“ pagi dok….”
“ pagi.., eh..Dit, sekarang di bangsal ada pasien baru masuk, tolong kamu periksa, ntar lagi saya kesana, sekarang saya mau ke bagian.”
“iya Dok…permisi”.
Sambil berlalu dokter Joni tersenyum ke arahku, ia seperti berhasil memberiku tantangan baru. Pekerjaan yang masih butuh konsentrasi untuk seorang Coas sepertiku, apalagi ini baru siklus pertamaku di Rumah sakit ini. Tanpa pikir panjang lagi aku bergegas menuju bangsal penyakit dalam, seorang pasien di sana telah menungguku pagi ini, campur baur berkelebat di benakku membayangkan seperti apa makhluk yang akan aku hadapi nanti. Mudah-mudahan pasiennya nggak susah di atur dan lebih penting jangan pasien yang sangar. Aku terus sibuk dengan pikiranku hingga akhirnya aku berhenti sejenak di depan pintu bangsal. Aku mulai merasa kikuk, melangkahkan kaki memasuki ruangan ini rasanya seperti berada di tengah kuburan bedanya disini semua mata mengikuti gerak-gerik kita. Aku cuek aja pura-pura merasa tidak diperhatikan sambil sesekali aku mencari di mana pasien baru itu ditempatkan para perawat. Mungkin itu dia pasiennya di ujung sana, aku bisa menebaknya karena disana belum ada apa pun yang terpasang dan juga memang aku baru melihat pasien itu. Seorang pemuda kira-kira umur 28 , tubuhnya yang atletik menggambarkan ia seorang yang rajin olah raga atau mungkin ia seorang pekerja keras. Di sebelahnya ada perempuan yang jauh lebih tua , pasti itu orang tuanya .
“ pagi bu, mas. Saya Adit yang akan memeriksa penyakitnya”
” ia silakan nak..” sang ibu langsung mundur ke belakang dan memperhatikan dari belakangku.
” ibu siapanya? ”. Aku mencoba seramah mungkin agar tercipta nanti komunikasi yang baik.
” oh..aku ibunya ,nak..” ibu itu membalas senyumku, meski itu agak dipaksakan, tapi jujur itu membuatku merasa tenang sedikit. Syukurlah aku mendapat keluarga pasien yang ramah.
”namanya siapa Mas?”
”ferry”
”umurnya?”
”29 tahun ”
Ups..meleset satu tahun dari tebakan awalku.
”pekerjaan?”
”lagi mengambil S2”
Aku terus menggali informasi sebanyak mungkin dan mencoba tetap tenang agar anamnesaku nanti tidak salah. Dari namnesa ku tadi aku sudah bisa menebak kemungkinan ini adalah apendisitis akut.
” bisa bajunya di angkat ke atas?”
Tanpa ia mengiyakan langsung ia menarik bajunya ke atas.
” sakitnya mulai kapan ,mas?”
” rasanya mulai kemarin, dok”
”please Dit sekali ini aja, kamu nanti juga akan menikmatinya..”
Aku tidak bisa lagi berbuat apa-apa ketika tangan kekarnya mendekapku, kemudian ia membalikkan tubuhku, seraya ia menuntunku ke arah dinding. Aku seperti sesak ditindih tubuh besar itu ke dinding. Ia begitu agresifnya terus-teruisan mencumbuiku. Leherku yang menjadi sasran utamanya. Aku mulai terangsang. alat vital juga sudah menegang.
Kemudian ia mengulum bibirku, ntah apa lagi yang akan ia lakukan. Tiba-tiba ia melepas.
”Dit balas donk... please sekali ini aja.”
Kembali ia memagut bibirku tanpa menunggu aku menjawab pertanyaannya. Tanpa ba bi bu lagi aku membalasnya
.
”uhh....”
Bunyi nafas yang saling memburu memecah kesunyian kamar ini.satu persatu pakaianku dipelorotinya, aku hanya diam saja. Kemudian terakhir ia membuka sarungnya. Tak ada lagi batas antara kami. Dinginnya malam ini sudah mulai berubah dengan kehangatan tubuh kami yang menyatu.
Perlahan ia menuntunku ke atas kasur. Dengan posisi aku di bawah ia merebahkan tubuhku. Kuat sekali genggamannya. Kemudian ia menindihku. Setelah ia puas mencumbuku dibagian atas. Ia mulai menuruni tubuhku, hingga mulutnya tepat di atas alat vital yang memerah tegang.
” oh.....uhhh.ohh...” baru ini aku merasakan kenikmatan seperti ini. Ia mengulum alat vital. Aku memegang rambutnya dengan kuat.
”Ughh....uh...ah...”
Ia terus mengulumnya denga penuh nafsu.
”Fer, aku mau keluar nih...”
Ia tak memperdulikan itu, ia terus mengulum hingga akhirnya...
”Crott....crottt...croott...“
Aku langsung terkulai lemas, setelah maniku tertumpah dimulutnya. Aku sudah tak kuat lagi.
Namun ia masih terus memainkan tubuhku.ia membalikkkan tubuhku. Sekarang ia menindih dari belakang. Kurasakan alat vital hangat dieslangkanganku. Ia kemudian melumasi anusku dengan maniku tadi, lalu ia memasukkan jarinya. Awalnya sangat perih sekali.
Aku menggigit bantal yang di bawahku ketika alat vital yang sangat besar perlahan ia masukkan ke anusku. Ia mencoba menarik mundur tubuhnya. Oh kuarasakn kenikmatan itu lagi. Perih yang tadi seakan sudah hilang
” ahhh....ugh..ah..”
” uh...yes...”
Desahan kami saling berburu, seiring dengan hujan di luar sana yang makin deras.
Kami akhirnya terkulai lