN</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><br />
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri;">Ini adalah kisah nyata yang
benar benar terjadi dalam hidupku. Bagi yang belum kenal atau belum pernah
membaca cerita ku bagian pertama, namaku Felix Indonesian Chinese yang tinggal sendirian
di rumah kosong milik pamanku di daerah Daan Mogot Jakarta barat. Saat itu aku
sudah bekerja di salah satu perusahaan garment yang main core business nya
adalah produk celana dalam pria. Kantor ku di daerah Jakarta kota. Aku bekerja
sebagai art designer untuk beberapa brand diantaranya license brand untuk baju
anak anak seperti Disney dll, selain celana dalam pria itu sendiri sebagai home
brand.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri;">Kejadian ini berlangsung saat
setiap pulang kantor jam 6 an sore, aku langsung mandi dan membeli makan di
depan kompleks. Karena aku tinggal sendiri jadi tidak ada yang memasak untukku,
maka tiap hari aku selalu beli makanan di luar. Nah, setiap aku selesai beli
makan sekitar jam 6.30an, saat sekitar aku kembali dari warung ke rumahku, di
depan rumahku selalu lewat seorang cowo pribumi dengan tinggi badan sekitar
165cm dan tubuh yang berotot padat berisi dan nikmat untuk dikenyot. Khihihi…
keliatannya sih begitu. Karena penasaran, setiap malam abis beli makan aku
tidak langsung makan makananku, tapi selalu nunggu di depan pagar untuk melihat
target ku itu.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri;">Benar saja, tiap malam sekitar
jam segituan selalu dia lewat depan rumahku. Hmm.. diam diam kuperhatikan, sexy
juga loh. Kadang dia lewat depan rumahku sambil telanjang dada dengan kaosnya
digantung di pundaknya. Mungkin kepanasan kali di bus. Kadang dia jalan sambil
mengangkat kaosnya setengah dada. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri;">Lalu suatu hari aku
memberanikan diri untuk menjeratnya dalam perangkap ku. Sudah kusiapkan semua.
Lalu aku menunggu saat saat dia lewat depan rumahku. Begitu kulihat dia lewat,
langsung aku keluar rumah dan mengunci pintu pagar lalu mengejar dia dari
belakang. Wah, jalannya cepat juga yah. Sampai dia sudah berbelok ke gang
berikutnya baru aku berhasil mengejarnya. Lalu kupanggil “mas, mas” “iya,
kenapa?” tanyanya. “tinggal dimana mas?” tanyaku basa basi. “oh di belakang
situ, kenapa?” “oh, ga papa, mas mo ikut casting model celana dalam cowo ga?,
saya liat badan mas bagus bentuknya” jurus pertamaku. “ahh, pendek gini siapa
yang mau jadi model?” balasnya. “yah, namanya juga iklan celana dalam, yang
penting kan bentuk badan mas, ga penting itu tinggi apa ngga” pancingku.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri;">“coba aja yah, Cuma casting
doang kok, mas tinggal buka baju semua, kasi liat bentuk badan yang bener2
polos alias bugil sekalian divideo in sama saya. Tujuannya Cuma buat kasi liat
kalo mas ga punya tato di badan” reaksiku melancarkan serangan. “ahh, ga ah,
kaku saya” dia mengelak. “yah, coba dulu deh, tar saya bantu, ok?” tutupku
yakin dia akan terjebak. “oke deh, saya coba tapi saya pulang dulu yah mandi
bersih bersih” “ga usah, mandi tempatku aja” tutupku.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri;">Oke, akhirnya dia seperti
kerbau yang ditusuk hidungnya, mengikuti kemauanku. Kami berjalan ke arah
darimana kami datang lalu menuju rumahku. Semua sudah kusiapkan. Aku
perlihatkan gambar gambar model celana dalam itu yang aku peroleh dari
kantorku. Haha… berguna juga nih. Pikirku dalam hati. “mas tinggal buka baju
semuanya supaya keliatan kalo ada tato apa ngga, trus sambil saya videoin trus
mas pegang kertas yang ada tulisan nama mas, umur dan tinggi berat badan sambil
mas bacain semuanya yang di kertas itu dengan suara yang jelas oke?” jelasku
panjang lebar.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri;">“oke, saya coba yah, tapi
mandi dulu biar bersih” balasnya. “oke” jawabku sambil menyalakan lampu kamar
mandi dan mempersilahkannya memakai kamar mandi ku. Setelah dia bersih bersih
sekitar lima menitan, lalu dengan bugil dan kontolnya yang masih layu itu
tergantung bergoyang goyang ke kiri kanan seiring dia berjalan keluar dari
kamar mandi dan menghampiriku. Aku menarik nafas dalam dalam menahan gejolak
birahiku. Haha… kontol di depan ku sekarang. Puas rasanya melihat kontol itu
meski masih layu. “nama mas siapa, umur, tinggi berat badan?” tanyaku spontan.
“johan, umur 24, tinggi 170 centi, berat 65 kilo” jawabnya. “170centi mah
setinggi saya dong tingginya” protesku sambil menuliskan angka 165 ke kertas
itu. Lalu kuberikan kertas nya sambil menyalakan kamera video hapeku. “siap
siap, latihan dulu coba pertama bacain semua yang ada di kertas itu mulai dari
nama, umur, tinggi, berat trus abis itu muter badannya” perintahku. Lalu
beberapa kali ia mencoba namun ia tidak merasa puas, baru menyebutkan nama
sudah minta ulang. “oke, mulai lagi” perintahku sambil camera video ku standby
menangkap gambar kontolnya.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri;">Setelah beberapa kali mencoba akhirnya
dia merasa cukup. Ya sudah, kami menyelesaikan tahap pertama casting ini. “nah,
sekarang tahap kedua, mas harus berpose duduk di sofa sambil tetep bugil trus
pose yang paling bagus yah” perintahku lagi. Lalu dia mulai mencari cari posisi
yang menurutnya keren. Aku tertawa dalam hati sambil memperhatikan kontolnya
yang tergantung bebas itu. “mas, kontolnya dikocok dikit biar keliatan gedean”
perintahku. Lalu ia mulai mengocok kontolnya perlahan lahan dan setelah
beberapa pose, kontolnya itu sedikit ngaceng. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri;">“mas, kontolnya ga bisa
digedein lagi, biar menantang gitu loh” pancingku. “ga enak, malu” jawabnya
polos. “sini saya bantu kocok” sambil mengarahkan tanganku langsung ke
selangkangannya dan mengambil daging panjang coklat itu dari selangkangannya.
Hmm… aku kocok pelan pelan lalu dia merasa keenakan sambil melepaskan tangannya
sendiri dari kontolnya. Sehingga aku bebas memainkan kontolnya. Lama kelamaan
dia mulai terbuai dengan permainan kocokan ku. Lalu semakin membesarlah batang
kejantanannya itu. Membesar dan mengeluarkan urat uratnya, berdenyut denyut
siap memuntahkan lava panas berwarna putih kental keluar. Hingga akhirnya mas
Johan itu tidak bisa lagi menahan puncak birahi lelakinya sehingga lava putih
kental hangat itu benar benar muncrat dari lubang kepala kontolnya. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<span lang="EN-US" style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Sejak saat itu kami sering mengulang kejadian itu,
namun semakin sering kami melakukannya, semakin cepat ia ejakulasi. Sampai
sampai dia harus ejakulasi dua hingga tiga kali untuk mengimbangi permainan ku.
Ternyata saat pertama kali aku menjebaknya, dia sudah tau kalo itu hanya
permainan akal akalanku saja untuk mendapatkan tubuhnya, belakangan ia baru
mengakui kalo ia sudah mencium gelagat maksiatku sejak pertama kali bertemu.
Namun karena ia juga suka melakukan itu, maka ia menurut saja. Itu
pengakuannya!</span>hari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8604309521412289906.post-51787304754141989982013-01-24T23:02:00.002-08:002013-01-29T04:15:27.580-08:00Kisah dengan Abang Firman<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>IN</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><br />
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Dear Pembaca,</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Pertama, perkenalkan nama saya F</span><span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">elix</span><span style="font-size: 12.0pt; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">, saya adalah seorang Indonesian
Chinese yang saat kejadian berlangsung sedang menyelesaikan kuliah saya di
salah satu universitas swasta di Jakarta barat. Kejadian ini adalah kejadian
nyata yang benar benar terjadi dalam kehidupan saya. Saat itu saya tinggal di
sebuah rumah milik paman saya di daerah Daan Mogot. Saya menempati rumah itu
sendirian karena sebenarnya rumah itu adalah rumah tua yang sudah tak
berpenghuni selama tiga tahun sejak paman saya membelinya untuk anaknya. Namun,
anaknya lebih memilih tinggal di ruko daripada rumah itu. Jadilah saya yang
menempati rumah kosong itu. Banyak kejadian seru yang terjadi selama saya
menempati rumah itu sendirian selama hampir 4 tahun. Salah satunya adalah
cerita berikut ini :</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Pagi itu saya bangun kesiangan
seperti biasa. Saya langsung bangun terperanjat dari tempat tidur, menyambar
handuk dan langsung menuju kamar mandi untuk melakukan ritual pagi. Tergesa
gesa saya memakai kaos dan celana sambil memanasi mesin motor saya. Dua puluh
menit kemudian saya telah siap dan sedang mengunci pintu gerbang rumah lalu
sambil bergegas memacu motor saya menuju kampus. Baru beberapa meter saya
memacu motor dari rumah saya, saya berpapasan dengan sesosok tubuh tegap padat
berisi dengan baju kaos ketat warna biru dengan lengan tiga perempat sedang
mendorong gerobak air isi ulang. Wow, pagi yang indah. Saya segera men-scan
sosok itu dari atas ke bawah hingga atas lagi. Phiuuhh.. saya menahan nafas.
Rambut cepak disisir rapi namun tidak klimis member kesan macho yang sungguh
natural, wajah coklat dengan sedikit jerawat lengkap dengan tulang pipi dan
rahang a la Caucasian (bule), badan tegap padat berisi dibungkus kaos ketat
warna biru dan celana jeans biru, sedang mendorong gerobak air mineral isi
ulang. Wow… jantung saya berdetak keras dan terasa sulit untuk melupakan sosok
hot itu. Peristiwa beberapa detik pagi itu sungguh berkesan dan sulit untuk
dilupakan.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Sejak saat itu saya selalu memperhatikan
jalan depan rumah saya. Jalan depan rumah adalah jalan strategis karena rumah
saya terletak di tusuk sate dimana menghubungkan jalan utama dengan jalan jalan
yang lebih kecil. Hmmm… pikiran mesum saya mulai berputar. Di kompleks saya kan
Cuma ada tiga toko yang menjual air isi ulang mineral itu. Pasti abang itu
bekerja di salah satunya. Tidak sulit untuk mencarinya. Lalu, suatu sore
sepulang dari kuliah sekitar jam 3 an, saya iseng untuk mencari tau abang itu.
Lalu saya mulai browse dari toko </span><span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">air mineral yang paling dekat
dengan rumah saya, yaitu yang ada di ujung jalan depan rumah. Mata saya mulai
berkeliling mencari sosok idaman itu. Hihihi… ternyata abang itu sedang duduk
duduk nyantai di depan toko itu. Mungkin sedang gak ada kerjaan kali ya, soalnya
siang2 gini kan orang2 kompleks lagi pada kerja ato tidur siang, siapa juga
yang bakal mesen air mineral jam segini? Lalu pikiran yang didorong nafsu saya
mulai bereaksi, saya berlagak nanya ini itu, “jual air isi ulang yah mas?”
tanyaku memulai pembicaraan. “iya” jawab abang itu sambil duduk nyantai dan
mengangkat kaos ketatnya (kali ini warna ijo gelap) sampai sebatas dada bawah
putting mempertontonkan otot perutnya yang tidak six pack tapi padat dan rata.
“boleh ambil galon kosong sekarang ke rumah saya?” pancingku. “boleh, dimana?”
balasnya. “B2 nomor 14” jawabku singkat. Lalu dia segera menurunkan kaosnya ke
posisi normal yang memindahkan perhatianku sejak awal sambil segera mengambil
sepedanya. Sepeda engkol yang bagian belakangnya telah dimodif sehingga dapat
muat tiga galon. Dua di sisi kiri dan kanan, satu diatas kursi belakang.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Saya segera
berlari pulang untuk menyiapkan galon yang akan diambilnya. Lalu tak lama,
abang itu sudah menunggu di depan rumah saya untuk mengambil galon kosong dan
kembali ke tokonya untuk menukar dengan yang telah terisi. Lima belas menit
menunggunya merupakan saat saat yang paling mendebarkan karena ini kali pertama
saya bertindak senakal ini. Saat itu, saya belum pernah mengenal sex dengan
siapapun kecuali dengan tangan saya (onani maksudnya). Apalagi dengan seorang
laki laki dewasa. Sejauh yang pernah saya lakukan hanyalah mengintip supir
supir truk mandi di belakang rumah. Itu saja. Gak pernah sampai sejauh
mengundang mereka masuk kamar atau rumah saya untuk ber-having sex. Dag dig
dug…. Ooohh… apa yang harus saya lakukan? Pertanyaan itu berkali kali muncul
dalam pikiran. “AIR!!!!!!!!!!!” teriakan dari depan pagar setengah
mengagetkanku. Itu dia! Lalu saya membukakan pintu pagar dan menyilakan dia
menurunkan galon yang terisi dan meletakkannya di teras rumah. Wow, badan yang
bagus, pikirku dalam hati sambil mataku tak pernah lepas dari tubuh padat
berisi miliknya.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">“ini taro
dimana?” tanyanya. “situ aja bang gak apa apa kok” jawabku. Lalu ia meletakkan
galon itu di teras persis depan pintu masuk ruang tamuku. Lalu saya bergegas
mengambil uang dua puluh ribuan dan memberikannya. “wah, gak ada kembaliannya”
katanya. “emang brapa bang?” “lima ribu doang kok, ga ada duit kecil aja?
Jawabnya. “yah, gak ada” balasku. Lalu kami terdiam sejenak sambil
memperhatikan masing masing. “tapi abang boleh ambil semua kembaliannya kok”
ucapku memberanikan diri. “hah? Maksudnya” tanyanya tak kalah terkejut. “iya,
abang boleh ambil kembaliannya semua, tapi ada satu syaratnya” balasku. “apa syaratnya?”
tanyanya sambil mengangkat kaos ketat ijo gelapnya sebatas dada memperlihatkan
otot perut dan pinggangnya yang sungguh sexy karena mengkilat kena matahari dan
basah karena keringat. Hari itu memang sungguh panas dan berdebu. Mmm…
membuatku sungguh terangsang melihat perut dan pinggangnya yang sangat sexy
itu. “syaratnya, abang buka semua baju biar saya bisa liat abang bugil” jawabku
sambil memberanikan tanganku memegang perut dan pinggangnya yang basah itu.
Sejenak dia tersenyum, “wah, maaf saya ga bisa kalo gitu, biar saya balik ke
toko dulu yah buat ambil kembaliannya” “apa susahnya sih bang? Kan tinggal buka
doang, sekarang aja udah dibuka setengah tuh” jawabku agak memaksanya. “ga
bisa, soalnya saya pake jimat yang ngelarang gituan” “ohh... emang mo gituan
kaya gimana?” jawabku. “kan ga sampe gitu gituan, Cuma liat liatan aja kok,
sama aja kaya abang lagi mandi ato tuker baju kan?” “ yah tetep ga bisa”
jawabnya gigih. “ya udah kalo ga bisa” pasrah jawabku. Akhirnya ia mengambil
uang dua puluh ribuan ku dan kembali ke tokonya untuk mengambil kembalian. Lalu
lima menit kemudian, ia kembali lagi dan menyerahkan kembaliannya kepadaku dari
balik pagar diatas sepedanya. Huh, hari itu aku terpaksa menuntaskan nafsuku
dengan coli sendiri deh. Gagal semua!</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Sejak saat
itu aku malu sekali jika bertemu dengannya. Maka saya selalu menghindar darinya
sebisa mungkin. Apa kata dia? Dia tau kalo aku gay. Gimana kalo dia nyebarin
peristiwa itu ke teman temannya? Gimana kalo sampe tetanggaku tau? Pikiran
jelek itu terus menyerangku. Sejak saat itu aku selalu beli air dari tempat
lain dan tidak pernah beli di tempat dimana ia bekerja lagi.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Tapi takdir
menentukan lain, suatu siang aku pulang dari kampus naik motor kehujanan. Saat
itu jam 2an namun cuaca sangat mendung dan hujan lebat sekali. Sampai di rumah
aku langsung menggigil karena air hujan itu membasahi tubuhku hingga ke lapisan
celana dalamku. Aku langsung melepas kaosku dan celana dalamku hingga bugil.
Dingin sekali. Lalu, saat aku hendak menaruh celana jeansku yang basah di tali
jemuran depan kompresor AC depan teras rumahku, sekilas aku melihat abang itu
dengan sepedanya. Kali ini ia pake singlet putih doang!!!!!!!!!!!!! Oh my God,
he’s so sexy!!!! Singlet putihnya kontras sekali dengan kulit coklatnya. Badannya
yang hot itu basah oleh hujan sehingga singlet putihnya itu menjiplak seluruh
tubuhnya dengan jelas sekali. Oh my God!!!! Aku jadi horny banget. Lalu, aku
ambil telpon dan menelpon toko tempatnya bekerja untuk memesan air. Galonku
masih ada satu yang terisi sebenarnya, jadi hari itu aku hanya pesan satu galon
untuk diambilnya. Tak lama, “AIR!!!!!” teriakan itu mengagetkanku. Itu dia! Aku
bergegas menyambar celana jeansku untuk menutupi kebugilanku lalu membukakan
pintu dan memberikan galon kosong kepadanya. Senyuman kecil menghiasi bibir
tipisnya. Ooooohhhhhhhh….. gila!!! Sexy banget!!!!!!!! Lalu dia cepat cepat
mengambil galonku dan kembali ke tokonya. Aku harus bisa megang badannya!! Itu
yang jadi tujuanku saat itu. Tapi caranya gimana yah? Aku putar otak. Hmm..
belaga baik nawarin minuman hangat trus masukin obat perangsang? Ato belaga
nawarin dia istirahat dulu sambil nunggu ujan berenti trus setelin film bokep?
Ato nawarin dia duit lagi buat langsung ML denganku? “AIR!!!!!!!!!” ahhh itu
dia!!</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Segera kubukakan
pintu pagar rumahku dan mempersilakannya masuk. Jantungku berdegup keras
sekali. Sekujur tubuhku jadi panas mendidih, tapi tangan dan kakiku dingin
sekali. Aku sengaja hanya memakai jeans basahku tanpa CD, tanpa baju menutupi
badan atletis ku yang putih mulus. Pikirku mesum saat itu, siapa tau aja dia
bakal terangsang ngeliat tubuhku yang putih mulus ini. Dia menaruh galonku di
teras lalu memberikan bon kepadaku. Aku memberikan uang plus tips ala kadar
kepadanya. “makasih” jawabnya singkat. Lalu segera kembali ke sepedanya yang
terguyur hujan di pinggir jalan depan pagar rumahku. Aku begitu mau memilikinya
namun mengingat kejadian terakhir itu aku jadi mengurungkan niatku lagi. Ya
sudahlah, tar gue ngocok sendiri aja abis liat badan bagus itu dari deket.
Gumamku dalam hati. Pas di bibir pagar, saat aku telah memegang pintu untuk
menguncinya kembali, tiba tiba ia berhenti melangkah dan diam sejenak. “baru
pulang yah? Tanyanya ramah. “iya” jawabku memecah grogi ku. “nih kebasahan
makanya” jawabku lagi sambil memperlihatkan tubuh putih mulus cina ku yang agak
basah dan panas dingin yang Cuma ditutupi oleh celana jeans basah pula. “ soal
waktu itu, masih mau? “ tanyanya.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">PYARRRRRRRRRR!!!!!!!!!
Seperti disambar petir rasanya. “tapi katanya abang ga bisa karena pake jimat?”
tanyaku polos. “oh, jimat itu udah dilepas sekarang” balasnya.
YESSSSSSSSS!!!!!!!! Dalam hati ku meloncat kegirangan. Lampu hijau nih,
pikirku. “boleh sih bang” “brapa duit? Saya lagi ga ada duit” balasku. “lima
puluh sampe ngecrot” jawabnya. “dua lima deh sekali ngecrot, ga lama kok bang”
pintaku. “ tiga puluh deh setengah jam” jawabnya lagi. “ok, deal. Masukin
sepedanya dulu ya bang” tutupku. Lalu aku bukakan pintu pagar yang lebar dan
membantunya memasukkan sepedanya ke terasku yang terlindungi hujan dan panas
karena ada pergola. Aku kunci pintu pagar dan segera masuk menyusulnya ke ruang
tamu. Segera ku tutup pintu ruang tamu itu dan kukunci dari dalam juga.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Abang itu
berdiri tepat di tengah ruang tamu sambil menjulurkan tangannya “Firman”
katanya singkat. “Felix” jawabku sambil menyambut tangannya. Lalu ia duduk di
sofa sambil langsung terlentang santai. Pasrah untuk aku apakan saja. Melihat
itu, aku langsung beraksi, menciumi wajahnya yang kuidamkan itu sampai wajahnya
basah oleh ludah dan sedotanku. Lalu aku berpindah ke tubuh padat nya yang
berisi yang telah menghiasi mimpi mesumku sejak pertama kali ketemu. Aku buka
kaos ketatnya dan badannya yang padat berisi sexy itu tergeletak di depanku
untuk sebebasnya aku apakan saja. Putting coklatnya yang menggairahkan itu
selalu tegak berdiri menantang untuk disedot. Ahh.. putting itu jadi milikku
juga akhirnya. Aku sedot, aku jilati dada bidangnya yang coklat, penuh otot dan
keras itu. Aku jilati ketiaknya yang ditumbuhi bulu2 ketiak yang tidak terlalu
banyak namun tersusun rapi. Aku peluk, aku putar badannya, aku ciumi hingga
puas, aku gigit otot bisep dan trisepnya yang besar proporsional dan keras itu,
aku ciumi lengannya yang ditumbuhi bulu halus dan berotot itu, aku gigit
punggungnya yang terpahat sempurna, aku aaaaaaaaaarrrrrghhhhhhhhhhhhhh…. Hot
banget sih kamu!</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Puas bermain
di bagian atas tubuhnya, aku pindah ke perutnya yang menggodaku tadi, aku
jilati perut rata nya yang keras, aku putar lidah ku di sekitar bulu halus
antara pusar dan jembutnya. Aku pelorotkan celana jeans nya. Sekarang yang
tersisa hanya segundukan daging lemas di tutup oleh celana dalam bercorak
loreng army. Aku ciumi dari luar, aku basahi celana loreng itu. Ternyata dia
bukan gay yah? Kok masih lemas kontolnya? Pikirku dalam hati. Tak sabar segera
ku lepaskan daging terbungkus itu dari sarangnya. Hmmm… aku berhenti sebentar
untuk memperhatikan kontol pertama dalam hidupku. Tidak terlalu besar, sekitar
10cm panjang dan 5cm diameter. Disunat ketat dengan garis sunat memisahkan
bagian bawah berwarna coklat dan atas berwarna coklat krem muda hampir putih.
Kontol coklat berujung putih itu aku sedot, aku jilati hingga makin lama makin
membesar hingga sekitar 17cm dan 5cm diameternya. Hmmm… sedikit demi sedikit
mulai keluar precum cairan semen membasahi ujung kontol itu. Asin legit
rasanya! Aku sedot terus tuh kontol coklat, aku jilati, aku sedot kencang
kencang sampai kempot pipiku. Ahhh… begini rasanya menjilati kontol yah? Nikmat
banget, bikin ketagihan. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Pelan pelan
Firman mulai mendesis keenakan dan melebarkan bukaan selangkangannya, mendorong
kepalaku masuk lebih dalam lagi ke sela sela selangkangannya. “Aaahhhh uhhhhh
teruss teruusss enakkk” racaunya. Maju mundur kepalaku menyedot kontolnya.
Kulihat sepintas wajahnya merem melek keenakan sambil menggigit gigit kecil
bibirnya. Aku isap kontolnya sambil jari jari kiriku memainkan putingnya dan
jari kananku memainkan lobang boolnya. Hmmm… pantatnya juga keras terbentuk
sempurna. Menantang untuk dientot juga. Kontolnya sudah cenat cenut untuk
mengeluarkan isinya. Segera kulepas jeansku dan mengocok kontolku sendiri
sambil berjongkok di depan kontol Firman. “ahhhhh ahhhhh ahhhh…. Gue keluar
nih… ahhh ahhhhhhhhhhhhhhhhh”. Firman tak kuasa menahan nafsunya yang
meletupkan pejuhnya ke mukaku. Terus kuisep dan kusedot kontol Firman hingga
pejuhnya banyak muncrat ke mukaku. CROOOTTTTTTT CROOOOOOOOOTTTTT
CROOOOOOOOOOOOOOTTTTTTTTTTT. Banyak sekali pejuhnya, kujilati semua. Hmmm….
Pejuh yang masih segar, baru keluar dari pabriknya. Hangat, gurih.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Firman
tergeletak lemas lunglai sambil tetap di posisi terlentang diatas sofa. Sedang
aku beranjak menduduki badannya yang padat berotot itu. Aku kocok kontol
panjang kurusku sampai cepat dan kugesekkan kontolku dengan kontolnya. Kadang
kontolnya ku selipkan di antara lobang pantatku dan kugesek gesekkan dengan
kulit silitku. Lalu kontolku kupukul pukul ke dada bidang berototnya yang padat
berisi itu. Ooohhhh, Firman, sungguh sexy. Keringat mulai membasahi kami.
Kontolku terus kukocok di atas dadanya yang sekarang telah basah oleh keringat.
Tubuhku yang juga basah keringat menduduki paha Firman yang juga basah
keringatnya sendiri. HOT sekali. Akhirnya aku gak tahan lagi oleh rangsangan
kontol Firman di lobang pantatku. “Ahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh………….. Bang, aku
keluar!!!!!! Aaaaaaaahhhhhhhh” badanku terguncang hebat dan mengecrotkan maniku
di dada Firman yang basah oleh keringat tercampur pejuhku. “ahhh ahhh ahhh…”
nafasku habis, tersengal sengal. Tangan Firman yang berotot itu memeluk ku dari
depan, dada kami bertemu sekarang basah semua. Lengket oleh keringat dan pejuh
bercampur baru. Bau badan kami bersatu. Perut kami saling bergesekan. Kontol
kami saling menumpuk. Tubuhku terkulai lemas terduduk diatas paha Firman yang
terlentang diatas sofa ruang tamuku. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">Hujan telah
berhenti, kami telah selesai mencuci bersih semua hasil perbuatan mesum kami.
Firman kuselipkan uang tiga puluh ribu dan bergegas kembali kerja. Kata
terakhirnya hari itu “ jangan kasi tau siapa siapa yah?! “ sambil mengedipkan
mata kirinya dan memacu sepeda engkolnya</span><span style="font-size: 12.0pt; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-no-proof: yes;">...</span></div>
hari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8604309521412289906.post-12992382169122610872013-01-22T23:51:00.000-08:002013-01-29T04:11:02.910-08:00Nasib Anak KostSaya mahasiswa tingkat 3 sebuah perguruan tinggi negeri di Bandung.
Karena saya bukan asli orang Bandung, saya tinggal di sebuah rumah kost
khusus cowok. Kamarnya ada 10, penghuninya juga 10 orang. Kebetulan
mahasiswa semua.<br /><br />Salah satu hal yang saya sukai dari tempat kost
saya adalah kamar mandinya. Bukan karena bersih atau higienisnya. Bukan
juga karena desain, warna cat atau karena sebab yang lainnya. Yang aku
sukai dari kamar mandi itu adalah jumlahnya. Ya, jumlahnya yang hanya 3
buah itu membuat kami harus berbagi kamar mandi. Anda bisa bayangkan apa
yang pasti terjadi kalau orang 10 harus berbagi 3 kamar mandi. Yang
paling heboh kalau pagi-pagi semua ingin pakai kamar mandi.
Kadang-kadang kami 'terpaksa' mandi bareng untuk menghemat waktu.
Sebetulnya saya senang aja kalau harus mandi bareng. Justru itu yang
saya tunggu. Kapan lagi bisa ngeliat onderdil orang kalau nggak
'terpaksa' begitu. Belum lagi kalau kita lagi mandi, tiba-tiba ada orang
yang nggak tahan ingin kencing langsung bergabung dan dengan santainya
mempertontonkan wilayah rahasianya.<br /><br />Di antara 9 orang teman kost
saya, ada 1 orang yang jadi "man of my dream". Namanya Ary, kamarnya pas
sebelahan dengan kamar saya. Orangnya keren, rambut berombak agak
panjang, kulitnya putih mirip Indo, tingginya 180-an, bodinya
terpelihara karena dia rajin olah raga dan hobinya pakai jeans ketat
yang menonjolkan dengan jelas kelakiannya. Kayaknya sih barangnya besar
banget!<br /><br />Kami sesama penghuni rumah kost sering ngobrol. Sekali di
kamar satu, lain kali di kamar yang lain. Juga saling pinjam kaset dll.
Saya paling senang ngobrol dengan Ary, apalagi di kamarnya sendiri.
Soalnya dia selalu hanya pakai celana gombrang setengah paha tanpa
apa-apa lagi kalau sedang di kamarnya. Saya bisa puas memandangi bodinya
yang berisi, dadanya yang full otot. Yang lebih nggak nguatin adalah
bulu-bulu hitam halus di dadanya. Kalau sedang kebetulan celananya agak
melorot saya bisa lihat sebagian bulu baoknya (begitu orang Bandung
nyebut bulu genital/jembut) yang berbaris rapi menuju udelnya.
Kadang-kadang dia juga nggak pakai celdal di bawah celananya itu
sehingga kalau dia jalan saya bisa dengan jelas melihat sesuatu yang
'gundal-gandul' di dalamnya. Nah kalau pas gitu, kalau sedang beruntung,
waktu dia sila atau mengangkat sebelah kakinya saya bisa liat bijinya
yang tertutupi bulu hitam. Mana tahan......... Sayangnya cuma segitu aja
yang bisa saya liat selama ini. Saya berharap dan berusaha untuk bisa
melihat lebih jauh lagi.<br /><br />Sejauh ini dia nggak pernah menunjukkan
gejala dia itu gay, walaupun kalau ngobrol dia nggak pernah
nyinggung-nyinggung masalah cewek, apalagi cerita mengenai ceweknya. Aku
mau tanya, takut patah hati kalau tau dia suka cewek atau punya pacar.
Jadi saya anggap aja dia itu 'mengandung harapan'<br /><br />Yang jelas, dia
nggak pernah keliatan keberatan kalau saya pandangi badannya sambil
ngobrol. Malahan sering kali dia seperti sengaja (aku ge-er kali ya !)
mengangkat kakinya supaya saya bisa lebih jelas melihat anatomi
tubuhnya, atau berkali-kali membetulkan letak penisnya di depan mata
saya. Kalau nggak kuat nahan, kadang-kadang saya 'dengan tidak sengaja'
menyentuh badannya atau kakinya atau mana aja, yang penting bisa megang
dia. Mau mencoba lebih jauh, takut. Beberapa kali pernah saya mencoba
lebih jauh kepada lelaki lain yang saya sukai, yang saya dapat cuma
pandangan jijik dan selanjutnya penghindaran. Belajar dari pengalaman,
saya nggak mau lagi begitu. Jangan sampai saya nggak bisa lagi ngobrol
di kamarnya dan memandangi bodinya.<br /><br />Terhadap si Ary ini paling
maksimal juga saya hanya berani mijetin tengkuknya kalau dia mengeluh
nyeri kuduk. Memang satu kelebihan saya adalah pintar memijat (it will
be my entrance door in my next story about Ary and me). Sebenernya
memijat buat saya seperti simbiosis mutualisme (kata pelajaran Biologi).
Yang dipijat dapat enak, aku dapat kesempatan megang-megang badan
laki-laki. Kadang-kadang saya dapat kesempatan mijitin orang sampai
nyerempet-nyerempet daerah bahayanya, walaupun saya harus berusaha
mati-matian untuk tidak menyentuh wilayah terlarang itu. Lagi-lagi
dengan alasan takut dihindari orang.<br /><br />Kembali ke masalah Ary.
Satu-satunya jalan untuk bisa melihat dia lebih jauh (maksudnya melihat
dia 'totally naked') adalah mencari kesempatan mandi bersama. Beberapa
hari saya pelajari pola hidupnya, kapan dia bangun, kapan dia mandi,
kapan dia pergi, kapan dia pulang dll. Sayangnya sampai saat ini saya
nggak pernah berhasil satu kamar mandi dengan dia. Dia selalu mandi
sebelum saya bangun atau pergi kuliah nggak pake mandi.<br /><br />Saya
putar otak, mikirin gimana caranya bisa melihat dia telanjang. Suatu
sore, sambil mikir-mikir cara melihat dia telanjang, saya terlentang di
kasur memandang langit-langit. Eh, nggak taunya ada .jalan ! Ternyata di
langit-langit kamar saya ada jalan untuk masuk ke para-para (ruang
antara genteng dan langit-langit). Selama ini nggak gitu keliatan karena
memang sedikit tersamar.<br /><br />"Nah, ini dia jalannya!!", kataku. Saya
coba dorong-dorong, penutup itu terbuka. Kepala saya melongok ke dalam
para-para, lalu saya pun menyusun rencana ........<br /><br />Besok paginya
sengaja aku nggak masuk kuliah. "Pusing", begitu alasanku. Setelah semua
orang pergi, mulailah aku melaksanakan rencana itu. Dengan membawa
paku, sekrup dan obeng saya naik ke para-para, menuju atas kamar Ary.
Saya mencari tempat yang cocok, pas di atas kasurnya, lalu saya mulai
melubangi langit-langit kamarnya. Tidak terlalu besar sehingga dia tidak
akan curiga, tapi cukup besar untuk mengawasi apa yang terjadi di bawah
sana. Pulang dia nanti saya akan buru-buru masuk kamarnya, pura-pura
pinjam kaset, sambil membersihkan debu dan kotoran yang mungkin jatuh di
atas kasurnya.<br /><br />Ternyata semua sesuai dengan rencana!<br /><br />Maka
mulailah pengembaraan malam saya di atas para-para. Dua-tiga-empat
malam berlalu tampa kejadian berarti. Saya hanya bisa liat dia tidur
dengan pakaian hariannya - ya itu kolor doang !!<br /><br />Lalu pada malam
ke lima, waktu saya mulai bosen, tibalah saat yang ditunggu-tunggu itu.
Malam itu, ketika saya dengar dia menuju kamar mandi untuk sikat gigi
dan persiapan tidur, saya segera naik. Nggak lama dia kembali. Saya
dengar dia mengunci kamarnya. Dia naik ke atas kasurnya. Dan - duh aduh -
malam ini dia pakai sesuatu yang di luar kebiasaan. Dia hanya memakai
celana dalam brief warna putih. Jendolan di depan cdnya jelas terlihat
dan besar sekali. Rambut-rambut genitalnya tampak lebih banyak. Wah,
pokoknya bikin hatiku nggak karuan deh.<br /><br />Dia bawa buku bergambar
di tangannya. Mula-mula dia baca sambil telungkup. Agak kecewa juga
saya, karena hanya bisa terbatas melihat bodinya. Kayaknya sih buku
porno, karena gambarnya seperti gambar orang-orang telanjang (nggak
terlalu jelas karena agak kecil). Nggak lama dia terlentang. Kepalanya
diganjel bantal 2. Tangan kanannya tetap memegangi buku, sementara
tangan kirinya mulai menyusup ke dalam celdalnya. Digosok-gosokkannya
tangan itu di dalam. Tampak dia menikmati sekali kegiatan itu. Lalu dia
tampak mengeluarkan tangannya dari dalam cd nya. Pemandangan menjadi
tampak lebih indah karena ternyata dia melintangkan penisnya ke arah
kiri di dalam cdnya. Keliatannya sih udah tegang banget dan besar
banget. Ujungnya tampak sampai ke pinggir pinggulnya. Dia gosok-gosok
barangnya dari luar cdnya sambil terus melihat-lihat buku itu. Tiba-tiba
dia lemparkan bukunya ke sudut kamar.<br /><br />Kedua tangannya sekarang
bergerak ke daerah kemaluannya. Digelitikinya penisnya dengan kedua
tangannya itu, lalu tangan kirinya menyusup masuk ke daerah sasaran dan
menarik penisnya hingga mengacung ke arah pusar. Saya bisa liat sebentuk
cendawan yang besar berwarna agak kemerahan mencuat di atas elastik
cdnya. Waduh, besar bener kontolnya sampai2 celdalnya nggak muat ! Ujung
kepalanya sampai hampir setinggi udelnya. Masih dengan tangan kiri, dia
mengusap-usap kepala itu, terutama di seputar pinggiran kepala. Lalu
dia elus-elus daerah bawah kepala pas pertemuan kepala dengan batangnya
yang berbentuk V terbalik. Saya nggak kuat membayangkannya, karena di
situlah daerah sasaran terenak kalau saya sedang melayani diri saya
sendiri. Nggak lama dia turunkan elastik cdnya dan dikaitkan di bawah
bijinya. Wow, tampak jelas sekali penisnya tegang dan besar. Mungkin
lebih dari 19 cm. Dan bulu-bulunya lebat sekaliiii, sampai ke
biji-bijinya! Diusap-usapnya batang dan bijinya. Matanya keliatan merem
melek keenakan. Kemudian dia menarik botol Vaseline Intensive Care dari
bawah bantalnya.<br /><br />Dituangkannya ke atas penisnya, lalu kedua
tangannya mulai mengelus-elus burungnya dari ujung kepala menuju ke
pangkalnya. Bergantian tangan kiri dan kanannya mengelus-elus kontolnya.
Mula-mula daerah kepalanya doang, lama-lama diurut sampai ke bijinya.
Kadang-kadang dia mengkonsentrasikan usahanya di daerah seputar
kepalanya. Nafasnya keliatan mulai memburu. Nggak lama kemudian dia
turunkan celdalnya sampai lutut kemudian kedua kakinya membantu melepas
cdnya sama sekali sehingga dia bugil sebugil-bugilnya. Dia mulai lagi
gosok-gosok kontolnya. Makin lama makin cepat dan keliatan makin kuat.
Nafasnya terlihat makin cepat dan matanya menutup keenakan. Tiba-tiba
dia menghentikan kegiatannya.<br /><br />Dijauhkannya tangannya dari daerah
genitalnya. Dia tampak mengatur nafas. Sekitar 2-3 menit kemudian dia
mulai lagi. Begitu berulang-ulang. Rupanya dia sedang mempraktekkan
teknik memperlama orgasme. Kali ke 5 dia tidak mengurangi intensitas
pengocokannya saat dia mendekati puncak. Dia malah meremas pangkal
kontolnya kuat-kuat dengan menggunakan tangan kiri sementara tangan
kanannya terus maju mundur di batangnya. Makin lama makin cepat dan
makin kuat. Kepalanya tampak membengkak karena remasan pada pangkal
penis itu. Lalu dia gosok-gosok kepala kontolnya beberapa saat. Saya tau
dia hampir sampai pada batasnya. Bener juga, nggak lama kemudian sambil
mengangkat pantatnya tinggi-tinggi, kedua tangannya dilepaskan dari
kontolnya, lalu muatan berwarna putih itu menyembur dengan kuatnya
sampai mengenai muka dan sebagian rambutnya. Setelah 5 - 6 kali
semburan, Ary tampak lemas. Badannya tergeletak tak bergerak beberapa
saat. Tubuhnya penuh keringat. Nggak sadar aku ternyata udah keluar
juga!<br /><br />Pelan aku turun dari para (karena takut ketahuan, juga
karena lemas setelah tegang menyaksikan atraksi seru), dan berangkat ke
kamar mandi untuk bersih-bersih. Malam itu aku tidur nyenyak sekali.<br /><br />Beberapa
hari kemudian, pagi-pagi, waktu saya lagi asyik mandi sambil
membayangkan Ary dan apa yang dia kerjakan malam itu, kontol saya
ngaceng tanpa dikomandoi. Nggak tahan aku langsung menyabuni wilayah
kontol dan sekitarnya. Pas lagi asyik-asyiknya melayani diri sendiri,
tiba-tiba Ary masuk. Saya nggak sempat lagi berbalik. Dia sempat melihat
aku dengan kontol ngaceng dan daerah genital penuh dengan sabun !
Kontolku langsung lemes, tapi dia bilang "Terusin aja Lex, aku biasa kok
ngeliat orang onani" Wah, apa artinya tuh ...........<br /><br />* * *<br /><br />Aku
nggak tau apa yang musti dikerjakan. Apa itu suatu sign positif atau
hanya akal-akalan dia untuk ngetes saya aja. Apa dia menduga bahwa saya
ini seorang G, lalu dia mau mastikan hal itu untuk kemudian
menmpermalukan saya di depan orang lain seperti yang sering saya orang
lakukan terhadap kaum kita ? Atau memang dia sering ngeliat orang
masturbasi ? Tapi di mana dan dalam keadaan bagaimana ?<br /><br />Ary masih
mengenakan celana favoritnya yang komprang dan setinggi setengah paha
itu. Cuma bedanya dia pakai T-shirt pagi itu. Dengan tenangnya dia
menuju pispot di pojok kamar mandi, menurunkan celana komprangnya
sedikit, dan menarik keluar senjata rahasia dari dalam Cdnya (seperti
biasa, elastiknya disangkutin di bawah bijinya yang berbulu itu). Barang
itu, ya barang itu yang saya saksikan dari ketinggian beberapa malam
yang lalu, saat ini ada di depan mata saya dan ada dalam jangkauan
tangan saya. Ah, andai saja saya bisa memegangnya saat ini...........<br /><br />Dari
samping, barang itu keliatan besar juga, walaupun dalam keadaan lemes.
Kontol saya langsung agak ngaceng lagi ngeliat pemandangan seperti itu.
Selesai pipis, dia kembalikan penisnya ke dalam sarangnya. Dinaikkannya
celananya lalu sambil menghadap saya, seperti biasa juga, dia betulin
posisi kontol di dalam celananya lalu dia siap-siap ke luar kamar mandi.
Waktu ngeliat barang saya yang agak ngaceng itu dia hanya komentar , "
Wah, kontolmu gede juga ya !!!"<br /><br />Malu, aku berbalik. Saya kira dia
langsung ke luar, nggak taunya dia malah mendekati saya. Dia memeluk
saya dari belakang, tangannya memeluk perut saya. Persentuhan bulu di
perut saya dengan tangannya membuat saya merinding dari kepala sampai
ujung kaki saya. Badannya nempel rapet ke bagian belakang badan saya.
Saya merasa panas dingin dan gemetar. No way out, no way to turn back.
Saya biarkan saja dia begitu. Pantat saya merasakan ada barang yang
mengeras di dalam celananya. Terasa lebih panas dari pada bagian
tubuhnya yang lain yang nempel di punggung saya.<br /><br />Lalu pelan-pelan
tangan kirinya merayap menuju ke atas. Digosok-gosoknya dada saya yang
kebetulan juga berbulu, lebih lebat dari yang dia punya. Agak geser ke
samping, dia temukan puting susu saya. Dia meremas-remas dan
memijit-mijit puting itu, bergantian kanan dan kiri. Sementara tangan
kanannya bergerak ke bawah dan tiba di pangkal penis saya. Tangan itu
terus menuju ke bawah dan sampai di kantung pelir saya. Jari-jarinya
bermain-main di seputar kantung itu. Menarik-narik, mengukur-ukur besar
kedua biji saya.<br /><br />Kontol saya sudah ngaceng sengaceng-ngacengnya.
Panjangnya sudah mencapai maksimumnya (16 cm, kalau mau tau !) Rasa malu
dan takut itu hilang entah ke mana. Pokoknya yang penting hepi .....
Que sera sera ..........<br /><br />Lalu tangan kanannya itu mulai bergerak
ke atas. Disusurinya permukaan bawah kontolku sampai ke perbatasan
batang dengan kepala burung (wah, seperti pelajaran mengenai pulau Irian
saja !). Jari-jarinya menari-nari di situ. Gila, rupanya dia tau persis
tempat paling enak untuk dimanipulasi.<br /><br />Tangan kirinya nggak
sabar langsung ikut bergabung. Dengan gerakan cepat diambilnya air dalam
gayung, tangan kirinya meraih sabun yang lalu dicelupkannya ke dalam
gayung itu. Masih dengan sabun di tangan, tangan kirinya langsung menuju
sasaran. Digosok-gosokkannya sabun itu ke kontolku, lalu ke bulu-bulu
baokku. Setelah menyimpan sabun, diambilnya sedikit air lalu diusapkan
ke regio genitaliaku yang sudah penuh dengan sabun. Dikisik-kisiknya
baokku seperti sedang mengeramasi daerah itu. Dibikin begitu, daerah itu
jadi penuh dengan busa sabun, memudahkan jari-jarinya waktu dia mulai
mengocok batangku. Tangan kanan dan kirinya bergantian menyusuri
batangku dari mulai ujung kepala sampai pangkalnya, kemudian naik lagi
ke kepala dst.<br /><br />Makin lama gosokan dan kocokannya makin cepat,
nafasku memburu, kudengar juga nafasnya memburu di belakangku. Saya
mulai mengerang dan melenguh-lenguh keenakan. Saya merasa pinggulnya
menggesek-gesek pantatku, dari kiri ke kanan, kemudian ke kiri lagi,
terus ke kanan lagi. Begitu seterusnya.<br /><br />Lalu pada satu titik,
saya tidak bisa kembali lagi. Kedua tangan saya menjulur ke belakang,
mencengkeram erat pantatnya dan dalam hitungan detik meriam saya
memuntahkan larvanya yang berwarna putih susu ke lantai bursa ..... eh,
lantai kamar mandi. Tanpa bicara si Ary cuci tangan, lalu menyiram
kakinya dan keluar dari kamar mandi. Apa dia juga menikmati sequel ini,
saya nggak tau. Apa dia juga keluar saat ini, saya juga nggak tau.
Beberapa hari saya menghindar pertemuan dengan dia. Malu, sungkan dan
lain-lain perasaan bersatu.<br /><br />Hanya satu hal yang pasti, saya musti balas kebaikannya ini. Tapi gimana caranya ???<br /><br />* * *<br /><br />Sore
itu hari Sabtu. Jam baru menunjukkan pukul 6 lebih sedikit. Semua orang
pergi ke acaranya masing-masing, kecuali aku. Aku bengong aja sendiri.
Nggak ada janji dengan siapapun, nggak punya seseorang untuk diapelin.
Aku nggak tau bahwa hari itu akan jadi babak baru dalam hidup saya.<br /><br />Abis
mandi, aku pakai kaos santai dan celana pendek (tanpa underwear, biar
lebih adem). Iseng, aku buka-buka file di komputerku. Mulanya sih
sekedar liat isi komputer lewat Windows Explorer. Akhirnya mah, biasa,
mentoknya ke folder favoritku. Itu tuh, gambar-gambar hasil download
internet (aku biasa surfing di War-net deket kampus. Jam-jam kosongnya
aku udah apal, maklum untuk download gambar2 yang 'cool' sekaligus 'hot'
untuk kita-kita tentu nggak bisa sembarang waktu !). Gambar-gambar itu
betul-betul panas, it certainly turned me on !<br /><br />Lalu ada
tulisan-tulisan yang aku ambil dari Men On the Net. Yang menarik sore
itu antara lain tentang pelajaran "menyedot" (ada di bawah judul
Tutorial, kalau ada yang mau liat langsung). Pelajarannya lengkap, 14
langkah untuk menjadi cocksucker yang handal. Wah, mantap man. Pikiranku
melayang ke mana-mana, persis seperti judul lagunya Januari Kristi.
Andai saja aku punya kesempatan untuk mempraktekkannya.<br /><br />Lalu
terdengar suara motor masuk pelataran. Tanpa liatpun aku udah tau itu
motor si Ary. Dia punya jadwal basket setiap Sabtu sore. Biasanya sih
pulang sebentar, mandi, ganti baju lalu ngacir lagi entah ke mana. Dari
dalam kamar, aku denger dia membuka kunci kamarnya. Nggak lama, dia
jalan ke kamar mandi. Ngelewatin kamarku yang sengaja kututup pintunya,
dia cuma teriak, "Lex, lu nggak ke mana-mana ?" "Nggak euy", jawabku.<br /><br />"Lagi
ngapain lu ?", tiba-tiba dia buka pintu kamarku. Sepintas dia keliatan
udah mandi. Pakaiannya tetap yang itu; T-shirt butut dan celana
gombrangnya ("Wah, pakai celana dalam nggak ya?", pikiran nakalku mulai
beraksi). Cepat aku minimize Corel Photo Paint-ku yang lagi
memperlihatkan foto 3-in-1 ( Sambil loco barangnya sendiri, cowok yang
paling kiri nyedot yang tengah, yang tengah nyedot yang di kanan). "Lho,
nggak jalan lu Ry ?", tanyaku. "Nggak ah, lagi males gua ! Lagian
basket tadi capek banget", balasnya. Tanpa basa-basi dia langsung masuk
dan duduk di kasurku. Yang ada di layar monitor saat itu Freecells
kesukaanku. Dia memperhatikan dari belakang, ngobrol sana-sini yang
nggak jelas sambil sekali-sekali ngomentarin kartu mana yang musti
dipindahin.<br /><br />Lalu pembicaraan berpindah ke basket. Dia ceritain
tentang basketnya sore itu. Aku nanggapin secukupnya, pokoknya jangan
sampai dia keluar lagi sore ini. "Kalau lu mau, gua bisa pijetin lu !",
tiba-tiba mulutku bicara. Aku nggak tau dari mana itu keberanian muncul.
"Boleh juga", dia bilang. And I thought it was my time to take the
chance !!!!!<br /><br />"Tiduran deh", kubilang sambil berdiri ambil minyak.
Nggak lupa, aku kunci pintu kamar. Sekedar jaga-jaga. Lalu dia
telungkup, mukanya dihadapkan ke kanan. Aku lalu duduk di samping kanan
badannya. Matanya terus ngeliatin aku. Aku mulai dari kaki kanannya.
Mula-mula telapaknya, lalu naik ke betis. Aku mengagumi kebagusan
badannya. Well-built, kata orang Amrik sih. Merasakan kekenyalan
ototnya, juga bulu-bulu kakinya yang cukup lebat, aku merasa celana aku
menjadi agak sesak. Ada sesuatu yang berdenyut-denyut di dalamnya.<br /><br />Sampai
di paha, aku singkapkan pipa celananya sampai batas pantatnya. Matanya
tertutup sekarang, mulutnya sedikit menyungging senyum. Nggak ada reaksi
lain selain mengangkat sedikit pahanya supaya pipa celananya itu bisa
naik maksimal. Malah pipa celana kirinya dia sendiri yang singkapkan.
Bingung juga aku, kenapa dia nggak ada reaksi apa-apa sampai sejauh ini.
Ya aku pijit aja pahanya yang berbulu itu dari bawah ke atas. Waktu
tanganku memijat paha bagian dalamnya, sengaja aku mendorong jari-jari
aku sampai menyentuh kantongnya. Aku pijit pangkal pahanya agak lama.
Tetap tanpa reaksi !!! Aku sendiri yang kelimpungan.<br /><br />Lalu aku pindah ke sebelah kiri badannya. Seperti tadi, mulai dari telapak kaki, kemudian betis dan berakhir di paha.<br /><br />Kemudian
aku beralih ke pantatnya. Sekali sentuh, aku bisa mengambil kesimpulan.
Dia pakai celana dalam. Aku tekankan kedua ibu jari ke daging pantatnya
yang cukup keras itu, dan aku buat gerakan melingkar. Belalainya di
bawah sana tentu merasakan tekanan itu. Sesuai pengalaman, kayaknya sih
nggak ada orang yang bisa tahan nggak ngaceng kalau pantatnya
diperlakukan seperti itu. Aku minta dia longgarkan kancing celananya
supaya aku bisa memijat pantatnya dengan lebih leluasa. Tanpa protes,
dia ikutin. Malahan dia sekalian menurunkan celana gombrangnya itu
sampai lutut, kemudian dengan menggunakan jari-jari kakinya, dia
lepaskan celana itu sama sekali dari badannya. Yang tinggal cuma CD-nya
doang. Melanjutkan prosesi, aku turunkan bagian belakang CD-nya sampai
pantatnya keliatan semua, lalu aku tekan tulang ekornya dan juga daerah
seputar lubangnya (Eh, mau tau nggak, ternyata pantatnya juga berbulu
sampai seputar lubangnya !) Dia sedikit mengerang waktu aku lakukan itu.
Selesai itu, aku naikkan lagi elastik CD-nya ke pinggang. Aku nggak mau
pesta ini terlalu cepat berakhir.<br /><br />Aku lalu minta dia untuk buka
T-shirtnya. Dia angkat kepalanya sedikit, ditatapnya mata aku sebentar,
lalu dia mengikuti permintaan aku. Mula-mula dari samping tubuhnya aku
memijit tengkuknya, lalu turun ke bahu, terus ke punggung, Mukanya
dipalingkan ke arahku. Matanya ! Rasa-rasanya dia punya mata ngeliatin
aku terus, terutama daerah pangkal pahaku. Sampai saat akan memijat
pinggangnya, aku duduki pantatnya. Sekali-sekali sengaja aku goyangkan
badanku, supaya daerah pinggulnya ikut bergerak. Dia pasti menyukai
tekanan dan gesekan yang dialami kontolnya, soalnya dia mengeluarkan
suara-suara keenakan saat aku melakukan itu. Di tempat-tempat yang aku
rasakan ada strain, tentu saja aku bantu melemaskannya (aku belajar juga
tentang ini, dan aku musti bisa memuaskan klien dong !) Tapi, jujur aku
katakan, sesungguhnya ini proforma saja, sebelum sampai di daerah
sasaran utama. Sesekali dia memuji kepandaianku memijat.<br /><br />Lalu
sampailah pada saat yang ditunggu-tunggu. Aku suruh dia balikkan
badannya. Tanpa tunggu perintah ke dua, dia segera balikkan badannya.
Dan tanpa malu-malu barangnya ngaceng di balik celana dalamnya. Dia
nggak berusaha menutupinya sama sekali. Wow !!! Aku liat ada sedikit
noda basah di celananya. It's his precum<br /><br />Walaupun aku mulai nggak
sabar, aku belum mau menuju daerah terlarang itu. Aku mau menyisakannya
untuk babak terakhir. Aku pijit dulu bagian dadanya, bagian yang aku
sukai dari badannya (sebelum aku kenal bagian lainnya itu, tentu saja !)<br /><br />Puting
susunya menegang waktu aku urut dadanya yang berbulu itu. Tanpa bisa
ditahan lagi, jariku bermain-main di seputar putingnya itu. Dia tetep
tutup mata, dan nampak tak berkeberatan aku berkelana di atas badannya.<br /><br />Sampai
di perut, aku mengagumi otot perutnya. Begitu keras! Dan
bonggol-bonggol otot di perutnya begitu seksi walaupun tertutupi dengan
bulu-bulu halus. Karena harus mengurut perutnya dari bawah ke atas, aku
menurunkan sedikit elastik cd-nya. Aku geser sedikit kontolnya ke arah
kiri sehingga dia melintang di dalam CD. Dia nggak berusaha mengelak
waktu aku menyentuh penisnya. Di lubang kencingnya tampak titik bening.
Ternyata memang sudah keluar tuh mani beningnya. Cepat aku selesaikan
urusan pijat di daerah perutnya tanpa ngutak-ngatik penisnya lagi.<br /><br />Sambil
tetap duduk sila di kanan badannya (Waktu dia telungkup, aku ada di
kiri badannya, tapi setelah terlentang tentu ada di kanannya), aku ambil
tangan kanannya. Sengaja kuletakkan jari-jari tangannya di atas
selangkanganku. Aku mulai pijit otot deltoidnya. Wah, dia memang punya
otot yang bagus di seluruh tubuhnya. Rupanya pada awalnya dia nggak
sadar di mana jari-jarinya berada. Belakangan jari-jarinya mulai
meraba-raba celanaku. Kubiarkan saja (memang itu yang aku tunggu !!)<br /><br />Pindah
ke bagian kiri tubuhnya, aku lakukan hal yang persis sama. Jari-jari
tangan kirinya kuletakkan di selangkangan. Kali ini dia lebih pintar dan
lebih aktif meraba-raba. Dia berusaha temukan penisku dan dia raba dari
pangkal sampai ujungnya. Bahkan paha sayapun diraba-rabanya. Jarinya
berusaha memasuki celah celana pendek aku, tapi posisi silaku
menghalangi dia untuk bisa sampai ke sasaran. Oh, yang dia lakukan hanya
menambah sempit celana pendekku saja.<br /><br />Selesai semua, aku pindah
ke bawah. Aku pijat paha depannya. Berkali-kali aku lihat penisnya
berontak minta keluar dari sarangnya. Lalu tanganku bergerak menuju
pinggangnya dan tiba-tiba aku menarik celana dalamnya ke bawah. Dan,
there he was, berbaring telanjang di kasur kamarku dengan penis ngacung
ke atas, berdenyut-denyut seirama dengan denyut jantungnya !!!<br /><br />Lalu
aku buka kedua pahanya lebar-lebar, aku bergeser mendekat. Tangan
kananku menyusuri paha dalamnya mulai dari lutut dan berakhir di
bijinya. Aku ulurkan tangan kiri aku, aku remas batangnya. Dia
mengerang. Perlahan aku mulai mengurut batangnya yang keras dan hangat
itu, dari atas ke bawah. Nafasnya mulai memburu.<br /><br />Sementara tangan
kananku menari-nari di atas mainan barunya, tangan kiriku meraih
pangkal penisnya dan menegakkan penisnya. Mukaku merunduk mendekati
sasaran. Hidungku segera menangkap aroma laki-laki yang begitu kuat
memancar dari daerah selangkangannya, bau erotik !! Aroma itu
memperbesar gairahku. Nggak sabar, aku buka T-shirtku. Aku hanya tinggal
pakai celana pendek.<br /><br />Aku jilat lubang kencingnya, rasa
asin-asin-licin. Nggak sampai hitungan menit, kepalanya yang besar dan
agak keunguan itu sudah bersarang di dalam mulut. Kuemut kuat-kuat
sampai pipiku kempot. Dia mengerang lebih kuat. Waktu aku gelitiki
daerah V terbaliknya dengan ujung lidah, dia menggelinjang. Dia tusukkan
kontolnya ke dalam mulutku, sampai-sampai aku harus tahan pinggulnya
dengan tangan biar aku nggak keselek.<br /><br />Aku lepaskan kepalanya dari
mulutku, sejenak aku mengagumi penisnya. Lebih besar dan lebih seksi
dari yang aku bayangkan. Vena-venanya tampak jelas di permukaan
penisnya. Lalu lidahku mulai menyusuri bagian bawah batangnya. Iseng,
aku gelitiki lagi daerah pertemuan batang dengan kepalanya sampai Ary
menggelinjang kegelian.<br /><br />Lalu aku terus turun sampai ke
kantungnya. Geli terasa di seputar mulut terkena baoknya. Lidahku mulai
menjilati bijinya, terus naik ke pangkal batangnya sampai ujung
penisnya. Persis seperti anak-anak lagi jilat es krim kesukaannya, aku
ulang-ulangi kegiatan itu. Kantung .... batang .... kepala .... kantung
.... batang .... kepala ... kantung .....<br /><br />(Kata tulisan yg di MOTN itu sih, kegiatan itu nggak akan bikin seseorang cepet keluar !)<br /><br />Puas
begitu, aku kembali lagi ke kepalanya. Aku masukkan seluruh kepalanya
ke dalam mulut, lalu aku emut-emut. Dia mengerang. Lalu sedikit demi
sedikit batangnya aku telan. Nggak lebih dari separo barangnya yang 19
cm itu bisa masuk. Kalau aku coba lebih jauh, rasanya mau muntah. Lidah
aku bergoyang-goyang di dalam, mengelus kepalanya, menyusuri coronanya,
menggoyang-goyang batangnya.<br /><br />Kemudian aku rasakan tangannya
meraih kepalaku dan menekan kepala aku itu ke bawah. Dia nggak mau
dilepaskan lagi. Maju mundur aku gerakkan kepala aku. Kalau dia angkat
pinggul terlalu tinggi aku tekan dengan tangan aku. Ke luar masuk
barangnya di dalam mulutku. Makin lama makin cepat, makin liar. Untuk
menyervis batangnya yang nggak bisa masuk ke dalam mulut, aku gunakan
kedua tanganku. Bergantian naik turun sampai pangkal batangnya. Erangan,
desahan, teriakan tertahan, keluar dari mulutnya. Makin lama makin
kuat, makin tak terkendali. Tangan kirinya mencengkram bahuku, sementara
tangan kanannya menekan kepalaku lebih ke bawah, menggenggam rambutku.
Gerakan mulutku makin cepat, maju-mundur-maju-mundur. Barangnya
keluar-masuk-keluar-masuk. Makin lama makin cepat. Makin lama makin
semangat. Tiba-tiba aku rasakan badannya mengejang! Pantatnya diangkat
tinggi, menusukkan penisnya lebih dalam ke mulut aku sampai aku
tersedak. Dia sudah sampai di finish!<br /><br />Karena ingin mengulang apa
yang pernah kulihat tempo hari dari para dan aku nggak ingin dia keluar
dalam mulut aku (setidaknya tidak malam itu) aku genggam kuat-kuat
pangkal penisnya dengan tangan kiriku. Kontolnya mengejat-ngejat dalam
mulut. Terasa ada denyutan di pangkal penisnya itu. Aku lepaskan
barangnya dari dalam mulut, aku lanjutkan sedikit menggosok kontolnya
dengan tangan kanan, lalu aku acungkan penisnya tegak lurus ke
langit-langit. Waktu aku lepaskan genggaman tangan kiriku dari pangkal
penisnya, semprotan air maninya muncrat tinggi sekali, kemudian meluncur
turun. Sebagian besar mendarat di perutnya, sisanya kena muka dan
rambutku serta seprei kasurku. Kontolnya masih berdenyut beberapa kali,
mengeluarkan sisa muatannya. Lahar putih mengalir menuruni batangnya
yang masih aku acungkan ke atas dan tertahan di pangkal penisnya yang
penuh bulu.<br /><br />Sekarang giliran aku ! Cepat aku buka celana
pendekku. Kontolku belepotan mani bening. Telanjang, aku lompat ke
samping kanannya. Miring kiri, aku rapatkan badanku yang basah oleh
keringat ke badannya yang juga banjir keringat. Penisku merapat pada
pahanya. Dia mengelus-elus kepalaku. "Bukan kepala atas yang butuh
belaian, Ry !", kataku dalam hati. Lalu tangannya aku ambil dan kutuntun
ke bawah, ke tempat barangku yang sudah nggak sabar menunggu. Dia
menggenggam kontolku. Pelan-pelan dia mulai menggerakkan tangannya
sepanjang barangku. Oh, dia mengulangi lagi kejadian di kamar mandi
beberapa hari yang lalu. Aku diloconya.<br /><br />Supaya lebih licin, aku
colek mani yang numpuk di perutnya, lalu aku oleskan ke kontolku
sendiri. Dia mengikuti. Dijauhkannya sedikit badanku dari badannya,
kemudian dia duduk. Sambil duduk, diambilnya sisa air mani di perutnya,
lalu dioleskan ke kontolku. Dia mulai lagi ngocok barangku memakai
maninya sebagai pelumas. Nggak butuh waktu lama, barangku yang sudah
lelah menunggu dari tadi langsung bereaksi. Dia langsung bongkar muatan.
Cairan putih kental hangat itu nyemprot tak terbendung, langsung kena
badannya. Sebagian jatuh di kasur.<br /><br />Lalu kepalanya menunduk.
Tangannya meraih kepalaku. Diciumnya bibirku dengan hangat. "Alex,"
katanya, "sudah lama aku berharap seperti ini.". Lalu dia memeluk aku,
menindihi badan aku. Dada ketemu dada, perut ketemu perut, kontol ketemu
kontol. Mani aku dan maninya bercampur. Malam itu kami tidur
berpelukan.<br /><br />"Ah, andai saja aku tau dari dulu bahwa dia juga menginginkan hal yang sama !!! "<br /><br />Lalu
besoknya, dan besoknya, dan besoknya kami selalu mencari kesempatan
untuk bisa sering bersama. Mandi bersama setelah semua orang pergi,
surfing internet bareng, sama-sama terjemahkan cerita di MOTN, dan masih
banyak lagi. May be next time I'll tell you some of our experiences.
hari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-8604309521412289906.post-29380688231939207812013-01-22T23:39:00.001-08:002013-01-29T04:11:02.916-08:00Pelajaran Tambahan KeponakanKarena studyku tidak kunjung kelar. Sementara tiap bulan aku selalu
minta tambahan uang kiriman. Maka aku diultimatum ayah untuk melanjutkan
kuliah di kota kelahiranku, yaitu kota Malang saja. Memang kuliahku
berantakan karena aku terjerumus ke pergaulan bebas kota metropolitan,
sehingga tidak memperdulikan studyku.<br /> <br />
Setelah mengurus semua
surat-surat kepindahan dari Kota Jakarta, pindahlah aku ke kota Malang
dan mendaftar di salah satu perguruan tinggi swasta. Di kota Malang, aku
tinggal di rumah budhe dari ayahku. Budhe mempunyai 3 orang anak cowok.
Anak pertama bernama Dion, umurnya 16 tahun. Anak kedua bernama Ferdian
berumur 13 tahun. Anak ketiga bernama Galih berumur 11 tahun. Walaupun
mereka bertiga masih ABG tetapi tubuhnya bongsor dan sehat, mungkin
karena gizi dan hormon yang berlebihan.Untuk singkatnya, aku mulai
dengan pengalaman bersama Dion yang berumur 16 tahun dan baru duduk di
kelas I SMU. Pada suatu siang, kami berdua belajar di ruang keluarga.<br />
Kebetulan
jika ada waktu lowong, ketiga ponakanku ini sering minta diajari
mengenrjakan PR atau dibimbing pelajaran yang kurang dimengerti. Aku
sebagai kakak ponakan yang telah mengenyam bangku kuliah, dengan senang
hati membimbing dan mengajari pelajaran yang mereka kurang mengerti. Aku
suka sekali mengajari dan membimbing para ponakanku ini. Karena mereka
baik-baik, penurut.<br />"Om.. tolong pijatin dong betis kakiku, capek nih
tadi habis olah raga di sekolah," kata Dion tiba tiba.Wah… kesempatan
datang nih pikirku. "Ayo.. kamu tengkurap di sofa aja ya?" jawabku
kegirangan karena merasa mendapatkan kesempatan.Kemudian Dion telengkup
di sofa dan aku duduk di ujung sofa, telapak kakinya kuletakkan di atas
pahaku dan aku mulai memijat kakinya. Dengan pelan dan penuh perasaan,
aku mulai memijat dari pergelangan kaki terus naik ke atas betis,
bergantian kaki kiri dan kanan. Ketika aku asyik memijat betis kaki
kanannya, tanpa aku sadari telapak kaki Dion menempel sesaat di
kemaluanku dan kontan darahku mengalir kencang serta kemaluanku menjadi
keras. Aku perhatikan Dion, apakah dia sengaja atau tidak sengaja,
tetapi dia santai saja. Kemudian aku teruskan memijat betisnya dan
kejadiannya berulang lagi, karena sekali ini aku yakin Dion sengaja,
maka aku nekat menarik telapak kakinya dan menempelkannya di kemaluanku,
ternyata Dion diam saja dan hal ini bagiku merupakan lampu
hijau.Kurasakan Dion merespon, telapak kakinya menekan-nekan halus
kemaluanku dan ini membuat kepalaku mulai sakit karena nafsuku mulai
naik.<br />
“Dion.. kita pindah ke kamar kamu yuk.., supaya lebih rileks,” kataku penuh dengan harapan.<br />“Wew..kenapa? Kenapa ga disini saja”jawan Dion<br />“Ups…aku salah sangka neh.”pikirku.<br />“Disini ga enak. Ayo di kamar kamu saja, boar Om bisa sambil liat VCD atau dengerin mp3,”jawabku sekenanya.<br />“Boleh lahh..,” kata Dion, dan ini membuatku kegirangan.<br />Setelah
di dalam kamarnya, Dion langsung telungkup di atas ranjang dan aku
mulai melanjutkan pijatanku. Sebelumnya aku ke kamarku duu, mengambil
VCD di dalam tasku. Lalu sesampai di kamar Dion kuhidupkan VCD bokep
itu. Aku teruskan memijit Dion sambil melihat tayangan dari VCD. Saat
pertengahan CD, ada adegan cowok yang merintih-rintih saat dioral cowok
dan cewek bersamaan. Memang aku sengaja menyetel VCD threesome, dua
cowok dan satu cewek. Aku lihat reaksi Dion yang mengintip apa yang
sedang aku setel di VCD playernya. Ternyata Dion tidak protes, malah
semakin konsentrasi melihat VCD porno itu. Aku mulai lebih nekat, sambil
memijat betisnya, telapak kakinya kutempelkan di kemaluanku dan Dion
masih terdiam saja. <br />
Aku yang terangsang melihat VCD porno itu,
semakin tidak terkontrol. Telapak kakinya kugeser-geser dan di arah
selanganganku. Rupanya Dion bereaksi dan langsung menekan-nekan halus.
Wajahku mulai terasa panas dan nafasku pendek-pendek, aku mulai horny
tetapi aku harus sabar dan tidak boleh terburu-buru, takut Dion shock
dan menyebabkan semuanya berantakan. “Om ini kenapa? Kok kayaknya ada
yang mengeras”,tanya Dion. Aku diam saja tapi dengan perlahan, aku
melepaskan celana panjangku dan kini hanya mengenakan celana saja.<br />Ketika
merasakan benda asing yang mengeras, Dion tampaknya agak kaget dan
terdiam sebentar, tetapi tidak lama kemudian dia mulai menggerakan
telapak kakinya kembali. Mungkin dia merasakan perbedaan celana jins
yang kupakai dengan celana pendek tipis yang kupakai sekarang. Ujung
jari kakinya bergerak di luar celana pendekku yang tipis ini. Sesaat
kakinya menyentuh halus biji kemaluanku dan terus naik ke atas sampai ke
batang penis dan kepala penisku. Kadang-kadang ditempelkannya seluruh
telapak kakinya dan rasanya aku benar-benar terangsang hebat aibat
ulahnya. Kupegang telapak kakinya dan kulebarkan jari jempolnya,
kuselipkan batang kejantananku di antara jari jempol kakinya dan
kujepitkan kejantananku naik turun. <br />
“Heii…..apa-apaan neh”,tanya
Dion. Aku diam saja sambil terus memijit Dion dengan lembut. Karena
reaksi Dion tidak terlalu frontal, aku semakin berani. Kontolku yang
masih terbungkus celana dalam tipis itu terus kugesek-gesekkan di
kakinya. Wah.. rasanya benar-benar nikmat. Kuperhatikan Dion diam saja,
tapi aku yakin dia pasti sangat horny juga. Karena aku takut air maniku
cepat muncrat keluar, kuhentikan jepitan jari kakinya dan kuteruskan
memijat. Pelan tetapi pasti, aku mulai memijat pahanya, karena dia juga
memakai celana pendek maka dapat kurasakan kehalusan kulit pahanya yang
putih dan lembut. Tanganku terus naik ke atas, ke pangkal dalam pahanya,
bagian dalam pahanya kupijat pelan sambil sekali-kali kuraba. Dapat
kurasakan sekali-kali Dion mengencangkan pahanya, aku yakin kontol
Dionpun pasti lagi tegang. Kemudian aku pindah ke pantatnya, di sana
kupijat dengan memutar-mutarkan telapak tanganku sambil menekan-nekan.<br />
Kulihat
Dion mulai menggigit bantal dan menggesek-gesekan badannya di ranjang.
Karena aku tidak mau permainan ini cepat selesai, karena aku cepet
ejakulasi maka aku memutuskan menurunkan libidoku sedikit. Tanganku
mulai memijat pinggang dan punggung Dion. Gerakan tanganku biasa saja
karena aku menginginkan libido Dion menurun sedikit. Ketika aku memijat
bahu Dion, aku sengaja duduk menimpa pantatnya. Sekarang saatnya naik
lagi, sambil memijat dan meraba lehernya, batang kejantananku
kugesek-gesekan di bokongnya. Sekali-kali kumasukkan jari kelingkingku
ke dalam kupingnya dan Dion menggelinjang kegelian. Aku semakin horny,
dengan telungkup di atas tubuhnya kujilat-jilat leher dan belakang
kupingnya. Dion mendesah-desah kegelian dan keenakan.<br />
“Oke Dion.. sekarang pijat bagian depan,” kataku sambil membalikkan badannya yang telungkup.<br />“He eh..” jawab Dion terdengar lemas.<br />Setelah
Dion terlentang, aku duduk di samping tubuhnya dan mulai memijat
pahanya. Kupijat pelan-pelan bagian dalam pahanya, Dion memejamkan
matanya dan begitu menikmatinya. Tanganku kunaikkan sedikit, tetapi
tidak sampai menyentuh kemaluannya, aku ingin Dion benar-benar terbakar.
Kemudian tanganku pindah ke perutnya, kaosnya kusibakkan sedikit.
Sambil meraba-raba perutnya yang kencang dan putih, kusempatkan
menggelitik pusarnya dengan jari kelingkingku. Nafas Dion terdengar
menderu-deru dan dia mulai mendesah-desah keenakan.<br />“Aduh Om… geli sekali..,” katanya sambil membuka mata.<br />“Ngga apa-apa Dion, tahan sedikit dan nikmati saja.” kataku berusaha menenangkannya.<br />
Posisi duduk kugeser ke samping kepalanya. Sambil tetap memijat dan meraba-raba perutnya.<br />Tanganku
turun ke bawah, kurasakan kontol Dion juga telah tegang sekali. Aku
elus-elus dari luar celana pendeknya. Dion melenguh dan menikmati
helusan tanganku. Aku semakin berani. Kuselipkan tanganku ke balik
celana pendeknya. Kudapati bulu-bulu jembutnya. Dengan hati hati
kusentuh kontol Dion yang telah tegang dengan ujung jariku. Dion
menggeliat sambil terus terpejam matanya. Karena tidak ada respon
penolakan, aku jadi lebih berani bertindak jauh. Kupelorotkan celana
dalamnya, lalu kupegang kontol Dion yang teracung keras itu. Aku kocok
dan kuelus dengan lembut. Tubuh Dion bergetar menikmati kocokan tanganku
pada kontolnya. Aku semakin bertindak jauh, kudekatkan mukaku dan
mulutku ke kontolnya. Kulihat kontol itu berwarna kemerahan, dengan
warna batang kuning kecoklatan bersih. Panjangnya sekitar 17 cm lebih.
Cukup panjang juga untuk anak seumuran dia. Tapi ukurannya tidak terlalu
besar dan kontol itu belum berurat. Dan jujur aku suka sekali dengan
kontol yang lurus dan tidak terlalu besar seperti ini.<br />
Lidah
kujulurkan dan kusentuh kepala kontol Dion. Tubuh Dion terhenyak kaget
merasakan sensasi dingin dari ujung lidahku. Mata Dion terbuka dan
melihat ke arahku. Aku tersenyum dan mengangguk. “Mau diapain
Om?”tanyanya polos. Kamu diam saja, nikati saja yah. Pokoknya enak
kok”,rayuku. Dion terdiam, sehingga aku semakin berani lanjutkan aksiku.
Kujulurkan lidahku dan kulingkari kepala kontolnya. Kujejali ujung
kontol Dion, tepat di mulut lubang keluarnya kencing. Lalu kulumuri
seluruh batang kontol itu, dan kulumat habis. Kukulum kepala kontol
Dion, hingga seluruh batang masuk ke mulut dan menyentuh tengorokanku.
Aku hampir tersedak, karena kontol itu begitu panjangnya. Ada kepuasaan
saat ujung kontol itu menyentuh langit-langit tenggorokan dan menerobos
masuk tenggorokanku. Badan Dion bergetar dan mulutnya mendesis-desis
merasakan kuluman dan rasa hangat kuluman mulutku.<br />
Lalu aku
keluarkan kontol itu dan kumaju mundurkan mulutku. Sehingga Dionpun
menggeliat geliat merasakan sensasi oral seks yang mungkin belum pernah
dirasakannya. Sambil terus mengulum kontol Dion, aku berputar posisi.
Kini kaki Dion tepat di atasku. Dan aku raih tangan Dion agar meraba dan
memegang kontolku. Awalnya kurasakan tangan itu agak ogah melakukannya.
Kubimbing tangan itu tetap di dalam calana dalamku. Kini kontolku ada
dalam genggaman tangan Dion. Karena sudah tidak kuat menahan hasrat dan
gejolak. Ku keluarkan penisku yang sudah semakin keras itu. Lalu
perlahan kudekatkan ke wajah Dion. Bibirnya bergetar karena baru sekali
ini melihat penis dan dari dekat sekali. Kubiarkan Dion memandang dan
menikmatinya dari dekat. Biarlah kontolku tidak dihisapnya. Karena
memang kurasa belum waktunya, bagi anak remaja yang baru mengalami
permainan sejenis ini.<br />Mulutku terus menghisap dan mengulum
kontolnya. Sesekali jari tanganku mempermainkan buah pelernya dan
bergerak kebawah dan kuselipkan ke lipatan bongkahan pantatnya. Terasa
bulu anusnya yang halus. Kupijat-pijat sambil kuraba-raba. Sekali kali
kusentuh lubang anusnya. Dion mengelinjang kegelian dan keenakan. Batang
kejantananku semakin kudekatkan ke wajahnya dan kugosok-gosokan di
pipinya yang halus, mata Dion terpejam malu, tetapi aku yakin ia
menikmatinya karena wajahnya memerah dan nafasnya menjadi sangat berat.<br />“Om… kepala Dion sakit, nyut-nyutan..,” katanya sambil membuka matanya yang terpejam tadi.<br />“Oke
Dion… Om tuntaskan permainan ini ya..?” kataku melepaskan celana
dalamnya total. Aku berubah posisi lagi, dan kii aku ada dihadapan Dion.<br />
Kubuka
pahanya lebar-lebar dan kakinya kuangkat dan kutaruh di bahuku. Kulihat
kontolnya tegang teracung. Kontol itu basah mengkilap oleh ludahku.
Pelan-pelan kujilat pahanya dan terus turun ke bagian dalam lipatan
bawah kontolnya.<br />“Shhh… ah… geli Om…,” Dion menggelinjang. Kuangkat paha Dion, sehingga lubang anusnya tampak.<br />Kujilat-jilat sekitar lubang anusnya, dan sekitar selangkangannya.<br />“Ah… Om… Dion ngga tahan Om..,” Dion mulai meracau liar.<br />Sementara itu pinggulnya mulai bergoyang-goyang.<br />“Tahan Dion dan nikmati saja,” kataku.<br />Terus
kujilat dan kuhisap kontolnya sambil jari telunjukku kutusuk
sedikit-sedikit ke lubang anusnya, sementara tanganku yang satunya
meremas-remas dada dan memilin-milin putingnya yang sudah keras.<br />“Aduh… ampun… Om… shhh… ahhh..,” suaranya serak.<br />“Om… Om.., enak… geli… ahhh… aduhhh..,” racaunya.<br />
Kupikir
sekaranglah saatnya untuk membuat Dion merasakan nikmatnya seks yang
sesungguhnya. Kupercepat semua gerakanku menghisap dan mengulum
kontolnya, semakin cepat dan cepat. Sambil pinggulnya kuangkat, jari
telunjukku telah masuk ke lubang anusnya. Kulumuri dengan lelehan ludah
di skrotumnya. Lalu kuganti dengan dua jari tangan. Setelah kurasakan
Dion agak relaks, kukocok kontolku sambil kuarahkan ke lubang pantat
itu. Dengan lumuran air liur dan ludah di kepala ontolku, aku yakin akan
mempermudah masuknya kepala kontolku ke lubang anus Dion.<br />Dengan
sedikit menekan pantatku, kepala kontolku masuk di lubang anus Dion.
Kulihat Dion terhenyak merasakan benda asing masuk ke lubang
pembuangannya. Aku tidak mau tergesa-gesa dan menimbulkan trauma sakit
pada Dion. Maka kutahan gerakanku, dan kucabut lagi kepala ontolku. Lalu
aku lumuri lagi dengan ludahku. Sambil mulutku terus melumat dan
mengulum batang kontol yang panjang itu. Rupanya ada keuntungan dengan
posisi seperti ini, ditunjang batang kontol Dion yang panjang. Sehingga
aku bisa tetap mengulum kontolnya sementara kontolku menerobos lubang
anusnya. Kucoba kesempatan kedua ini dengan lebih pelan agar Dion
relaks. Kepala kontol itu masuk dan reaksi Dion tidak lagi seperti tadi.
Aku bersabar diri agar Dion cukup relaks dan dinding anusnya bisa
menerima desakan kontolku. Selang beberapa menit, kulusakkan secara
perlahan batang kontolku ke lubang anus Dion. Tapi rupanya reaksinya
sungguh hebat, ketika batang kontolku mulai masuk setengahnya dan
melesak masuk di lubang anus Dion. Kurasakan kontol Dion di mulutku
berkedut-kedut dan berdenyut denyut seolah akan memuncratkan sesuatu. <br />
“Omm….Dion…Dioonn.
mauu….Dion mauu.”kata katanya tidak sempat diselesaikan, tetapi sperma
panas sudah melesak muncrat dan menyembur di mulutku. Satu semburan
mengenai tenggorokanku dan kurasakan rasa getir campur asin. Saat itulah
kontolku kelesakkan seluruhnya hingga batang kontolku amblas semuanya
di lubang anus Dion. Rupanya Dion mencapai kenikmatan dan klimas yang
luar biasa karena kontolnya hangat dalam kulumanku dan anusnya disodok
oleh kontolku. Saat semprotan sperma itu muncrat, kuiringi dengan
hentakan kontolku menusuk lubang anusnya. Sungguh kurasakan nikmat dan
hangat saat kontolku dijepit jepit oleh anusnya yang berkontraksi karena
spermanya terpompa keluar. Dua semprotan, anusnya berkedut. Tiga
semprotan, dinding anusnya berkontraksi. Empat semprotan rasa hangat
kurasakan di dinding anusnya. Lima semburan, hingga sembilan semburan
diiringi hentakan badan Dion membuatku juga merasakan sensasi luar biasa
oleh lubang sempit anus Dion ini.<br />
Karena takut akan efek
sensitif setelah seorang cowok mencapai ejakulasi, maka kucabut kontolku
dari lubang anusnya. Mungkin bisa kucoba lain kali saja untuk menyodomi
anus Dion dengan hajaran dan hentakan yang lebih hebat, sambil aku
ejakulasi di dalam. Untuk kali ini, biar aku selesaikan ejakulasiku
dengan onani di depan muka Dion. Saat kucabut kontolku, kurasakan Dion
terhenyak dan kaget. Lalu kuarahkan kontolku tepat dimuka Dion. Kukocok
kocok kontolku dengan pijatan dan remasan agar cepat keluar. Hingga
akhirnya kurasakan desakan dari dalam magma spermaku yang akan muncrat.
Crottt…spermaku muncrat dan mengenai pipi Dion. Crottt…semburan kedua
mengenai bibir dan hidungnya. Crtoottt…semburan sprmaku yang ketiga
mengenai dahi dan kelopak matanya. Crottt..semburan ke empat dan kelima
agak melemah, dan spermaku hanya mengalir saja dan jatuh di leher Dion.<br />
Kemudian aku merasakan sendi sendiku melemas. Aku merebahkan diri di
sebalah Dion yang juga kulihat kelelahan. Sesaat kubelai belai
tangannya, dan kuusap spermaku yang memenuhi mukanya. Sperma itu mulai
meleleh dan aku ambil kaos singletku untuk melapnya. Sambil kubersihkan
sperma itu, kucium kening dan bibir Dion. Dan Dion memandangiku dengan
penuh tanda tanya. Setelah kubersihkan sisa-sisa spemaku di muka Dion,
aku keluar dari kamarnya, menuju kamar mandi untuk membersihkan dirhari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8604309521412289906.post-89963603724889605842013-01-22T23:38:00.001-08:002013-01-29T04:11:02.937-08:00Model PornoAku seorang mahasiswa yang nyambi ikutan lomba-lomba model. Beberapa
lomba kuikuti, namun seringnya hanya kekalahan yang kudapat. Mungkin
belum beruntung, begitu hiburku. Bahkan di lomba fashion terakhir, di
ruang ganti HP ku hilang. Sungguh sial!! Udah kalah, HP malah amblas
diembat maling.<br /> <br />
Akhirnya setelah mendapat masukan dari
beberapa teman yang menyarankan aku ikut agency model, sekalian h
kemampuan modelnya juga sekalian mencari tambahan uang. Kata temenku,
meskipun kita menjadi anggota agency, jika ada job dan show, maka kita
juga akan dibayar. Hitung hitung, biaya hidup sebagai anak kost bisa
diperingan. Akhirnya, aku mencari-cari informasi tentang agensi model
yang ada di Kota Malang ini. Dengan berbekal beberapa nomor telpon yang
kudapatkan, akhirnya aku memberanikan diri telpon beberapa agency
tersebut. Akhirnya jatuhlah pilihanku pada agency “Muda Bergaya” yang
jaranya tidak terlalu jauh dengan daerah tempat kost-ku. Dengan naik
taksi au berusaha mencari alamat yang diberikan saah satu staf agency
tersebut. Aku sengaja tidak naik angkot, demi menjaga gengsiku. Namun
ternyata lokasi agency tersebut tidak berada di pinggir jalan raya. Jadi
sia-sialah au naik taksi sampai habis banyak tadi.<br />
Setelah
memencet bel pagar, ada dua cowok yang bertanya dan kujawab kalau akau
sedang mencari info tentang agency model. Setelah dibukakan pagar, aku
dipersilahkan masuk dan nampak olehku ruang sanggar tempat latihan
agency tersebut.<br />Setelah menunggu beberap lama, lalu keluarlah
seorang cowok yang lumayan tinggi, berkulit putih dan berambut agak
panjang. Belakangan kukenali namanya Darmawan, asisten pimpinan agency.
Dia mempersilahkan aku duduk di depan meja, sambil menanyai maksud
kedatanganku.<br />“Namanya siapa Mas..?” katanya.angan yang tadi<br />“Sony, Mas..” kataku sambil melihat wajahnya yang ayu.<br />“Boleh lihat kartu identitasnya Mas..?” katanya lagi.<br />“Ini Mas..” kataku sambil menyerahkan KTP.<br />
Lalu
setelah melihat KTPku, dia menyalakan komputer untuk ngeprint form
pendaftaran. Saat komputer itu menyala, nampak wallpaper omputer itu
sosok tubuh atletis nan macho dengan pose yang sangat artistik. Lalu
setelah form pendaftaran diprint, dia menyerahkan padaku. Aku mengisinya
dan menanda tangani form terseut.<br />Selanjutnya, aku disuruh masuk ke
ruang sebelah, ternyata ruang sanggar yang lebih luas dibandingkan
ruangan yang tadi. Lalu muncullah Hanggoro, pemilik modelling tersebut.
Lalu dia memperkenalkan diri, dan sekilas mengapati posturku. Setelah
berbasa basi sebentar tentang jadwal dan peraturan agency akhirnya aku
pamit pulang.<br />Keesokan harinya, sesuai jadwal aku datang ke sanggar
agency tersebut. Tetapi rupanya aku salah membaca tanggal, karena yang
betul adalah mash minggu depan jadwal untuk pemula sepertiku ini.
Akhirnya aku ditemui Darmawan sang asisten. “Karena kamu terlanjur
kesini, mending kamu ke ruang audiens. Mas jalan aja lurus, terus belok
kanan.., nach disitu Mas masuk aja ya..!” katanya. Lalu aku pergi ke
tempat yang ditunjukkan oleh asisten tersebut itu.<br />
Lalu nampak
olehku Darmawan melambaikan tangan, dan langsung saja aku masuk ke
ruangan audiens itu. Disitu ada 2 cowok tanggung, dengan baju 3/4.
Satunya berambut cepak, sedang satunya berambut mohawk. Ruangan itu
penuh dengan kain penutup yang menjuntai panjang. Sekilas aku nampak
peralatan audio yang menggantung serta payung untuk kebutuhan foto
studio. Mungkin ruangan ini ruang pemotretan, pikirku saat itu.<br />“Mas Sony ya..? Aduh gantengnya. Sudah pernah jadi model sebelumnya..?” katanya.<br />“Belum pernah Mas.. Saya baru aja datang dari Manado..” kataku lugu.<br />“Ooo.. sekarang coba buka baju dan celananya Mas ya..?” katanya.<br />“Lho kok pake buka baju segala sih Mas..? Emangnya ini mau diapain..?” kataku.<br />“Mas
mau jadi model nggak..? Kalau mau jadi model, ya harus nurut..! Ya..,
ayo cepet gih buka bajunya.. sini biar kami bantu.” katanya sambil terus
menuju ke arahku untuk melepaskan bajuku, sementara temannya yang
satunya melepaskan celana panjangku.<br />
Lalu sekarang aku cuma
memakai celana dalam saja. Aku sudah setengah telanjang di depan mereka
berdua. Gundukan batang kejantananku di balik celana dalamku terpampang
dengan jelas di depan mereka.<br />“Wow, besar juga ya kontol Mas. Mas
Sony udah pernah ngeseks sebelumnya..?” tanyanya ketika melihat gundukan
senjata kemaluanku di balik celana dalamku.<br />Lho..lho…apa apaan ini,
kataku dalam hati. “Belum pernah Mas.. Emangnya kenapa sih Mas kok nanya
yang gituan..?” kataku sambil memandang mereka yang kelihatannya
tertarik dengan batang kejantananku yang lumayan besar.<br />“Begini Mas, kami mencari beberapa model yang masih ‘hijau’ pengalamannya, untuk event kami”<br />“Apa hubungannya Mas jadi model sama pengalaman.. Khan justru lebih banyak pengalamannya maka semakin bagus nantinya..” kataku.<br />
“Kami hanya mencari cowok yang memiliki potensi”kata cowok yang berambut cepak.<br />Lalu
dia mendekatiku dan seolah mengukur tinggiku. Lalu tangannya memijit
otot lengaku dan meremas bagian gundukan kontolku. Oups…nih orang kurang
ajar banget, kataku dalam hati. “Aku ada job mahal, kamu mau ga bermain
di proyek film kami”tawarnya. Kalau mau, ini kamu terima cek untuk fee
nya. Sambil menyodorkan cek bank dengan tertera nominal uang. Aku yang
memang sedang butuh uang untuk membeli HP, langsung tertarik. Karena dua
minggu tidak pegang HP rasanya seperti orang gila. “OK.. sebelum job
dijalani, saya mau ngetest punya Mas.. ok..?” katanya sambil
mendekatiku.<br />Dia memeluk tubuhku, menciumiku dan meraba-raba tubuhku.
Dalam hati aku bergumam, gak mungkin aku bisa terangsang oleh rabaan
sesama pria, karena aku bukan homo!!!. Sementara cowok yang satunya
sudah melepas celana ¾-nya, dan nampak olehku betis dan pahanya yang
penuh ditumbuhi bulu-bulu. Dada dan perutnya juga peuh dengan bulu.
Woww…aku yang tadi bersumpah tidak akan terangsang, ternyata batang
kejantananku menegang dan bertambah besar gundukannya di celana dalamku.
Cowok yang satunya mendekat dalam keadaan setengah bugil, dan
menggoyangkan tubuhnya sambil menempelkan pantatnya ke gundukan batang
kejantananku. Ohh…kenapa batang kejantananku bertambah keras saja
mendapatkan perlakuan seperti itu. Aku merasa aneh dengan orientasi
seksualku sekarang ini.<br />“Mas Son, CD-nya dibuka ya..? Kasihan yang di dalam pengen ketemu temennya..” katanya sambil dipelorotkannya celana dalamku.<br />
Seketika itu juga batang kejantananku berdiri dengan kokohnya bagaikan “Pedang Nagapuspa”.<br />“Aduh Mas.., kontolnya besar sekali.. eehhmm..” katanya lagi sambil mengurut batang kemaluanku.<br />Akhirnya
aku hanya bisa pasrah, dia terus dengan lembutnya mempermainkan
kemaluanku. Lalu aku disuruh tidur telentang. Sementara aku tidur di
lantai yang dingin, Mas itu dengan agresifnya terus mengulum batang
kemaluanku.<br />Sementara itu cowok yang satunya yang baru saja selesai
membuka pakaiannya, langsung saja mengangkangkan kakinya di atas
wajahku. Kemaluannya yang teracung keras dan dikelilingi bulu lebat itu
ditempelkannya di wajahku, lalu digeser-geserkan dengan irama lembut.<br />Lalu.., “Jilatin dong Mas Son.. eehhmm..” katanya memelas.<br />Akhirnya
kudekatkan juga kepalaku ke batang kemaluannya. Tercium bau khas
selangkangan bercampur keringat cowok. Lalu kujulurkan lidahku menjilati
kemaluannya yang sudah bengkak itu. Dia mengerang dan menggelinjang
kecil menahan nikmat. Kulihat dia meremas remas dadanya dan
memuntir-muntir sendiri puting susunya.<br />“Oh.. yess.., jilat terus
Mas.., ohh.. yess..!” katanya sambil tangannya diangkat sebelah, sempat
terlihat olehku bulu ketiaknya yang lebat sekali.<br />
Cowok berambut cepak ini sungguh maniak sekali.<br />Beberapa
saat kemudian dia meronta dengan kuat, “Aaahh.. ohh.. yess..
aargghh..,” lalu dia menjepit kepalaku dengan pahanya, lalu menekan
tubuhnya ke bawah agar kepalaku menempel lebih kuat lagi ke batang
kontolnya. Aku jadi susah bernafas dibuatnya. Dia tambah mengerang,
sementara cowok yang satunya masih terus mengulum batang kejantananku
yang tambah mengeras.<br />“Lagi Mas.. arghh.. sshh.. yah.. yah.. lagi..
oohh..” makin menggila lagi dia ketika aku mencoba mengulum ujung
kontolnya dan memainkannya dengan lidahku di dalam mulut.<br />Aku
memasukkan lidahku ke lubang keluar kecing di ujung kemaluannya. Ada
cairan putih pertanda kontol itu terangsang berat mengalir dan menetes,
sehigga dengan jilatan lidahku batang kontol itu benar-benar sudah
basah. Tiba-tiba dia menjambak rambutku dengan kuat, dan menggerakkan
badannya naik turun dengan cepat dan kasar. Lalu dia menegang, dan
tenang. Saat itu juga aku merasakan cairan precum pertanda terangsang
semakin banyak mengalir keluar dari kontolnya. Kujilati semuanya. Rasa
asin kurasakan.<br />
“Ohh.. God.. Bener-bener hebat kamu Mas Son.. ahh.. ena banget kulumanmu.. shitt..!” dia rebahan di sampingku.<br />Aku
hanya tersenyum, lalu cowok berambut mohawk yang tadi mengulum batang
kejantananku kini mulai mengangkangkan kakinya di atas senjataku. Dan,
“Bless..” dimasukkannya batangku pada lubang anusnya yang hangat.<br />Dia
pun mulai menggoyangkan tubuhnya perlahan-lahan. Pertama dengan gerakan
naik turun, lalu disusul dengan gerakan memutar. Wah.., cowok yang satu
ini begitu bernafsu sekali. Lubang anusnya memang kurasakan masih
sangat sempit, makanya dia juga hanya berani gerak perlahan-lahan tetapi
teratur.<br />
Dengan posisinya itu, cowok berambut mohawk itu
terlihat sangat seksi, kontolnya tergantung sangat menantang bergetar
getar mengikuti gerakannya. Aku dengan posisi setengah duduk berusaha
untuk menghisap dan menjilati tetek dadanya. Dia mengerang dan
gerakannya bertambah cepat, jariku berusaha meraih batang kontol yang
tergantung dan berguncang guncang itu. Sementara itu cowok yang berambut
cepa, bangkit dan berjongkok di depanku sehingga kontolnya tepat di
mukaku. Sambil kujilati batang kontol itu, dan kuraba-raba perut dan
skrotumnya. Sesekali jari-jariku menjelajahi bongkahan pantatnya dan
berusaha enusuk ke lubang anusnya yang saat ini menganga karena
posisinya yang sedang berjongkok. Dengan mudah aku memasukkan jari
tengahku ke dalam lubang pantatnya. Cairan liur dan ludah dari kulumanku
pada penisnya menetes membasahi lubang pantatnya. Jari tanganku juga
kulumuri dengan ludah dan liur itu sehingga kini terasa sangat licin.
Aku mempermainkan jariku mengikuti irama turun naik badannya, dia
terlihat menikmati sambil melempar kepalanya ke belakang.<br />Dia kemudian mengerang, “Ooocchh.. aachh.. yess..!”<br />
Aku
mencoba memasukkan jari kedua ke dalam lubang pantatnya, dan berhasil
dengan mudah, lubangnya basah dan mulai relaks menerima benda asing.
Dengan dua jari memasuki lubang pantatnya, dan batang kejantanannya yang
kujilati dan kuhisap-hisap, dia setengah berteriak bilang, “Mas Son..,
aku mau keluar.., ohh.. yess..!”<br />Dia berhenti naik turun dan menekan
pantatnya keras-keras ke pangkal batangku. akibatnya mulutku penuh sesak
oleh batang kontol berwarna coklat muda itu. Tidak lama kemudian,
terasa batang kemaluannya berdenyut denyut seolah ada yang ingin
melesak. Dia mengerang dengan keras sambil memelukku dengan kuat. Reaksi
dari itu, terjadi pijitan yang keras pada lubang anusnya pada batang
kontolku. Dinding anusnya seolah berkontraksi meremas-remas batang
kontolku. Sesaat aku tidak dapat menahan diri dan bilang ke dia kalau
aku juga akan keluar.<br />“Please.., give it to me, I want to feel it inside me..” katanya menjawab desahanku tadi.<br />Semprotan
spermaku terasa sangat kuat dan banyak sekali di lubang pantat cowok
berambut mohawk. Semprotan dengan pijitan dinding anus yang terasa
hangat dan berkedut-kedut. Dan bersamaan dengan semprotan spermaku itu,
dia bilang, “Aku juga mau keluar Mas Son.., oocchh.. it so goodd..”<br />
Pantatnya
ditekan keras-keras ke bawah, seakan-akan batang kejantananku kurang
dalam memasuki liang anusnya.. Terasa batang kemaluanku di dalam
dibatasi oleh dinding anusnya yang terus berkedut kedut. Dengan tetap
memeluk tubuhku, dia mengoyang goyangkan pantatnya. Sementara tangaku
dipaksa memeluk tubuhnya. Aku rasakan ada gesekan diperutku, ternyata
batang kontolnya yang tegang dan mengeras itu mengesek-gesek dan
terjepit diantara pelukan dua tubuh. Lalu aku rasakan kontol yang
terjepit perutku itu berkedut kedut dan akhirnya menyemprotkan cairan
hangat yang membasahi perutku. Wow…tanpa diapa-apain, kontolnya ternyata
bisa mencapai klimaks juga. Lalu kami rebah bersamaan ke tranjang
dengan kaki cowok mohawk ini masih tetap melingkar di pinggangku dan
penisku tetap berada di dalam lubang anusnya.<br />Wajah, mata, dahi,
hidung, pokoknya seluruhnya habis diciumi oleh cowok berambut mohawk itu
sambil berkata, “Terima kasih Mas.. Mas Sony memang perkasa.”<br />Melihat
aku sudah selesai dengan temannya yang sudah lemas itu, cowok berambut
jabrik mulai beraksi. Setelah selesai membersihkan batang kejantananku,
cowok ini langsung menjilat batang kemaluanku lagi. Dengan tetap
bersemangat, batang penisku dihisap dan dimasukkan ke dalam mulutnya.
Batang kemaluanku yang baru menyemprotkan sperma itu nampak masih lemas.
Namun dengan kuluman dan pijatan lidah cowok berambut cepak ini,
perlahan gairahku muncul lagi. Rasa geli pada batang kontolku begitu
hebat dan aku paksakan agar kontolku kembali mengeras dalam sekejap. Aku
lesakkan batang kontolku hingga mulut pria berambut cepak ini penuh
dengan kontolku. Rupanya cara ini ampuh, karena dengan cepat batang
kejantanku menjadi keras lagi, dan dia berkata, “Mas Son, please fuck me
from behind.”<br />Dia terus membelakangiku, dan pantatnya terlihat
merekah dan telah siap untuk aku sodomi. Sebelum aku memasukkan batang
kemaluanku, kujilat dulu pantatnya agar ludahku keluar sehingga jariku
bisa kulumuri dan bisa masuk ke lubang anusnya. Kedua jariku kutekan
dalam-dalam ke lubang pantatnya sambil kugoyang-goyangkan di dalamnya
agar dia sedikit rileks.<br />
Dari ujung penisku terlihat cairan
menetes dari lubangnya. Campuran sperma dan precum pertanda kontolku
memang sedang terangsang hebat lagi. Kuarahkan penisku ke lubang
anusnya, dan menekan ke dalam dengan perlahan sambil merasakan gesekan
daging kami berdua. Suara becek terdengar dari penisku dan lubang
anusnya. Dan cukup lama aku memompanya dengan posisi ini. Dia kemudian
berdiri dan bersandar ke dinding sambil membuka pahanya lebar-lebar.
Satu dari kakinya diangkat ke atas, dari bawah lubang pantatnya terlihat
agak merah dan basah.<br />“Ayo Mas.., masukkan kontolnya.. please now.” katanya sudah tidak sabaran.<br />Aku
dengan senang hati berdiri dan memasukkan penisku ke lubang anusnya.
Dengan posisi ini aku bergerak memasuk-keluarkan penisku dengan hentakan
hentakan penuh. Hentakan yang melesakkan seluruh batang kontolku
menghunjam lubang anusnya tanpa hambatan. Kulihat cowok berambut cepak
ini begitu menikmat tiap hentakan sodokan kontolku. Setiaphentakan
kontolku, diiringi desisan dan erangan kenikmatan dari bibirnya.<br />Sambil
memeluk tubuhnya dari belakang, aku berkata, “Mas aku mau dikeluarin
lagi, kita bisa keluar bersama-sama Mas.. ohh.. yess..!”<br />
Lubang
anusnya serasa diperkecil dan efeknya memijati penisku. Lalu kuperkeras
sodokan dan hentakan kontolku menghajar lubang anusnya. Kurasakan rasa
hangat diujung kontolku, mungkin mengenai dinding usus cowok ini. Lalu
kutarik kontolku setengah, kuambleskan seluruhnya. Lalu kutarik sampai
lepas, dan kumasukkan dengan sekejab Bless..blesss…kontolku terus
memompa dan menghunjami lubang anusnya. Lalu ketika ritme sodokan itu
semakin sering dan kontolku terasa panas, rasanya aku akan mencapai
klimaks. Lalu kubilang padanya agar secara bersamaan kami mencapai
puncak kenikmatan itu. Sungguh aku masih dapat juga keluar lagi,
walaupun tadi sudah keluar. Dan yang kali ini sama enaknya, karena
semprotannya lebih keras namun spermanya lebih encer. Kucabut batang
kontolku dari anusnya, dan kusemprotkan cairan spermaku pada semprotan
yang kesekian di luar anusnya. Namun cowok berambut cepak ini berbalik
arah dan menyambut seprotan spermaku ke mulutnya, sambil tangannya sibuk
mengocok kontolnya sendiri hingga cair sperma itu muncrat membasahi
lantai dan perutnya. Aku merasa sangat lemas, karena dalam waktu singkat
keluar 2 kali dalam satu ronde.<br />Lalu kulihat pria berambut mohawk
berdiri dan keluar ruangan lalu mematikan kamera dari balik jendela
kaca. Ups…rupanya adegan tadi direkam untuk video porno.hari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8604309521412289906.post-45414335958027218642013-01-22T23:37:00.001-08:002013-01-29T04:11:02.919-08:00Kenal DiskotikAku sebenarnya tidak suka dugem. Akan tetapi, karena malam itu
temanku lagi Ultah dan dirayain di café yang menyatu jadi diskotik.
Akhirnya aku masuk juga ke tempat dunia gemerlap malam ini. Aku datang
ke diskotik itu bersama teman-temanku. Setelah acara ultah, dilanjutkan
dengan dugem. Kata temen-temen, kebiasaan di party adalah tambah malam
tambah ramai <br />
Acara ultah dimulai sejak jam 8 malam tadi.
Sekarang udah jam 10 malam. Ternyata yang datang sudah lumayan banyak.
Kira-kira jam 12 malam, sudah banyak sekali orang yang disco,
minum-minum dan merokok di smoking area. Pokoknya suasananya rame
banget. Terus aku minum-minum bersama temanku di dekat barnya. Bar ini
dekat sekali dengan tempat disco-nya, jadi sambil minum-minum dan
ngobrol kita bisa mengecengin orang yang sedang disco. Temanku
mengajakku minum, kuladeni tapi dia menyuruhku yang memesan minumannya.<br /><br />Ada
satu cowok yang memandangiku terus sejak lampu disco dinyalakan.
Kemudia dia tersenyum saat aku menoleh padanya. Kupikir sama seperti
pengunjung lainnya, maka aku segera larut dengan teman-temanku. Waktu
aku akan ke toilet, aku melewati banyak kerumunan orang. Sesaat aku
berhadapan dengan dia, dan dia menyapaiku “hai”. Kubalas “hai” juga
sambil menganggukkan kepala. Saat aku kembali dari toilet, dia
melambaikan tangannya ke arahku, agar aku mendekat ke mejanya. Dia
bertanya namaku dengan mendekatkan ke telingaku. Nama pria ini Jericho,
seorang akuntan di bank swasta. Suara musik yang berdetum detum membuat
kita yang akan berbicara harus keras dan mendekatkan telinga.<br /><br />Dia
bertanya lagi tentang rumahku, namun kali ini bibirnya sengaja
ditempelkan ke telingaku. Agak geli aku rasa. Aku sadar, dia sengaja
menggodaku. Lalu dia bilang mau mengajakku jalan-jalan di luar. Dia
menunjuk parkiran belakang diskotik, dekat baliho rokok. Aku mengiyakan,
tanpa yakin aku akan memenuhi permintaannya. Beberapa menit kulihat dia
sudah menghilang dan menuju keluar dikotik. Antara ragu dan takut, aku
masih terhenyak di tempat dudukku.<br /><br />Tapi sadar aku telah membuat
janji dan tidak ingin membuatnya marah, aku melangkah keluar dan
menemuinya di tempat yang ditunjuknya. Aku menoleh dan mencari lokasi
yang digambaran. Lalu sekilas kulihat dia sedang memainkan HP sambil
menungguku. Dia tersenyum lalu mengajakku ke mobilnya. Aku mengikutinya
dan masuk ke mobilnya. Kutanya “Ini mau jalan kemana mas”<br />“Terserah kamu, mau kemana. Ada ide?”balasnya.<br />Akhirnya
mobil berputar putar di jalanan, dan setelah 20 menit ga ada tujuan
yang jelas, dia menawariku mampir di rumahnya. Ternyata rumahnya dekat
sekali. Ataukah mungkin dia telah merencanakan mau mengajakku ke
rumahnya, sehingga saat tai putar-putar dia mendekati jalan ke rumahnya.
Setelah parkir di halaman, dia mengajak masuk ke ruang tamu. Dia
menanyaiku mau minum apa. Ada banyak camilan di meja ruang tengah yang
menjadi ruang santai, sekaligus nonton TV atau home theathre ini.<br /><br />Aku
ambil remote TV dan mencoba menyalakan. Ternyata yang kupencet remote
home theathre. Dan alangkah terkejutnya saat kusaksikan tayangan adegan
“last memory” dari VCD yang sedang diputar. Tiga cowok sedang mengerjain
satu cewek secara bergantian. Lalu diantara cowok itu juga saling cium
hingga saling mengoral satu sama lain. Antara vrasa penasaran dan risih,
aku tetap menonton tayangan porno tersebut. Tidak terasa, rudalku
menegang pertanda aku terangsang melihat tayangan tersebut.<br />Tiba tiba
Jericho berdiri dibelakangku sambil membawa kopi panas. Aku panik dan
malu. Tapi kepalang tanggung, aku terdiam terus menyaksikan tayangan di
layar TV. Lalu sambil menonton, kami selingi dengan ngobrol-ngobrol.
Ternyata ngobrol dengannya enak sekali sepertinya aku sudah mengenalnya
sejak dulu. Akhirnya omongannya merembet ke arah gituan. Dia memancing
mancingku tentang hubungan seks yang sudah aku lakukan. Tiba-tiba dia
mendekatkan wajahnya dan mencium tengkukku. Aku kaget dan menepis
wajahnya. Dia hanya tersenyum, dan berusaha tangannya meraih tanganku.
“Gak Papa Malik, toh ga ada siapa-siapa”,bujuk Jericho.<br />
Aku
terhenyak, dan itu memberikan kesempatan Jericho memegang jendolan
selangkanganku yang terus menegang sejak tadi. Sesaat kulihat di
tanyangan TV, adengan dua pria sedang menghisap kontol pria yang lain,
sementara sang cewek disodomi pria satunya. Woww…aku yang belum pernah
menyaksikan adegan itu, hanya terhenyak. Tiba-tiba kurasakan ciuman
telah mendarat di pipiku lalu turun ke leher sampai akhirnya ke bibirku.
Bagai terkena jampi-jampi, aku hanya terdiam dan merasakan nikmatnya
ciuman yang diberikan Jericho. Sementara tangan Jercho sudah mulai
gatal. Dua tangannya berkelana. Pelan-pelan tangan kanannya menyelusup
ke paha terus ke daerah selangkanganku. Dia mengusap usap jendolan di
celanaku. Aku cukup menikmati benar elusanku. “Mmmh… mmh… ooohh… ohhh…”
Setelah kira-kira 10 menit aku merasa CD-ku mulai agak basah.<br />Ternyata
Jericho agresif sekali. Kedua tangannya memeluk leherku, terus kakinya
ke pinggangku. Tangannya menjalar dan meremas-remas dadaku. Dia
nampaknya semakin nafsu saja. Kurasakan dia seolah sudah tidak tahan
ingin berbuat lebih jauh. Lalu dia membuka resleting celanaku dan
melepas ikat pinggang celanaku. Kancing bajuku dilepasnya satu persatu
hingga akupun telanjang. Celanaku ditariknya, hingga kini aku hanya
memakai celana dalam saja. Lalu kulihat dia juga membuka baju dan
celananya. Sekarang dia tinggal memakai CD G-String saja. <br />
Lalu aku dipeluknya dari belakang sambil dielus-elusnya dadaku sambil terus menciumi leherku.<br />Aku
jadi terangsang sekali. Lalu tangannya menyusup ke balik celana
dalamku. Didapatinya bulu kemaluanku yang lebat nan hitam. Lalu dia
singkap celana dalamku itu. Kemaluanku sudah tegang sekali. Dia melihat
kemaluanku lalu mengelus-elus batang kemaluanku. “Oh… oh… mmhhh…” tidak
berapa lama otomatis dia menghisap batang kemaluanku “Oh… yes… oh…”
Mainan lidah dan mulutnya yang sudah professional itu membuat kemaluanku
tegang sempurna. Sudah 10 menit kira-kira dia menghisap batang
kemaluanku. Aku sudah hampir keluar tapi kutahan dan kusuruh dia
berhenti.<br />Lalu dia menjilati dada dan puting susuku. Aku meringis
kenikmatan. Kira-kira jilatinya sekitar 5 menit dadaku ini secara
bergiliran kanan dan kiri. Terus dijilati dan dimainkan pula batang
kemaluanku yang telah mengeluaran precum karena begitu terangsangnya.
Aku yang hanya diam, dibimbingnya agar tanganku juga untuk menyentuh
dia. Lalu dibimbingnya tanganku mengelus-elus pahanya, sedang tangan
yang lain dibimbingnya mengelus-elus jendolan batang kemaluannya. Dia
menikmati nikmatnya rabaan dan remasanku, “Mmmhhh… ooh… yes… baby… uuhh…
faster… uhhh…” Setelah hampir 10 menit dia merasa terangsang hebat. Dia
mencumbuku dan menciumi bibirku. Akupun akhirnya memalas permainan
lidahnya. Seseali lidahnya terlepas dan menjilati telingaku.<br /><br />Aku
sudah seperti kemasukan setan, arena mengimbangi permainnya. Lalu dia
mempercepat gerakan lidahnya. Akhirnya lidah itu turun ke leherku, lalu
turun ke dadaku, ke perutku, hingga menjelujuri sejenak permukaan
perutku yang dipenuhi bulu-bulu halus itu. Lalu turun mendapati
bulu-bulu kemaluanku, dan turun menyentuh ujung kemaluanku. Ada rasa
hangat dan licin saat lidah itu menyentuh kemaluanku.<br />Cairan putih
kental pertnada aku terangsang hebat meleleh di ujung kemaluanku Jericho
jilat cairan itu sampai habis. Lalu lidahnya menjelujuri batang
kemaluanku, hingga srotum yang keriput keriput itu dikulumnya. Dua biji
pelerku dikenyot kenyot dalam mulutnya. Ada rasa geli, sakit karena kena
giginya dan rasa nikmat yang kurasakan. Lalu lidahnya berputar ptar
dibawah buah skrotumku. Ada rasa nikmat yang membuatku melayang. Kata
orang, bagian itu adalah bagian tersensitif dan ternikmatnya pria,
seperti G-Spotnya lelaki. Aku terbuai oleh sapuan lidah Jericho di
bagian tersembunyiku itu. Lama lidah it berputar putar di G-Spotku lalu
pahaku sedikit diangkatnya dan astaga!!!! Lidah itu menjelajahi belahan
pantatku. Dan dengan sedikit dikuaknya pantatku, lidah itupun
menjelejajahi lubang anusku. Ada rasa sensasi luar biasa karena seumur
hidupku tak pernah aku alami. Ada rasa geli, rasa malu dan rasa nikmat
yang kurasakan membaur sehingga semua membuatku makin melayang layang
merasakan nikmat persetubuhan sejenis ini.<br /><br />Lalu Jericho kembali
ke arah depan, kembali mengulum batang kemaluanku. Dikeluar masukkan
batang kemaluanku ke rongga mulutnya, bahkan ditekannya batang itu
hingga habis dan masuk seluruhnya ke mulutnya. Kurasakan rasa hangat
tenggorokan Jericho, oleh karenanya kutekan-tekan batang kemaluanku
lebih ke dalam lagi. Namun nampak air mata Jericho meleleh pertanda dia
tersedak menahan batang kontolku yang memenuhi tenggorokannya. Selang
berapa saat, batang kemaluanku terasa berdenyut denyut, seakan ingin
memuntahkan magma panas spermaku dari dalam diiringi rasa nikmat yang
tertahan. “Aku mau keluarr Jerrrrr”teriakku.<br />Dan ternyata teriakanku
disambut dengan dilepaskannya batang kemaluanku dari mulutnya. Aku
terkejut, karena rasa nikmat itu loenyap seketika. Aku agak kecewa,
karena rasa yang mau melesak keluar itu, tertahan dan kini libidoku
perlahan menurun lagi. Lalu Jericho berdiri dan mengarahkan kemaluannya
ke mukaku. Aku mencoba untuk meraih batang kontol itu. Kuciumi sekilas.
Ada aroma khas penguh bercampur keringat yang begitu maskulin. Lalu
kucoba julurkan lidahku dan menjilati batang kemaluan itu. Jericho
memaksa mulutku terbuka dan aku menlumat batang kemaluannya. Kubuka
mulutku dengan ragu, lalu Jericho melesakkan ujung kemaluannya ke
bibirku. Kumasukkan perlahan dan kulumat habis. Tapi Jericho berteriak
“Aihhh jangan kena gidi dah. Sakit neh”. Oupsss…aku masih belum
mengerti, mengapa saat Jericho mengulum habis batang kemaluanku tadi tak
kurasaan rasa sakit, tapi justru rasa nikmat seolah di mulut Jericho
tidak ada giginya. Mungkin ada tekhnik khusus saat melakukan oral seks,
sehingga kemaluan pasangan tidak sakit terkena gigi saat diisep.<br />
Sesaat Jericho mengambil posisi akan menduduki perutku. Sementara
tangannya memegangi kontolku dan dengan bantuan tangannya, kontol iru
diarahkan ke lubang anusnya. Perlahan ujung kemaluanku melesak di
belahan bongkahan pantat Jericho. Kuarahkan batang kemaluanku ke lubang
anusnya yang sudah terangsang sekali, terus kumasukkan pelan-pelan,
“Bless…” masuklah batang kemaluanku ke lubang anusnya, “Oh… mmhh…” aku
tidak ada masalah memasukkan batang kemaluanku ke lubang anusnya,
soalnya dia sudah terbiasa. Pelan-pelan kugenjot pantatnya sambil
kuremas-remas punggungnya. Beberapa saat kemudian, tempo permainanku
kupercepat. Dia meringis kenikmatan, kupercepat lagi, dia semakin
agresif. Kira-kira 15 menit permainan kami berlangsung, dia bergetar
keras dan kocokan tangannya pada batang kemaluannya semakin dipercepat.
Akhirnya kemaluannya mengeluarkan cairan yang meleleh, namun tidak
sampai muncrat. Setelah mengambil nafas sebentar, aku bilang mau ganti
posisi doggy style. Terus dia menungging di dekat pinggir ranjang.
Kuelus-elus pantatnya yang montok, kemudian kuarahkan kemaluanku dan
memasukkan pelan-pelan. Tanganku mengelus-elus punggungnya, “Ohh… uuuh…
uhh…” dia kenikmatan. Terus kugenjot lagi semakin cepat, dia mulai
klimaks sekarang, “Ohh… ahhh… aaahh…mmhhh…aku..aku..mau….” dia bilangmau
keluar, tapi aku masih bisa menahan punyaku.<br /><br />Tapi aku merasa
gaya yang tadi lebih enak. Aku rebahan lagi, lalu dia dengan posisi
jongkok di atas badanku mencoba memasukkan batang kemaluanku ke lubang
anusnya lagi. “Bless…” dia menggoyangkan pinggulnya dan pantatnya. Dia
percepat goyangannya “Aahh… aahhh… ahh…” aku bilang bahwa aku sudah mau
keluar. Dia menggenjot sebentar kemudian berdiri melepaskan kemaluanku
dari lubang anusnya, terus dia mengisap batang kemaluanku dengan ganas.
“Oh.. nikmat sekali…” Dia terus mengulum batang kemaluanku sambil
tangannya sibuk mengocok kemaluannya sendiri. Akhirnya spermaku muncrat
di dalam mulutnya, enak sekali rasanya. Dan disaat yang bersamaan,
kemaluannyapun memuncratkan cairan spermanya an mengenai pahaku. Dia
meregang regang saat semprotan demi semprotan spermanya keluar. Lalu dia
membersihkan batang kemaluanku dengan lidahnya dan menjilati spermaku
yang meleleh di batang kemaluanku sampai bersih. Sesudah permainan ini
selesai, kita tidur dalam keadaan bugil. hari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8604309521412289906.post-79174751794826471682013-01-20T23:12:00.000-08:002013-01-29T04:11:02.933-08:00Inspirasi Jadi Abdi NegaraSejak kecil aku bercita-cita jadi tentara.Entah jadi polisi, tentara,
Hansip, atau Satpam pokok-nya jadi orang berseragam dan memegang
senjata!<br />
Tak jelas apa yang mempengaruhi aku, karena aku bukan dari keluarga
polisi atau tentara. Anehnya sejak usiaku 5 tahun aku senang kalau
berada dekat lelaki berseragam. Tetanggaku Mas Yofa ada-lah pria
berseragam. Pada umur 5 tahun aku sudah tahu yang namanya cowok
ganteng.Boleh jadi sejak umur dini aku memang sudah suka pada cowok.
Jadi memang benar homosexualitas tidak dibikin-bikin, tetapi datang dari
“sononya”,ada di dalam otakku!<br />
Mas Yofa sering mengajak aku main, jalan-jalan dan kadang-kadang aku
dipangkunya dan aku merasa senang, mungkin bahagia.Sayang, setelah Mas
Yofa pindah rumah aku tidak pernah mendengar kabar tentang dia.<br />
Di sekolah dasar dan SMP aku sudah merasakan getaran-getaran
homosexual yang kadang-kadang membikin aku frustrasi. Ada perasaan aneh
dalam diriku jika berjumpa cowok cakep sepantaranku waktu kecil.
Sekarang setelah dewasa baru aku sadar, bahwa perasaan itu adalah gelora
berahi.<br />
Gelora berahi waktu kecil itu kadang aku lampias-kan dengan
agresifitas dengan cara menyakiti cowok cakep yang aku sukai itu. Tentu
saja si cowok melawan, seingga kami berkelahi. Tapi ada juga cowok yang
membiarkan aku menyakitinya.Tak marah dan tak melawan! Agaknya itulah
awal dari tumbuhnya bibit-benih sadisme dalam diriku!<br />
Aku beruntung dilahirkan dalam keluarga yang berkecukupan, sehingga
aku bisa bersekolah dan menyelesaikan SMU-ku lalu mendaftar ke akademi
militer dan diterima!<br />
Tinggi dan berat badanku memenuhi syarat, begitu pula lingkar dada,
lingkar lengan dan entah apa lagi yang jadi persyaratan.Pada saat
pemeriksaan kesehatan,kami para pendaftar disuruh telanjang bulat.Lobang
pantat kami juga disodok-sodok oleh dokter dengan jari telunjuknya.
Kami disuruh kencing di depan orang banyak untuk mengambil contoh
kencing buat diperiksa di laboratorium.<br />
Kami disuruh ngeloco, dipandangi sekian banyak pasang mata untuk
mengambil contoh pejuh kami – buat diperiksa kualitas dan jumlah sperma
kami. Itulah untuk pertama kalinya aku terpaksa coli – ngeloco telanjang
bulat di depan orang banyak, meski mereka semua juga bertelanjang bulat
dan harus bergiliran ngeloco.<br />
Yang mebikin aku mudah ngeloco sampai pejuhku muncrat ke dalam botol
penampungan adalah karena banyak sekali cowok ganteng, yang kekar
berotot dengan kontol ukuran besar, bagus dan disunat ketat!Pemandangan
indah ini amat membantuku me-ngacengkan kontolku.Apalagi waktu mereka
disuruh ngeloco,mereka tanpa ragu mengocok-ngocok kontol-nya sampai
badan mereka berkilat oleh keringat dan saat pejuhnya muncrat, mereka
tampak begitu menikmati, sampai mata mereka merem melek sangat keenakan :
CROOOOOOOOOOOOOOOT! CROOOOOOOOOOOOOT! CROOOOOOOOOOOOOOOOOOT! Aaaaagh!
Nikmattt sekali!<br />
Waktu pemeriksaan penampilan lahiriah, kami juga disuruh bertelanjang
bulat lagi. Berbanjar lima-lima, disuruh mengangkat lengan ke atas
untuk dilihat ketiak dan pertumbuhan bulu ketek,jembut dan bulu-bulu
lain seperti bulu kaki dan bulu dada [kalau ada].<br />
Kami ditanya semua bekas luka yang ada di kulit tubuh kami. Ditanya
umur berapa jembut dan bulu ketek kami mulai tumbuh.Ditanya juga
bagaimana perasaan kami waktu jembut kami tumbuh. Ditanya umur berapa
pejuh kami mulai muncrat dan juga bagaimana caranya: apakah mimpi basah
atau coli- ngeloco atau langsung ngentot dengan cewek [atau dengan
cowok]. Kami juga ditanyai apakah kami secara berkala ngeloco atau
ngentot. Kalau suka coli ditanya apa yang dikhayalkan saat coli.Kalau
suka ngentot,ditanyai kami ngentot dengan siapa!<br />
Pendeknya kami ditelanjangi lahir batin, fisik mental. Tanya jawab
dilakukan dengan mikrofon dan pengeras suara, sehingga semua orang yang
hadir dalam aula itu bisa mendengar hal-hal yang sangat pribadi tentang
diri kami.<br />
Itulah pertama kali aku berkumpul bersama dengan sekian banyak cowok
umur remaja 18 – 20 tahun dalam keadaan telanjang bulat tidak berpenutup
selembar benangpun. Maka aku bisa “menikmati” pemandangan kontol, biji
peler, jembut, puting susu, rambut ketiak, otot dada dan otot perut yang
bagus-bagus. Bermacam ukuran kontol dan bentuk pertumbuhan jembut :
tebal,luas, hitamnya pertumbuhan jembut mereka.Indah sekali! Meski ada
juga yang kontolnya kulup – belum sunat.<br />
Mereka ini nyata sekali agak risih,karena merasa berbeda bentuk
kontolnya dari yang lain.Dari 200 orang kira-kira 10%[20 orang] masih
kulup kontol-nya.Kelak, kalau mereka diterima akan diwajibkan sunat.
Sunatnya dilakukan secara militer, tanpa anestesi. Jadi akan amat sangat
nyeri sekali, banyak di antara taruna yang disunat di akmil jatuh
pingnan, karena merasa amat kepedihan!<br />
Akhirnya semua pemeriksaan itu selesai juga: tes akademik, psikotest,
kesemaptaan jasmani, tes kesehatan dan penampilan lahiriah! Setelah
tes, kami diizinkan pulang dan menunggu pengumuman!<br />
Tentu saja kenangan selama tes kesehatan dan penampilan lahiriah jadi
andalan fantasiku waktu aku ngocok – ngeloco – coli,sesampainya aku di
rumah dan menunggu pengumuman penerimaan jadi taruna.<br />
Terutama ingatan tentang cowok-cowok ganteng yang kekar, atletis
telanjang bulat.Agh, sungguh nikmatttt!Aku juga sering ngeloco sambil
terus berkhayal sedang disiksa oleh para taruna senior yang kebetulan
ada yang hadir waktu kami tes. Mereka ganteng, muda, tubuhnya ketat dan
tampak tangkas dan cerdas.Tanggap,tanggon,trengginas!<br />
Sambil menunggu pengumuman penerimaan akademi militer, aku terus
melatih dan membentuk otot-ototku. Aku juga meningkatkan kesemaptaanku
dengan jogging 5 – 10 km sehari. Aku harus ber-siap-siap agar saat
latihan dasar yang terkenal amat sangat kejam itu aku bisa bertahan!<br />
Bersama Tommy Tjokro temanku yang sama-sama mendaftar, kami saling
cambuk bergantian dengan gesper, rotan dan cemeti.Kami juga memanaskan
besi untuk ditempel di paha kami masing-masing, kami juga menyundutkan
rokok dan meneteskan cairan lilin panas ke kulit kami! Itu adalah
latihan penyiksaan – untuk antisipasi jika disiksa taruna senior di
akmil nantinya, kami sanggup bertahan!<br />
Aku sangat gembira waktu akhirnya aku dan Tommy diterima di akademi
militer. Sebelum berangkat untuk mendaftar ulang,kami berdua ngeloco
bareng sampsi pejuh kami muncrat : CROOOOOOOOOOOOOOOOT!
CROOOOOOOOOOOOOOOOOT! CROOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOT!<br />
Nikmattt! Gila!<br />
hari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8604309521412289906.post-24758244160206396002013-01-20T23:07:00.003-08:002013-01-29T04:11:02.915-08:00Kamar Mandi SMASiang itu udara sangat gerah. Jam 12 siang dimana matahari tapat berada
di atas ubun-ubun, belum lagi jam terakhir yang waktu itu diisi mata
pelajaran akutansi yang paling membosankan. Aku hanya bisa<br />
bengong mendengarkan penjelasan dari guru wanita yang sudah setengah
baya itu. Aku sama sekali tidak mengerti apa yang diucapkannya.
Benar-benar bikin ngantuk….<br />
Biasanya saat jam terakhir selalu saja ada siswa yang minta ijin
untuk keluar kelas yang semuanya anggota geng preman, entah dengan alas
an apa saja. Pokoknya bisa keluar and ngilangin stress di dalam kelas.
Tetapi anehnya, siang itu benar-benar terasa sangat berbeda. Nyaris tak
ada satupun geng preman yang keluar kelas. Aku sendiri sebetulnya bukan
salah satu anggota geng itu, tapi terkadang kalau mereka keluar, aku
juga ikut-ikutan. Biasanya sih kami nongkrong di kantin atau
kumpul-kumpul di KM. Biasa… kalau lagi jenuh geng preman suka rame-rame
ke Kamar Mandi dan cukup lama mereka ada di sana. Kebetulan kamar mandi
di sekolah kami berukuran besar, dan lebih mirip kamar ganti sebenarnya
yang di dalamnya dilengkapi beberapa bilik-bilik kecil untuk WC dengan
masing-masing dilengkapi sebuah bak mandi di dalamnya.<br />
Suatu waktu, salah satu anggota geng preman, Aryo pernah mengajakku ke
Kamar Mandi bersama anggota geng yang lain. Karena aku juga penasaran
dengan apa yang mereka lakukan di dalam, maka aku ikut aja. Begitu aku
masuk, semula mereka hanya menyulut rokok. Mereka sempat menawariku,
tapi aku menolak karena aku memang tidak suka merokok. Rupanya mereka
mencuri- curi untuk merokok di dalam KM agar tidak ketahuan guru.<br />
Tetapi bukan itu saja… astaga… Aku benar-benar terkejut karena begitu
selesai merokok, satu per satu dari mereka melepas celana abu-abu
mereka sehingga tampak paha remaja-remaja tanggung yang mulus itu dengan
sesuatu yang menonjol di balik CD mereka yang tampak jelas. Di antara
mereka ada beberapa yang menarik perhatianku dan membuatku sempat
terangsang, dua di antaranya adalah Aryo dan David. Mereka berdualah
yang paling ganteng diantara keempat anggota geng preman itu. Aryo
termasuk salah satu cowok yang paling digemari siswi-siswi, siapa pun
gadis yang melihat wajahnya yang putih mulus dan berhidung mancung itu
pastilah akan langsung jatuh hati.<br />
Sementara David lebih kekar, dia adalah seorang pemain basket dari
team inti disekolah kami. Usai melepas celana mereka masing-masing
(beberapa ada yang sampai melepas CD mereka), mereka mulai mengambil
posisi berpasangan dan mulai melakukan adegan layak sensor. Mereka
saling memagut dengan liar satu sama lain. Mulai dari bibir, telinga,
leher dan turun ke puting susu sampai saling menghisap kontol mereka
masing-masing. Mereka mengisap keenakan seperti sedang mengisap es krim
saja. Aryo berpasangan dengan David, pemuda itu mengulum kontol David
dengan penuh gairah, sesekali ia menjilati ujung kontol dan buah
pelirnya secara bergantian. Untuk beberapa Saat aku terperangah
menyaksikan itu. Gila…. benar-benar gila….<br />
Aku sendiri termasuk lugu dalam urusan itu, lagian aku tidak bias
berbuat apa-apa kecuali mulai meraba-raba kontolku. Aku mulai
menyelipkan tangan kananku di sela-sela celana abu-abuku sambil
mengambil posisi duduk di lantai.Kontolku yang panjangnya sekitar 17 cm
mulai menegang waktu itu dan mengeluarkan cairan mani. Aku lalu membuka
restleting celanaku dengan sedikit terburu-buru, lalu ku tarik kontolku
agar melesat keluar dari sangkarnya. Benar saja, kontolku langsung tegak
berdiri seperti tugu pahlawan. Tiba-tiba Aryo mendekatiku yang sedang
kenikmatan bersolo seks. Ia mulai menunduk di depan kedua belah kakiku
yang mengangkang. Ia menghisap kontolku, persis seperti yang ia lakukan
pada David tadi, sementara David setengah berdiri di belakang Aryo
sambil memasukkan kontolnya yang tegang itu ke dalam pantat Aryo.<br />
“ahh….. enak…. terus…. hisap, Yo!!” desahku sambil mendorong kepala
Aryo agar kontolku bisa masuk lebih dalam lagi ke dalam mulutnya yang
mungil itu. Aryo memang benar- benar jago dalam urusan yang satu itu. Ia
mempermainkan kontolku dengan sangat lihainya naik turun dengan
nikmat…. “luar biasa nikmat!!” desahku sambil menggosok- gosokkan kedua
tanganku ke selangkanganku. Tiba-tiba setelah cukup lama Aryo mengulum
dan menyedot kontolku di mulutnya, aku tidak tahan lagi untuk
mengeluarkan spermaku yang langsung muncrat ke mukanya. Aku menarik
mukanya ke berhadapan muka denganku. Aku meraih dan memagut bibirnya
yang seksi itu, sambil memainkan lidahku dengan lidahnya.<br />
“Fer, kamu ternyata pintar juga ya!” puji Aryo. Aku tidak pernah melupakan pengalaman pertamaku<br />
itu. Sejak itu aku rutin melakukannya sekurangnya dua hari sekali
bersama geng preman, entah di kamar mandi atau di rumah Aryo. Tetapi
siang itu, sialnya tidak ada satu pun anggota geng preman yang<br />
masuk sekolah. Mereka sepakat bolos hari itu karena bertepatan dengan
hari terjepit nasional (HARPITNAS). Aku sendiri merasa bete
terus-terusan di kelas. Akhirnya aku minta ijin pada bu Nisa, guru
akuntansi untuk keluar pipis. Aku melangkah ke arah kamar mandi dengan
agak lesu. Tapi aku tahu dengan jelas, apa yang akan aku lakukan saat
itu. Aku ingin pipis dan sekalian mengeluarkan maniku seperti biasanya
karena aku benar- benar merasa ketagihan sejak kejadian bersama Aryo
itu.<br />
Aku mulai membuka restsleting celanaku perlahan, dan mengeluarkan
kontolku yang masih lemas dari dalam. Aku mengusapnya maju mundur,
sehingga kulupnya mulai tidak muat lagi. dan kontolku benar-benar
tegang, cepat sekali kontolku terangsang karena waktu itu aku habis
mencukur plontos jambutku. Tetapi tiba-tiba aku mendengar suara desahan
seseorang dari balik sebuah bilik yang ada di dalam KM itu. Aku
penasaran, tidak biasanya ada siswa yang ke toilet itu siang-siang
begini. Toilet itu memang jarang dipakai siswa karena letaknya agak jauh
dari ruang kelas, umumnya mereka memakai toilet di dekat kantor kepala
sekolah.<br />
Aku mencoba mengintip dari atas bilik yang sedang berisi orang itu,
aku memanjat dari bak mandi bilik sebelahnya. Astaga…. Sungguh
pemandangan yang luar biasa… seorang adik kelasku sedang bermain-main
dengan “burung” kesayangannya. Ia tampak begitu menikmati permainan itu,
sampai mendesah pun ia tidak sadari. Anak itu baru kelas 1, namanya
Boses. Aku tahu dia karena dia pun termasuk idola para siswi di kelasku.
Anaknya bertampang innocent dan jujur saja sangat cakep plus imut-imut.
Mukanya bersih sekali dan penampilannya modis. Aku mencoba memanjat
lebih tinggi lagi agar lebih jelas melihatnya, saat itu cowok keren itu
sudah tidak pakai celana, baju seragamnya ia angkat ke atas dan dijepit
dengan lehernya. Sesekali ia mengocok kontolnya yang berukuran tidak
kurang dari 15 cm itu dan kemudian menggesek-gesekkannya ke bibir bak
mandi.<br />
Kemudian begitu ia memandang ke atas, ia melihatku yang sedang
tertegun disana. Kontan saja, Boses langsung salah tingkah. Ia
cepat-cepat merapikan bajunya dan mengambil celananya yang tergantung di
dinding. Aku pun segera turun dari tempat pengintaianku, tapi bukan ke
bilik yang tadi tempat aku memanjat, namun ke bilik yang ada Boses di
dalamnya.<br />
“Tenang saja, ini rahasia kita. Swearr… aku nggak akan cerita sama
siapapun” kataku pelan begitu dekat dengan cowok itu. Aku dapat mencium
badannya yang wangi untuk ukuran seorang laki-laki. Kemudian tanpa
komando lagi, tiba-tiba saja bibirku sudah menjelajah di seputar dada,
perut dan jembut-jembut halus yang menghiasi pelir Boses. Aku mulai
melepas kancing bajunya dan kemudian menaruh kembali celananya yang
belum sempat ia pakai tadi di gantungannya semula. Boses makin keenakan
merasakan sentuhan bibirku, berkali-kali ia mengerang keenakan.<br />
“Teruskan mas….enak banget!!” erangnya berkali-kali. Setelah itu kami
saling berpagutan lama sekali. Aku merasakan nikmatnya bibirnya yang
tipis dan sensual itu. “Ses, buka bajuku…sayang!” pintaku kemudian
sambil kemudian memagut lehernya. Tanpa ragu-ragu lagi Boses, melucuti
satu persatu pakaian seragamku, ia membuka satu persatu kancing bajuku,
kaus kutang, celana panjangku dan sampai cawatku di tariknya dengan
perlahan sampai lepas. Kami berdua benar-benar telanjang bulat. Setelah
semua pakaianku dilepasnya, Boses, mengigit mesra pinggangku dan
kemudian turun perlahan ke kontolku yang sudah tegang dari tadi. Ia
menarik mulutnya maju mundur sambil mengulum kontolku sehingga kontolnya
menjadi basah karena air liurnya. Tapi aku benar-benar tidak perduli
dengan itu, yang kurasakan hanya kenikmatan…<br />
“Sedot, ses!” pintaku lagi padanya. Sepertinya aku harus banyak
mengajari cowok yang masih lugu ini. Kemudian ia menyedot
kontolku….”Wouwww, nikmatnya!!!” Setelah puas memainkan kontolku di
mulutnya, Boses berhenti untuk sesaat. Aku mengambil kesempatan itu
untuk mengambil alih kendali. Aku sandarkan tubuh Boses di bak mandi
sehingga badannya agak tertekuk ke belakang. Kontol Boses tepat menjulur
di depanku, kini ganti aku yang bermain karaoke, aku meremas kontol
Boses dengan lembut dengan kedua telapak tanganku. Aku mengocoknya
perlahan dan kemudian makin cepat, “Mas…. aku udah mau keluar nih….”
katanya mengerang. Aku segera memasukkan kontolnya ke dalam liang
mulutku dan membantu menyedotnya. Dan…. “crooot… crottt…. croott” cairan
sperma kelelakian Boses tumpah ruah di dalam mulutku. Agak hangat dan
asin, tetapi aku sungguh menikmatinya. Boses tampak kelelahan, ia
memegang kedua lututnya seperti habis lari maraton.<br />
Aku mengelus kontolnya dengan lembut, tetapi kontol itu belum juga
mau kembali tegak. “Boses, aku pengen ngentot kamu!” Boses agak heran
dengan kata-kata itu, baru sekali ini ia mendengarnya. “Apaan tuh, mas?”
tanyanya dengan lugu. “Sini, mendingan aku langsung tunjukin daripada
aku jelasin capek-capek, tapi kamu nggak ngerti juga!” Aku langsung
membalikkan tubuhnya sehingga ia setengah nungging di hadapanku. Boses
hanya menurut saja ketika aku membolak-balik badannya. Kemudian aku
memasukkan jariku yang sudah kubasahi dengan air liur ke dalam lipatan
pantatnya, setelah itu perlahan aku masukkan satu jari ke dalam lubang
pantatnya itu.<br />
Pantat Boses tidak begitu besar namun berisi. Semula Boses hanya
mengerang menahan sakit, tetapi kemudian ia mulai biasa menikmatinya.
Setelah ia bias menikmati permainan jari-jemariku, aku mulai memasukkan
kontolku ke dalam lubang pantatnya. “Blassss…” Kontolku yang plontos itu
masuk ke dalam pantatnya. Dan kemudian seperti bermain biola, aku
mainkan kontolku maju mundur. “achhh… enak mas…. lebih cepat!” pintanya
manja. “Tahan yah, say…. pantat kamu enak banget!” kataku sambil
mengerang keenakan. Aku mulai mempercepat tempo permainanku. Hari itu
adalah awal dari semua hubungan kami. Ini menjadi rahasia kami berdua,
geng preman pun tidak pernah aku beri tahu tentang “barang” baruku ini.
Kami saling menyayangi dan sejak hari itu pula kami sering menghabiskan
waktu berdua. Boses, jujur kuakui… Kamu benar-benar hebat!!<br />
<br />
<br />hari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-8604309521412289906.post-24412634730362613052013-01-20T04:24:00.001-08:002013-01-29T04:11:02.914-08:00Kisah Cintaku dengan Seorang Tentara<span>Kisah ini berawal<span id="dtx-highlighting-item"> saat </span><span id="dtx-highlighting-item">saat </span><span><span id="dtx-highlighting-item">aku </span>melaksanakan pengamanan di Salah satu Perusahaan Swasta di Papua…</span></span><br />
Kira-kira setahun yang lalu laaah…<br /><span><span id="dtx-highlighting-item">
Aku </span>Pengamanan disana selama 4 bulan…</span><br />
<br />
Disana enak banget,segala fasilitas lengkap ada disana..<br /><span>
Selama 4 bulan<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span><span><span id="dtx-highlighting-item">aku </span>tinggal di salah satu Hotel yang memang diperuntuhkan untuk perwakilan Anggota Pengamanan di Perusahaan…!!</span></span><br />
<br />
Setiap harinya apel pagi gabungan tetap dilaksanakan di Halaman Hotel..<br />
Seperti biasa habis apel pagi kita sarapan di restorant….<br /><span><span><span id="dtx-highlighting-item">
Aku </span>masih beg</span><span id="dtx-highlighting-item">itu </span><span>ingat ketika pertama kalinya<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>makan di restoran Hotel</span><span id="dtx-highlighting-item"> itu</span>..</span><br />
<br />
Sebut aja namanya Mas Robi,dia seorang tentara yang ikut melaksanakan Pengamanan di Perusahaan..<br />
Dia asli Bandung umur 27 tahun…<br />
Badannya keren,lebih keren lah dari badanku<br />
Maklum tentara latihan fisik lebih teratur di banding Polisi<br />
<br /><span><span id="dtx-highlighting-item">
Saat </span><span><span id="dtx-highlighting-item">itu </span><span><span id="dtx-highlighting-item">aku </span>makan pagi bareng temen-temen polisi dan ada beberapa tentara yang ikut gabung termasuk Mas Robi…</span></span></span><br /><span><span id="dtx-highlighting-item">
Aku </span>sarapan nasi goreng sedangkan Mas Robi sarapan roti bakar dan segelas susu …</span><br />
Di meja makan kita saling cerita pengalaman di tempat tugas masing-masing…<br />
<br /><span><span><span id="dtx-highlighting-item">
Aku </span>hanya ingat cerita dari Mas Robi bahwa dia sangat kecewa</span><span id="dtx-highlighting-item"> saat </span>ditempatkan di Papua Padahal dia pendidikan di Bandung….!!</span><br />
Tapi lama kelamaan Mas Robi betah juga di Papua karena dia punya cewek disini…<br />
<br />
Hatiku mengatakan Mas Robi gak mungkin lah mempunyai kelainan Sex apa lagi berfikir kalau dia seorang Gay….!!!<br /><span>
Karena<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>fikir dia udah punya cewek disini dan diapun sering telepon ceweknya…!</span><br />
<br /><span><span id="dtx-highlighting-item">
Saat </span><span><span id="dtx-highlighting-item">itu </span><span><span id="dtx-highlighting-item">Aku </span>dan Mas Robi satu ruang kerja…</span></span></span><br /><span><span id="dtx-highlighting-item">
Aku </span>perwakilan dari Polisi dan Mas Robi juga perwakilan dari Tentara</span><br /><span>
Selama 4 bulan<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>kita lewati hari-hari bersama dengan teman-teman lainnya…</span><br />
<br />
Gak sedikitpun terlintas di benakku untuk lebih dekat dengan Mas Robi<br /><span>
Hingga akhirnya kontrak pengamanan di perusahaan<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>berakhir…</span><br />
Dan kitapun kembali ke tempat tugas masing-masing…<br />
<br /><span>
Pada<span id="dtx-highlighting-item"> saat </span><span>di tempat tugas masing-masing<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>jarang sekali bahkan gak pernah berhubungan dengan Mas Robi…</span></span><br /><span>
Hingga suatu<span id="dtx-highlighting-item"> saat </span><span><span id="dtx-highlighting-item">aku </span>iseng-iseng buat FB khusus temen-temen Gay…</span></span><br /><span>
Gak tanggung-tanggung<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>buat FB dengan Nickname “Polisi Papua”</span><br />
Meski Foto Profilku di FB gak ada Wajahku tapi respon dari temen2 bagus sekali<br />
FBku belum genap 2 bulan tapi temenku udah hampir 3.000 si seluruh Indonesia…<br />
Pesan di Inbox FBku banyak bangeeet…<br /><span>
Sampai-sampai<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>kualahan untuk balesnya…</span><br /><span>
Hingga suatu<span id="dtx-highlighting-item"> saat </span><span>ada inbox yang ng<span id="dtx-highlighting-item">aku</span>nya dia seorang Tentara..</span></span><br />
<br /><span><span><span id="dtx-highlighting-item">
Aku </span>gak beg</span><span id="dtx-highlighting-item">itu </span>merespon pesan<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>karena FBnya gak ada foto sama sekali..</span><br /><span><span id="dtx-highlighting-item">
Aku </span>fikir paling-paling orang iseng yang Cuma pingin kenal<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>aja…</span><br /><span>
Selama seminggu dia minta no Hpku tapi<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>gak mau kasih,,</span><br />
Hingga dia pasang Foto telanjangnya tapi tetep gak ada wajahnya….<br />
<br /><span>
Jujur<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>suka banget bentuk badannya yang di pasang di Foto Profil</span><br /><span><span>
Tapi<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>masih jaim dan<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>Tanya ke dia</span><span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>foto asli atau bukan</span><br /><span>
Dan dia bersumpah bahwa<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>memang asli fotonya…</span><br /><span>
Hingga akhirnya<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>kasih lah no Hpku lewat pesan di FB</span><br />
<br /><span>
Sejak<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>kasih No Hp diapun sering sms ke<span id="dtx-highlighting-item"> aku</span>..</span><br /><span><span><span id="dtx-highlighting-item">
Aku </span>masih kurang respek sama dia,karena<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>orangnya memang kurang beg</span><span id="dtx-highlighting-item">itu </span>respek sama siapapun yang gak jelas wajahnya,ntah diaTentara atau Jendral sekalipun…. </span><br />
<br /><span>
Tiap kali<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>minta fotonya dikirim lewat MMS dia gak mau kasih,</span><br /><span>
Beg<span id="dtx-highlighting-item">itu</span><span>pun juga<span id="dtx-highlighting-item"> aku</span>…</span></span><br />
Maklum kita sama-sama jaga gengsi…<br />
<br />
Setelah seminggu kita komunikasi lewat sms,<br /><span>
Tiba-tiba<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>berfikir untuk telpon 3G ke dia..</span><br />
Dan diapun setuju buat 3Gan..<br />
<br /><span>
Setelah kita telepon,<span id="dtx-highlighting-item">aku </span>kaget setengah mati…</span><br /><span>
Ternyata Tentara<span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>adalah Mas Robi..</span><br /><span><span><span id="dtx-highlighting-item">
Aku </span>ketawa terbahak-bahak beg</span><span id="dtx-highlighting-item">itu</span>pun juga dia…</span><br />
<br />
Gilaaaa……..!!!<br /><span><span><span id="dtx-highlighting-item">
Aku </span>gak nyangka sama sekali kalau orang yang meng<span id="dtx-highlighting-item">aku </span>Tentara</span><span id="dtx-highlighting-item"> itu </span>ternyata Mas Robi </span><br /><span><span id="dtx-highlighting-item">
Aku </span>fikir dia Normal dan sangat bahagia dengan hidupnya,,,</span><br />
Ternyata semua dugaanku salah kaprah…<br />
<br />
Kitapun telpon 3G hampir 2 jam..<br /><span><span id="dtx-highlighting-item">
Aku </span>dan dia saling curhat lewat telpon..</span><br />
Hingga Akhirnya kita sex by 3G..<br />
<br />
Gilaaaaa…..!!<br />
Kontolnya Gede bangeeeet….!!<br />
Kitapun Coli sama-sama lewat 3G..<br />
Sungguh luaaaar biasa kebahagiaanku…<br />
<br />
Menurutku Ini sungguh pengalaman yang luar biasa …<br /><span>
Seorang Mas Roby ternyata seorang Gay dan suka sama<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>…</span><br /><span>
Kenapa kita gak dipertemukan<span id="dtx-highlighting-item"> saat </span>kami bertugas sama-sama…</span><br />
<br />
Tuhaaaan,…..!!<br /><span><span id="dtx-highlighting-item">
Aku </span>gak tahu rahasia apa yang ada di hidupku..</span><br /><span><span id="dtx-highlighting-item">
Aku </span>bersyukur bisa mendapatkan orang-orang yang menurutku sungguh luar biasa…</span><br />
Tapi Apakah ini cobaan darimu?????????<br />
<br /><span>
Ini adalah pengalamanku yang baru aja<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>alami…</span><br />
Kita berdua berusaha untuk bertemu kembali dan meluapkan rasa kagum kita…<br /><span><span>
Meskipun kita belum pernah ML langsung tapi<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>yakin suatu</span><span id="dtx-highlighting-item"> saat </span>kita akan dipertemukan di suatu kamar dengan kasur yang empuuuuK…..!!!</span><br />
<br /><span>
Sampai<span id="dtx-highlighting-item"> saat </span>ini kitapun masih sering Sex by 3G</span><br />
Kita sudah berjanji sampai kapanpun kita akan menjadi sahabat..<br />
Sampai kakek-kakek deeeeeh…..!!!<br /><span>
Doakan yaaa semoga<span id="dtx-highlighting-item"> aku </span>bisa ketemu dia secepatnya…!!</span><br />
Hehehehe…..
hari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8604309521412289906.post-45704114174810769242013-01-20T04:20:00.002-08:002013-01-29T04:11:02.920-08:00Bertemu di TamanSaat itu aku berada disebuah taman<br />
yang indah dengan pemandangan laut<br />
yang berhiaskan kelap kelip lampu<br />
perahu nelayan dan benderang lampu2<br />
kapal yang berlabuh juga yang<br />
bersandar dipelabuhan....yah saat itu<br />
aku berada jauh jauh dari tanah<br />
lahirku,jauh dari kerabat dan handai<br />
taulan,tepatnya aku sedang berada<br />
ditaman indah dinegara turky...... Aku<br />
duduk sendiri dibangku taman yang<br />
menghadap kelaut,banyak juga<br />
penduduk lokal yang mengunjungi<br />
taman ini untuk menikmati<br />
pemandangan laut diwaktu<br />
malam,juga ada pasangan muda mudi<br />
yang lagi bermesraan ........ Malam<br />
merayap pelan tapi pasti,hingga tak<br />
terasa suasana ditaman mulai<br />
sepi ,Perhatianku tertuju ke pasangan<br /><span>
ba<span id="dtx-highlighting-item">pak </span>dan anak remaja kira2 berumur</span><br />
17thn....,ada persaan iri didiriku melihat<br /><span>
betapa sayangnya ba<span id="dtx-highlighting-item">pak </span>itu</span><br /><span>
keanaknya kalau melihat cara ba<span id="dtx-highlighting-item">pak</span></span><br />
itu mendekap pemuda itu dengan<br />
mesranya.kalau sedari tadi aku bisa<br />
melihat rombongan keluarga dan muda<br />
mudi yang ber pasang2an...,kinilambat<br /><span>
laun aku hanya nam<span id="dtx-highlighting-item">pak </span>pasangan2</span><br /><span>
pria.....,aku menoleh ke arah ba<span id="dtx-highlighting-item">pak </span>dan</span><br /><span>
anak tadi ....loh!!!?koq ba<span id="dtx-highlighting-item">pak </span>itu sedang</span><br />
berpelukan dan saling berpagut bibir<br />
dengan pemuda itu????? aku langsung<br />
berubah pendapat tentang pasangan<br />
ini,pasti mereka ini adalah pasangan<br />
gay...,pasangan lelaki yang kira2 diusia<br />
40an dan seorang remaja yang kalau<br />
ditempat ku terkenal dengan sebutan<br />
brondong.....,tambah lama pasangan ini<br />
tambah asyik....,aku jadi<br />
berpikir.....berarti pria2 berpasangan<br />
yang lalu lalang dan yang duduk ber<br />
pasang2an disepanjang pantai ini<br /><span>
adalah sama<span id="dtx-highlighting-item"> seperti</span>ku ,sama<span id="dtx-highlighting-item"> seperti</span></span><br />
pasangan disebelahku.......,laki2 yang<br />
butuh laki2laki2, yang<br />
mendambakan,laki2 yang pingin<br />
bermesraan dengan laki2 laki2,laki2<br />
yang pingin disayang dan menyayang<br />
laki2,laki2 yang pingin dicintai dan<br /><span>
mencintai laki2<span id="dtx-highlighting-item"> seperti </span>halnya</span><br />
diriku.....,ups aku jadi membayangkan<br />
pria2 turki yang rata2 ganteng2,pria<br />
arab yang kesohor dengan ukuran alat<br />
vitalnya....ups adegan disebelahku<br /><span>
makin berlanjut ,ba<span id="dtx-highlighting-item">pak </span>itu sedang</span><br />
bersimpuh diselangkangan sang<br /><span>
pemuda ....,bisa kutebak pasti ba<span id="dtx-highlighting-item">pak </span>ini</span><br />
lagi menghisap kontol<br />
sibelia.....,gairahku naik,aku membuka<br />
restsluiting celana jeansku,kurogoh<br />
batang kontolku,kutarik siotong keluar<br />
dari sarangnya dan ku kocok2,sekilas<br />
kulihat pemuda itu melirik<br />
kearahku.....dan kudengar dia berbicara<br /><span>
dalam bahasa arab keba<span id="dtx-highlighting-item">pak</span></span><br /><span>
itu...,adeganmereka terhenti,ba<span id="dtx-highlighting-item">pak </span>itu</span><br /><span>
melambaikan tangan kearahku...ba<span id="dtx-highlighting-item">pak</span></span><br />
itu mengajakku untuk bergabung<br />
dengan mereka...,tanpa tunggu<br />
lamaaku lansung berpindah kebangku<br />
mereka....,mereka menyalamiku dalam<br />
bahasa arab,aku ter bengong2 ....ha ha<br />
ha ha mereka berdua terkekeh<br />
menyadari bahwa aku orang asing<br />
yang tentunya tak mengerti bahasa<br /><span>
mereka .....,speak english?tanya ba<span id="dtx-highlighting-item">pak</span></span><br />
itu.Yes! do you<br /><span>
want....uhm....eh....yah....together?ba<span id="dtx-highlighting-item">pak</span></span><br />
itu mencoba bahasa inggrisnya yang<br />
pas2an yang aku artikan togethernya<br />
ya sama2,berarti dia mengajak ngentot<br />
sama2...,jadi kujawab saja yes<br /><span>
yes,ba<span id="dtx-highlighting-item">pak </span>itu bergeser kearahku dan</span><br />
menerkam batang kontolku......,terus<br />
dikulum dilumat habis2an,uhmmmm<br />
enak....,remaja itu tersenyum<br />
kearahku....,kulirikbatang kontolnya<br />
yang mengacung,aku jadi kepingin<br />
mengisap batang kontol nya yang<br />
besar itu...,kutarik tubuh pemuda itu<br />
agar lebih mendekat denganku hingga<br />
aku bisa menjangkau batang<br />
kontolnya yang perkasa itu...,happp<br />
aku melahap kontol arab muda<br />
itu..segera kulumat habis2an<br />
pula....,uhm....enak...,remaja itu<br />
mendesah....,tubuhnya berguncang<br />
menahan nikmat....,ploophhhh,batang<br />
kontolku dilepas,aku terus aja<br />
mengulum kontol jejaka itu...,kudengar<br />
mereka berdua berdebat dalam bahasa<br />
arab.....,namun akhirnyakulihat<br />
keduanya meng angguk2 tanda<br />
adanya persetujuan diantara<br />
mereka.....,ploppphhh lepas sudah<br />
hisapanku pada kontol jejaka arab itu,<br />
eh...ehm....you?uhm...come?my house?<br /><span>
pengertianku ba<span id="dtx-highlighting-item">pak </span>ini mengajakku</span><br />
kerumahnya... yes!jawabku,dengan<br />
beriringan kami bertiga keluar dari<br />
taman,menyeberangi jalan utama<br />
kota,melewati beberapa gedung toko<br /><span>
dan sampailah di apartment ba<span id="dtx-highlighting-item">pak</span></span><br /><span>
itu,ternyata ba<span id="dtx-highlighting-item">pak </span>ini tinggal</span><br />
sendirian,dan jejaka ini adalah cowok<br />
bayaran amatiran yang baru ketemu<br />
tadi ditaman.....,singkat cerita<br /><span>
aku,sijejak,dan ba<span id="dtx-highlighting-item">pak </span>itu kini sudah</span><br />
bertelanjang bulat diatas tempat<br /><span>
tidur....ba<span id="dtx-highlighting-item">pak </span>itu menyuruh aku dan si</span><br />
jejaka untuk saling ngentot..dia hanya<br />
pingin menyaksikan aksi entot<br />
mengentot aku dan si jejaka ,aku<br />
dipilih untuk mengentot jejaka<br />
itu,padahal aku lebih suka kalu dientot<br />
kontol pemuda arab itu......,tapi nda<br />
apa2 toch sebentar juga ada bagianku<br />
untuk dientot.... jadilah aku<br />
mengentotnya....,batng kontolku sudah<br />
kupasangkan kondom dan<br />
pelicin....,begitu juga bibir anus anak<br />
muda itu.....ujung kontolku coba<br />
menembus....tapi sulit...,terlalu<br />
sempit..kontolku terpeleset<br />
ups...,kucoba lagi<br />
ups...masuk...akhhhhhh...anak itu<br />
menjerit kesakitan...,badannya<br />
berguncang,,,,oughhhhh,dia berceloteh<br />
dalam bahasa arab.....,dia mendesah,dia<br />
meringis.......kesakitan... rupanya ini<br />
pertama kali dia merelakan lobang<br />
pantat perawannya dientot<br />
orang...,kutambah tekan batang<br />
kontolku.....auhhhhhhhhhhh.....,semakin<br />
masuk,kurasakan kontolku terjepit<br />
dilobang sempit itu,ouhhhh....nikmatnya<br />
memerawanin perjaka turki<br />
ini....,uh,uh.uh.iuh,uh,dia coba bernapas<br />
cepat untuk menetralisir rasa sakit di<br />
lobang analnya...,kulihat ada air mata<br />
keluar meleleh dipipinya,sangking sakit<br />
yang ia rasakan,aku kasihan tapi<br />
tanggung...kutambah<br />
tekanan....uhhhhhhhhhhhh...tambah<br />
masuk...... aku bisa membyangkan<br />
bagaimana sakitnya ketyika pertama<br />
kali aku diperawanin cowok philippine<br />
dulu....,memang sakit koq...,kutekan<br />
keras...blesss,auhhhhhhhhhh.....masuk<br />
semua......,mata sijejaka kini merem<br /><span>
melek....,aku coba mulai memom<span id="dtx-highlighting-item">pak</span>an</span><br />
batang<br />
kontolku....up,down,up,down,oughhhhh...<br />
.akhhhhhhh.dia me ngerang2 sambil<br />
mendekap tubuhku........dia tetap<br />
mengerang tapi kini bokongnya mulai<br />
naik turun mengimbangi<br />
sodok2anku.......semakin erat dia<br />
mendekapku,dia mencari bibirku dan<br />
menempeli bibirnya,aku segera<br />
memagut bibir sensual itu sambil terus<br />
mengentotnya .....,aku yang diberi<br />
mandat mengentot perjaka ini<br />
tentunya sangat menikmati nikmat<br /><span>
lobang pantat perawan ini.....,ba<span id="dtx-highlighting-item">pak </span>itu</span><br />
asyik aja nonton adegan bersebadan<br />
kami,dia menceracau sambil mengocok<br /><span>
batang kontolnya...,rupanya ba<span id="dtx-highlighting-item">pak </span>ini</span><br />
punya masalah dengan<br />
ereksinya....gairahnya akan naik disaat<br />
menyaksikan pasangan yang lagi<br />
ngentot........ gairahku semakin<br />
membara merasakan respons dari<br />
pemuda ini dengan mengimbangi<br /><span>
gerakan2 memom<span id="dtx-highlighting-item">pak</span>u dengan</span><br />
erangan dan liukkan pantatnya.... eh<br /><span>
ba<span id="dtx-highlighting-item">pak </span>itu sibuk mengoleskan pelicin</span><br />
diduburnya.....,dia mengangkangi<br />
sijejaka dan menyodorkan<br />
duburnyminta dientot...,jadi dengan<br /><span>
ter<span id="dtx-highlighting-item">pak</span>sa aku mencabut batang</span><br />
kontolku dari dubur sijejaka ploooph.....<br />
segera kubenamkan kedubur lelaki<br />
setngah baya<br />
didepanku...blesssss...akhhhhh.....<br />
ouhhhhhhhhhhh,kontolku langsung<br />
terbenam sepenuhnya..,dia mengocok<br />
batang kontolnya yang menegang<br />
secepatnya....akhhhhhhh,crooootttt,air<br />
maninya tumpah.....,kucabut batang<br />
kontolku dari lobang pantatnya dan<br />
kubenamkan sekali lagi kedubur si<br />
jejaka ,aukhhhhhhhhhhhh,dia<br />
menjeritt,blessss.kontolku masuk,kini<br />
aku ingin menikmati senggama<br /><span>
bersama si jejaka,kupom<span id="dtx-highlighting-item">pak</span>an batang</span><br />
kontolku pelan dan kujatuhkan<br />
tubuhku keatas tubuhnya...dia<br />
menekapku,aku mencumbu<br />
bibirnya....,mesra kujulurkan lidahku,dia<br />
memagut mesra....dekapannya<br />
semakin erat,pompaanku kuusahakan<br />
selembut mungkin sehingga sijejaka<br />
terhanyut oleh suasana<br />
romantis ......kami sama<br />
menikmati............crottttttt,aku<br />
kelepasan..air maniku<br />
tumpah....,saatnya aku akan<br />
merasakan batang kontol jejaka arab<br />
ini mengentotku........ saat yang aku<br />
tunggu2,......akan merasakan kontol<br />
besar panjang sijejaka arab.....ups<br />
kontolnya tegang meng<br />
angguk2......aku semakin pinginnnnn.....<br />
<a href="http://ceritagay.uiwap.com/" style="color: black;"></a><br />Sudah sampai saat nya aku akan<br />
merasakan kontol si belia arab yang<br />
panjang dan besar.....,hal yang ku<br />
idam2kan sejak aku diajak berthree<br />
some ria dengan kedua insan turky ini..<br />
ups.kontol nya mengacung meng<br />
angguk2.......,aku semakin suka dan<br />
penasaran..,kusergap kontol yang<br />
gagah itu..,ku kulum ,ku lumat......,ku<br />
sedot sedot......hingga si belia<br />
merintih...kenikmatan......,kuliat di<br /><span>
sebelahku dengan serious si<span id="dtx-highlighting-item"> pak </span>tua</span><br />
menonton aksiku sambil mengocok<br />
kontol nya yang separoh<br /><span>
mengeras...,kutarik kontol<span id="dtx-highlighting-item"> pak </span>tua itu</span><br />
dan secara bergantian kuisap,kujilatin<br />
ku gigit2 kecil.......,,selang berapa lama<br /><span><span id="dtx-highlighting-item">
pak </span>tua itu mengejang dan</span><br />
tersemburlah air mani nya,membasahi<br />
mukaku......kuambil sebagian air mani si<br />
tua dan ku oleskan kekontol si belia<br />
lalu ke bibir lobang kenikmatn ku........,si<br />
belia telentang dilantai...,kukangkangi<br />
dia dan ku possikan bibir lobang<br />
pantatku tepat di ujung kontol nya si<br />
belia.....,ups...kutekan pelan2........akhhh<br />
aku dan si belia sama2 terpekik......dia<br />
terpekik nikmat...aku terpekik karena<br />
ada sakit di bibir lobang<br />
pantatku........akhhhhh.....bener2<br />
sakittttttt...ohhhhhh,aku tak peduli<br />
dengan rasa sakit yang<br />
kurasakan.....kutambah tekan<br />
tubuhku........dan kontol si belia perlahan<br />
tapi pasti nyungsep kedalam lobang<br />
pantat ku.........akhhhhh...ohhhhhhh.si<br />
belia mulai menggeliatkan kontol<br />
nya ,memompa batang kontol nya<br /><span>
dalam liang anusku....,<span id="dtx-highlighting-item">awal</span>nya</span><br />
pelan...karena dia mengikuti bahasa<br />
isyaratku supaya pelan2..namun lama<br />
kelamaan si belia berangsur angsur<br />
menambah kecepatan<br />
memompanya......akupun tidak<br />
berusaha mencegahnya,karena rasa<br />
sakitku perlahan berubah menjadi rasa<br />
nikmat.....walau msih sakit tapi rasa<br />
nikmat mengalahkanya........,aku pun<br />
mengimbangi sodokan sodokan<br />
kontolnya dengan sekali2 mengempot<br />
batang kontolnya.......hingga si belia ter<br />
akhhhh akhhhhh ooughhhh<br />
ougghhh,aku dan dia sama2<br />
mengerang nikmat ,aku dan dia sama2<br />
hanyut dalam gelombang birahi,ku<br />
dekap tubuh nya dan ku sergap<br />
bibirnya erangan nya<br />
terhenti....bertambah lagi kenikmatan<br />
ku dan dia.......nikmat bersebadan aku<br />
dan dia terasa dari sodokan batang<br />
kontolnya ke lobang<br />
pantatku...dan..dari kuluman bibir2<br />
kami...sesekali ku sedot lidahnya....dia<br />
jg begitu ..tak mau<br />
kalah........ploooophhhh......tiba2kontol<br />
nya lepas dari lobang pantatku....,aku<br />
sengaja mengangkat tubuhku......aku<br />
berdiri........,si belia protes..tapi aku<br />
memberi isyarat bahwa aku ingin<br />
berganti posisi......,ku tuntun dia<br />
berdiri.....,sekarang aku mengambil<br />
posisi telentang dilantai kuajak si belia<br />
mengentotku kembali.....berjongkok dia<br />
dan mulai mengarahkan ujung batang<br />
kontolnya tepat di bibir lobang<br />
kenikmatanku.akhhhh.akhhhhh....<br />
akhhhhh,entah eranganku ini karena<br />
rasa sakit atau rasa nikmat yang jelas<br />
dua2 rasa itu ada...dan si belia tanpa di<br />
komando lagi lansung memompa cepat<br />
dan begitu kuat nya dia<br />
mengentotku....akhhhh,benar2<br />
nikmat....,akhhhhh, yes fuckme<br />
harder....yes......deepper....oughhhhh,si<br />
belia pun mencerarcau...mungkin<br />
artinya....enakkkk.. rasain loh......rasakan<br />
kontol gedeku........,tapi bagiku siapa<br />
takutttt?tambah dientot aku tambah<br />
suka tambah enakkkk.....sepintas<br /><span>
kulihat si<span id="dtx-highlighting-item"> pak </span>tua mendekat...segera</span><br />
aku punya ide.......aksi si belia<br />
kuhentikan.....ku lepaskan kontolnya<br />
dari lobang pantatku.......kutarik tubuh<br /><span><span id="dtx-highlighting-item">
pak </span>tua dan kuminta dia</span><br />
telentang........,aku memberi isyarat<br />
supaya si belia merojok lobang pantat<br /><span>
si<span id="dtx-highlighting-item"> pak </span>tua.........sambil ter senyum si</span><br />
belia langsung mengentot lobang<br /><span>
pantat<span id="dtx-highlighting-item"> pak </span>tua......dan aku dari</span><br />
belakang mengarahkan batang<br />
kontolku kearah lobang pantat si<br />
belia....akhhhh akhhhh akhhhhh,kini<br />
ada erangan,deru2 nikmat dari 3<br />
mulut........,kini ada tiga kepala,enam<br />
kaki tiga tubuh tersambung menjadi<br />
satu melalui batang2 kontol dengan<br />
rongga2 lobang<br />
pantat.........oughhhhhh..argghhhhh,,<br />
erangan2 kami semakin gencarrrr dan<br />
croooottttt crooottttt air maniku<br /><span>
terpom<span id="dtx-highlighting-item">pak</span>an kedalam rongga anus</span><br />
nya sang belia.......sang belia pun tak<br />
berapa lama tubuhnya<br />
berkelojotan...pertanda diapun sedang<br />
memuncratkan air maninya kedalam<br />
lobang panta situa...........,kucabut<br />
kontolku dan segera menuju ke kontol<br />
situa ,ku beri isyarat ke si belia untuk<br />
memberi kesempatan aku dientot oleh<br /><span>
si tua........akhhhhhh...akhhhhhhh,<span id="dtx-highlighting-item">pak</span></span><br />
tua keasikan....kontolnya bearksi dalam<br />
lobang pantaku......tiba2 dia memelukku<br />
erat2 badan nya berkelojotan.....dan<br />
kurasakan aliran angat..menjalari<br />
lorong lobang<br />
kenikmatanku...........arghhhhh.<br /><span>
oughhhhhhh,<span id="dtx-highlighting-item">pak </span>tua</span><br />
terhempas...kontolnya lepas....,akupun<br />
lemassssss,si belia masih<br /><span>
beringasssss,,kami se<span id="dtx-highlighting-item">pak</span>at ubtuk</span><br />
beristirahat...............,namun tak<br />
berapalama sibelia sudah beringas<br />
lagi..kontolnya sudah<br /><span>
mengganas.....mengacung...........ter<span id="dtx-highlighting-item">pak</span>sa</span><br /><span>
aku dan si<span id="dtx-highlighting-item">pak</span>tua mengikuti keinginan</span><br />
si belia untuk melanjutkan aksi<br />
pengentotan kami bertiga.....,saling<br />
entot....entot mengentot......aksi terakhir<br /><span><span id="dtx-highlighting-item">
pak </span>tua meminta lobang pantatnya</span><br />
dientot oleh aku dan si belia........siapa<br /><span>
takutttt?alhasil<span id="dtx-highlighting-item"> pak </span>tua jadi ngos2an</span><br />
menghadapi entotan kontol2kami<br />
perpaduan kontol asia dan kontol<br />
arab.....namun aku dan si belia tetap<br /><span>
bersemangat mengentot<span id="dtx-highlighting-item"> pak </span>tua....ada</span><br />
rasa sensasi lain mengentot lobang<br />
pantat seiring kontol kontol saling<br />
menggesek....ahhhhhh,oughhhh.<br />
arghhhhhh,nikmatnya......sesekali<br />
bibirku mencumbu bibir si belia.........dan<br /><span>
pada akhirnya<span id="dtx-highlighting-item"> seperti </span>di komando aku</span><br />
dan si belia sama2 mengejang dan<br />
sama2 memuncratkan airkenikmatan<br />
kami kedalam rongga liang<br /><span>
kenikmatan si<span id="dtx-highlighting-item"> pak </span>tua croooottttt</span><br />
crooottttt,tubuhku dan tubuh sibelia<br />
tehempas tubuh2kami saling<br />
menindih.....ploppphhhh kontol2 kami<br />
lepas dari cengkeraman bibir lobang<br /><span>
pantat nya si<span id="dtx-highlighting-item">pak </span>tua............kami saling</span><br />
pelukkan.....saling ciumannnn....... aku<br />
minta izin untuk membersih kan diri di<br /><span>
kamar mandinya si<span id="dtx-highlighting-item"> pak </span>tua.............</span><br />
ehhh.....dia berdua nyusul lagi kedalam<br />
kamar mandi..alhasil terjadi lagi aksi<br />
pengehtotan segitiga kita,aku kena<br />
giliran di entot berdua.....wahhhh,nggak<br />
bisa di bilang sakitnya ........ tapi itulah<br />
namanya di entot yah lama2 habis<br />
sakit terbitlah<br />
nikmatttt.....ahhhhhh.ouhhhhhhh,fuck<br />
me.....fuckme......akhhhhhhhhhhhhhhhhh<br />
babak terakhir giliran si belia yang<br />
kami<br />
entot.....akhhhhh.oughhhhh......erangan<br />
sakittttt,erangan<br />
nikmattttttt,arghhhhhhh,,si belia<br />
memelukku erattttaku cumbu<br />
bibirnya.......namun irama memompa<br />
kontol2 aku dan si tua tetap<br />
berlangsung.....lama kelamaan hilang<br />
kontrol semakin cepat semakin nda<br />
karukaruan ceracau kami....dan crooottt<br /><span>
croootttt air maniku dan air mani<span id="dtx-highlighting-item"> pak</span></span><br />
tua mengaliri rongga anus si<br />
belia.........ploppph kontol2 kami<br />
lepasssss.....si belia beringas dengan<br />
kontolnya yang mengganas....langsung<br />
kusergap batang kontol yang gagah itu<br />
ku kulum ku kocok2....cepat,hingga<br />
akhirnya sibelia mencengkeram<br />
kepalaku menyodok dalam2 kontolnya<br />
kerongga mulutku dan croootttt<br />
crooootttt......,dan itulah akhir dari aksi<br />
pengentotatan kami bertiga malam<br />
itu......aku ditawarkan untuk menginap<br />
disitu...tapi aku hrus kembali<br />
kekapalku....karena subuh nanti kapal<br />
tempat ku bekerja akan berangkat<br />
meninggalkan pelabuhan turky menuju<br />
Antwerpen........aku hanya dapat<br />
mengucapkan terimakasih kepada<br />
mereka....., kenangan indah yang<br />
membawa nikmat yang tak<br /><span>
terlu<span id="dtx-highlighting-item">pak</span>an.......</span>hari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8604309521412289906.post-72975746304674097522013-01-20T04:17:00.001-08:002013-01-29T04:11:02.930-08:00Aku dan GurukuPak Herman Seperti biasanya, setiap<br />
awal tahun ajaran baru pasti ada acara<br />
ospek untuk penyambutan mahasiswa<br />
baru. Tahun ini gue menjadi salah satu<br />
ospek di kampus, dan kebagian<br />
jatah jadi koordinator operasional<br />
mulai dari menyediakan dan<br />
memasang semua perlengkapan yang<br />
dibutuhin buat acara ospek. Sehari<br />
sebelum ospek dimulai, gue dan panitia<br />
lain sibuk menyiapkan semua<br />
perlengkapan sampai malam. Setelah<br />
semua selesai, yang lain pada pulang<br />
kecuali gue dan 2 orang teman. Gue<br />
istirahat sebentar sambil mengambil<br />
botol minuman di tas gue. "Di, Pulang<br />
sekarang yuk!", ajak Hanif salah<br />
seorang temen gue. "Ntar, gue masih<br />
mau ngecek apa semua sudah beres.<br />
Kalian pulang aja duluan nanti gue<br />
nyusul." Jawab gue. "Ya udah, hati-hati<br />
ya!"."Oke..Sip". Hanif dan Budi akhirnya<br />
keluar dari auditorium meninggalkan<br />
gu esendirian. Gue lalu keluar sebentar<br />
untuk melihat keadaan sekitar.<br />
Ternyata kampus sudah sepi sekali,<br />
lorong-lorong kampus dan lobi diterangi<br />
oleh cahaya lampu. Gue memutuskan<br />
untuk pergi ke toilet untuk buang air.<br />
Setelah itu gue kembali ke auditorium<br />
untuk mengecek ulang apakah semua<br />
pekerjaan sudah beres. Sesampai di<br />
auditorium gue terkejut, ternyata ada<br />
seseorang yang masuk ke ruang<br />
auditorium saat gue ke toilet tadi. Gue<br />
masuk dan menemukan Pak Herman<br />
sedang memperhatikan hasil pekerjaan<br />
gue dan temen-temen. Pak Herman<br />
adalah salah satu dosen termuda di<br />
kampus gue. Dia juga merangkap<br />
pembimbing akademik gue, jadi gue<br />
lumayan dekat dan kenal dengan dia.<br />
Umurnya baru 28 tahun. Sebagai<br />
seorang dosen Pak Herman bisa di<br />
bilang cukup keren, apalagi<br />
penampilannya selalu rapi dan bodinya<br />
juga lumayan berisi. Jadiwajar kalau<br />
cewek-cewek di kampus jadiin Pak<br />
Herman sebagai dosen favorit. Dan gue<br />
sebagai cowok yang suka sama cowok<br />
pastinya juga tergila-gila dengan<br />
ketampanan Pak Herman. "Eh, bapak<br />
gimana hasil pekerjaan kami?" tanya<br />
gue membuka percakapan. "Bagus,<br />
semua sound system dan peralatan<br />
lain sudah terpasang semua kan?",<br />
tanya dia balik. "Sudah pak, sekarang<br />
saya tinggal mengecek ulang apa<br />
semua sudah beres." "Ya udah kalo<br />
gitu, cepat kerjakan!", perintah dia.<br />
"Baik pak", gue langsung mengecek<br />
semua peralatan yang sudah<br />
terpasang. Sementara gue bekerja Pak<br />
Herman terus mengajak gue ngobrol.<br />
"Kamu sendirian? Yang lain kemana?"<br />
"Barusan Hanif dan Budi pulang duluan<br />
pak, mereka mau menyiapkan<br />
peralatan lain buat besok pagi." Jawab<br />
gue "Ohhh, gak takut sendirian?", tanya<br />
Pak Herman dengan nada menakut-<br />
nakuti. "Takut apaan pak? udah gede<br />
ini" "Siapa tau aja ada hantu atau<br />
orang iseng yang mau memperkosa<br />
kamu." Deg, seketika gue kaget<br />
dengan yang dikatakan Pak Herman.<br />
Apa maksud dari ucapannya?<br />
"Maksudnya apa pak? Mana ada hantu<br />
yang mau memperkosa manusia<br />
apalagi cowok". Gue membalasnya<br />
dengan candaan. "Siapa tau aja, kan<br />
sekarang hantu gak pandang bulu."<br />
Pak Herman meneruskan pembicaraan<br />
sambil tertawa lepas. "Jangan-jangan<br />
bapak yang mau memperkosa saya"<br />
"Oh, bisa saja" Akhirnya kita berdua<br />
terdiam. Gue tetap meneruskan<br />
pengecekan dan melupakan<br />
becandaan kami tadi. Tapi tak lama<br />
kemudian ketika gue sedang berada di<br />
sudut auditorium gue kaget ada yang<br />
meniup tengkuk gue. Gue<br />
membalikkan badan ternyata Pak<br />
Herman. "Eh, bapak buat saya kaget<br />
saja" "Gimana, Di?" "Sudah beres<br />
semua pak, besok semua perlatan<br />
sudah siap dipakai" "Bukan, maksud<br />
saya gimana tiupan gue tadi" Hah, gue<br />
langsung salah tingkah dan menjawab<br />
sekena gue. "Bikin merinding pak."<br />
"Kalau diliat-liat kamu ganteng juga,<br />
Di." Kenapa lagi ni dosen, apa dia<br />
sudah kehilangan kesadaran? Tapi gue<br />
senang juga sih. Jangan-jangan Pak<br />
Herman juga pecinta cowokkayak gue.<br />
Tapi gue gak berani langsung<br />
menebak, gue ikuti aja apa yang dia<br />
mau. "Ah, biasa aja Pak. Bapak juga<br />
ganteng, emank kenapa Pak? Bapak<br />
suka sama saya?" Gue memberanikan<br />
diri buat menggoda Pak Herman. "Saya<br />
suka sama kamu, Di." "Maksud bapak?"<br />
"Saya sayang sama kamu" Gue seneng<br />
banget mendengar apa yang<br />
diucapkan Pak Herman. Tapi sebagai<br />
mahasiswa gue masih<br />
menghormatinya sebagai dosen gue.<br />
Tapi di sisi lain khayalan melambung<br />
tinggi setelah apa yang barusan<br />
diucapkan Pak Herman. "Tapi saya kan<br />
cowok Pak?" "Iya, saya suka cowok<br />
kayak kamu" Akhirnya gue yakin kalau<br />
Pak Herman adalah seorang Gay.<br />
"Saya juga suka sama bapak<br />
sebenarnya." "Bener?" "Bener pak."<br />
Seketika itu Pak Herman langsung<br />
meraih tubuh gue dan memeluk gue.<br />
Bibirnya langsung melumat bibir gue<br />
dengan lembut. Gue hanya bisa<br />
menikmati lumatan bibir Pak Herman.<br />
Gue masih gak yakin, kalau cowok<br />
yang sedang melumat bibir gue adalah<br />
dosen yang selama ini jadi favorit para<br />
mahasiswa. Beberapa menit berlalu<br />
gue dan Pak Herman saling berciuman.<br />
Pak Herman semakin ganas menciumi<br />
gue, ciumannya semakin liar bahkan<br />
sampai ke leher gue. Gue hanya<br />
tersandar di dinding sambil menikmati<br />
ciuman Pak Herman. Pak Herman terus<br />
menciumi gue sambil meraba-raba<br />
punggung dan pantat gue. Kemudian<br />
Pak Herman jongkok kepalanya tepat<br />
berada di depan celana gue yang di<br />
dalamnya ada kontol gue yang dari<br />
tadi sudah siap untuk dikeluarkan dari<br />
sarangnya. Tanpa permisi Pak Herman<br />
langsung menurunkan retsleting saya<br />
dan langsung mengeluarkan kontol<br />
saya yang sudah tegang dari tadi.<br />
Dengan cepat dia memasukkan kontol<br />
gue ke mulutnya. Ah nikmatnya......<br />
Gue ngerasa seneng banget malam ini.<br />
Impian gue buat bercinta sama dosen<br />
ganteng terwujud. Sekarang kontol<br />
gue sedang berada di dalam mulutnya.<br />
Pak Herman mengulum kontol gue dan<br />
menjilati buah zakar gue yang<br />
menggantung. Lubang kontol gue<br />
dimainkan dengan lidahnya yang<br />
membuat gue menjadi geli dan<br />
keenakan. Gue hanya bisa mendesah<br />
dan menikmati semua yang dilakukan<br />
Pak Herman. "Arghhhh.....uhhh.....oh......",<br />
gue mendesah sambil menggeliat di<br />
dinding. "Ah...terus pak, enak."<br />
"Ohhh....oohhhhh...ohhh....." Pak Herman<br />
tidak peduli dengan desahan gue, dia<br />
terus asyik dengan kontol gue. Bahkan<br />
dia makin mempercepat kocokan<br />
mulutnya. Gue semakin kelojotan,<br />
nikmat sekali. "Pak, saya udah gak<br />
tahan" "Gak pa pa." Pak Herman masih<br />
terus mengulum, sampai<br />
akhirnya.."cretttt..crettttt...cretttt", air<br />
mani gue keluar banyak banget di<br />
dalam mulut Pak Herman. Semua mani<br />
gue ditelan Pak Herman. Pak Herman<br />
langsung berdiri dan menyuruh gue<br />
untuk berbalik badan. Lalu Pak Herman<br />
meloroti celananya hingga kontolnya<br />
yang ditumbuhi jembut yang lebat itu<br />
kelihatan juga. Gue senang banget<br />
akhirnya gue bisa melihat langsung<br />
kontol Pak Herman. Kontolnya tidak<br />
terlalu besar tapi gemuk dan<br />
jembutnya sangat lebat dan hitam<br />
hingga merambat sampai perutnya<br />
yang indah. Gue membalikkan badan<br />
gue, dan Pak Herman langsung<br />
memasang kontolnya tepat di pantat<br />
gue. Awalnya dia memberi<br />
ransgsangan gue dengan menggesek-<br />
gesekan kontolnya di lubang pantatnya<br />
gue. Benar-benar kenikmatan yang<br />
susah dibayangkan. "Saya masukkan<br />
ya, Di?" "Iya pak, tapi pelan-pelan."<br />
"Baik sayang" Pak Herman lalu<br />
menyodokkan pelan kontolnya ke<br />
dalam pantat gue. Gue merasakan<br />
sakit saat kontol Pak Herman mulai<br />
masuk. "Aw..sakit pak" "Tenang,<br />
sebentar lagi juga enak" Pak Herman<br />
terus menyodokkan kontolnya, sambil<br />
kedua tanganya meremas-remas<br />
pantat gue sambil membantu<br />
menyempurnakan posisi kontolnya<br />
supaya bisa masuk ke pantat gue.<br />
Rasa sakit bercampur perih begitu<br />
terasa saat kontol Pak Herman<br />
perlahan melewati dinding pantat gue.<br />
Gue terus teriak, sambil merasakan<br />
nikmatnya remasan tangan Pak<br />
Herman. Akhirnya pantat gue sudah<br />
dipenuhi kontol Pak Herman. Pak<br />
Herman langsung membuat gerakan<br />
maju mundur. Awalnya terasa sakit<br />
danperih, namun lama-lama rasa itu<br />
berubah menjadi rasa nikmat dan geli.<br />
"Ah enak pak, terus" "Ah...ah...ah...,<br />
pantat kamu sempit banget, Di. Enak<br />
rasanya" "Kontol bapak juga enak,<br />
terus pak, ah....yesss....." Pak Herman<br />
terus memompa tubuhnya maju<br />
mundur. Semakin cepat pak Herman<br />
memompa tubuhnya. Ah nikmat<br />
banget. Suara Teriakan-teriakan kecil<br />
memenuhi ruangan yang sepi ini.<br />
Malam yang dingin pun tak terasa,<br />
karena Pak Herman telah memberikan<br />
kehangatan buat gue. Hampir 15 menit<br />
kontol Pak Herman berada di dalam<br />
pantat gue. Sampai akhirnya Pak<br />
Herman pun sudah tidak tahan dan<br />
memuntahkan lahar hangat ke dalam<br />
pantat gue. Seketika air mani Pak<br />
Herman keluar dari pantat gue dan<br />
membasahi paha gue. Pak Herman<br />
terlihat lemas. Sebelum Pak Herman<br />
memakai kembali celananya, gue<br />
minta izin buat ngisap sama<br />
menyodomi dia. Tapi ternyata Pak<br />
Herman menolak dan langsung<br />
menaikkan celananya. Gue sedikit<br />
kecewa, tapi ternyata Pak Herman<br />
punya rencana lain. Dia malah<br />
mengajak gue ke kontrakannya,<br />
ternyata dia gak mau kalau sampai<br />
ada orang yang melihat kita berdua<br />
disini. Akhirnya gue memakai celana<br />
gue dan membersihkan sisa-sisa mani<br />
yang sempat tercecer. Malam itu masih<br />
pukul 9 malam. Gue pun langsung<br />
cabut ke kontrakan Pak Herman<br />
dengan berboncengan, sementara<br />
motor gue gue tinggal di kampus.<br />
sesampainya di kontrakannya gue gak<br />
mau menunggu lama. Gue langsung<br />
meraih tubuh Pak Herman dan<br />
menguasainya. Langsung gue lucuti<br />
pakaian Pak herman Hingga bugil.<br />
Semalaman gue menikmati tubuh Pak<br />
Herman. Sampai akhirnya besok gue<br />
kesiangan. Pagi-pagi gue terbangun<br />
setelah teman gue menelpon supaya<br />
gue cepat ke kampus. Gue kelelahan<br />
semalam. Gue melihat Pak Herman<br />
masih tertidur dengan badan telanjang.<br />
Akhirnya gue tinggal dia dan gue<br />
mandi, tapi tak lama kemudian tenyata<br />
Pak Herman sudah berada di dalam<br />
kamar mandi juga. Mau tidak mau<br />
kami melakukannya lagi di kamar<br />
mandi. Setelah puas kami<br />
membersihkan diri dan segera<br />
berangkat ke kampus. Pak Herman<br />
hanya mengantar aku sampai jalan<br />
dekat kampus supaya tidak ada yang<br />
curiga. Sejak kejadian malam itu, gue<br />
semakin dekat dengan Pak Herman.<br />
Dia adalah segalanya buat gue. Guru,<br />
sahabat, kekasih. Tiap ada kesempatan<br />
kami tak pernah melewatkan<br />
sedikitpun waktu utnuk bercinta. Ah<br />
nikmatnya tubuh dosenku.......hari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8604309521412289906.post-81217295930641566842013-01-20T04:15:00.001-08:002013-01-29T04:11:02.936-08:00Ramai Ramai<div class="xt_blog_content">
Surya baru selesai mencukur jembutnya.
Rasanya ringan dan seksi. Surya memang lebih suka penisnya bersih dari
bulu-bulu, dan dia selalu mencukur bersih jembutnya. Dengan kontol yang
klimis tanpa bulu, dia juga merasa lebih nikmat kalau ngentot.<br />
<br />
Malam nanti Surya ada acara ngentot ramai-ramai, makanya dia sudah
siap-siap merapikan diri termasuk ritual cukur jembut. Surya memang
sudah tidak sabar menanti malam tiba, karena orgi itu sudah disiapkan
sejak dua bulan lalu. Yang istimewa dari ngentot bareng itu adalah para
peserta sudah dipilihnya sendiri.<br />
<br />
Yang pertama adalah Supri suir bajaj asal Cilacap yang “ditemukannya”
dua bulan lalu. Supri yang berusia 22 tahun itu berkulit gelap, tapi
wajahnya manis dengan hidung mancung dan bibir tipis.<br />
<br />
Surya sudah pernah ngentot dengan Supri yang waktu itu belum pernah
melakukan hubungan seks dengan cowok. Berkat kegigihannya melakukan
pendekatan, akhirnya Surya berhasil menaklukan Supri.<br />
<br />
Dalam waktu sebulan, Supri diubah menjadi cowok perlente. Sebelumnya,
seperti kebanyakan supir bajaj di Jakarta, Supri termasuk pekerja keras.
Dari pagi sampai malam dia cari penumpang untuk menyambung hidup.
Kadang dia tidur di dalam bajajnya lewat tengah malam hingga dini hari
dan lalu mulai bekerja lagi hingga terbiasa jarang mandi. Semua
penghasilanya hanya untuk bertahan hidup dan kalau ada lebih dia
tabungkan.<br />
<br />
Supri sudah terbiasa dengan kerasnya hidup di Jakarta sejak datang di
ibukota dua tahun lalu. Hingga akhirnya dia kenal Surya yang pernah
menjadi penumpangnya di suatu malam. Sejak itu Surya sering mencarinya
dan mereka kemudian dekat.<br />
<br />
Surya yang seorang manajer di sebuah bank asing pertama kali tidak
sengaja melihat Supri di dekat kantornya. Surya lalu meninggalkan
mobilnya di parkir kantor dan lalu mendekati dan meminta Supri
mengantarnya pulang serta menjemputnya keesokan paginya.<br />
<br />
Dalam seminggu hubungan mereka dekat. Surya mengubah penampilan Supri
menjadi lebih tampan. Dari seorang supir bajaj yang dekil dan bau serta
rambut awut-awutan, sekarang Supri tampil beda. Kulitnya memang gelap,
tapi jauh lebih bersih. Supri sudah beberapa kali diajak berenang dan
mencoba sauna serta jacuzzi oleh Surya.<br />
<br />
Tidak itu saja, Surya juga mengajak Supri ke dokter dan dokter gigi
untuk mengecek kesehatannya. Untungnya Supri tidak berpenyakitan,
giginya pun sehat kecuali ada sedikit lubang yang sudah ditambal.<br />
<br />
Jadilah Surya merasa aman untuk berhubungan seks dengan Supri. Kencan
dan ngentot pertama mereka dilakukan dengan penuh hasrat. Meski Supri
baru pertama melakukannya dengan cowok, tapi dia bisa melayani Surya
dengan panas.<br />
<br />
“Supri, saya mau ngentot ramai-ramai, bagaimana kalau kamu ajak tiga atau empat teman kamu?” kata Surya suatu hari.<br />
<br />
“Hah… bagaimana caranya?<br />
<br />
“Yah ajak saja teman kamu, nanti saya yang lanjutkan. Yang penting harus ada orangnya dulu ya.”<br />
<br />
Supri berhasil mengajak empat temannya. Untungnya mereka tidak
jelek-jelek banget. Yah sedikit banyak Supri sudah tau selera Surya,
jadi dia mengajak teman-teman yang badannya tidak terlalu kurus dan
berwajah lumayan.<br />
<br />
Keempat orang ini berprofesi macam-macam, ada supir supir bajaj seperti
Supri, ada supir ojeg, ada pengangguran yang biasa jadi joki
three-in-one, ada kuli pasar dan pemulung. Mereka semua menjalani
pengecekan kesehatan juga. Surya memang harus yakin bahwa semua orang
yang akan diajaknya ngentot memang sehat. Mulai dari tes hepatitis dan
HIV sampai cek selangkangan bebas dari jamur, semua sudah dilakukan.
Mereka lalu belajar merawat diri dengan benar hingga bebas bau badan dan
bau mulut. Rambut mereka juga sudah beberapa kali di-creambath di salon
supaya lembut dan wangi.<br />
<br />
Malam itu Supri dan keempat temannya sudah siap ngentot ramai-ramai dengan Surya.<br />
<br />
Di kamar dengan ranjang besar yang sudah disiapkan, keenam cowok itu sudah telanjang dan mulai merenggut nikmat dunia.<br />
<br />
Surya yang sudah terbakar birahi bergantian berciuman dengan Supri dan keempat temannya.<br />
<br />
Ciuman Surya sungguh dahsyat membuat cowok-cowok itu semakin terangsang.
Ternyata baik Supri maupun teman-temannya juga sangat lihai dalam
berciuman.<br />
<br />
Surya sungguh puas malam itu. Kontolnya dihisap oleh Supri, sementara
itu ada dua cowok lain yang menjilati pentilnya yang terus melenting
karena napsu. Pentil kiri dan kanan dijilat dan dihisap bersamaan oleh
dua cowok berbeda, sehingga sensasinya sangat menggairahkan sekali.<br />
<br />
Satu cowok lain yang dengan sigap memainkan lubang pantat Surya hingga
dia menahan napas dan terengah-engah. Kadang lubang pantatnta dijilat
dan dimasukkan jari pelicin ludah.<br />
<br />
“Arghhhh arghhhh….. ohhhh gila enak banget…. Ahhhhh….” Surya benar-benar melayang layang karena keenakan.<br />
<br />
Masih ada satu orang lagi yang kadang memberinya ciuman panas. Lidah
mereka bermain dan berpagut sementara Surya menahan jeritan karena
kontolnya dihisap oleh Supri.<br />
<br />
“Ohhhh saya sudah tidak tahan lagi….. ahhhhhhhhhhhhhhh,” kata Surya, dengan tubuh bergetar-getar.<br />
<br />
“Cret.. cret.. crett…”, muncrat sudah sperma Surya.<br />
<br />
Kemudian Supri dan keempat temannya saling mengocok dan menjilat kontol. Di antara mereka juga saling ngentot bergantian.<br />
<br />
“Ohh.. ohhh ohh…. aku mau keluar.. ,” kata Supri.<br />
<br />
Hampir bersamaan, cowok-cowok itu menyemprotan spermanya. “Crot…crot crot…”<br />
<br />
Semprotan seperma cowok-cowok itu begitu deras dan banyak, hingga bau pejuh menyeruak ke seluruh kamar.<br />
<br />
Setelah membersihkan diri, ke enam cowok itu rebah dan saling tindih. Mereka berpelukan hingga tertidur.</div>
hari putrahttp://www.blogger.com/profile/07769461846416848133noreply@blogger.com0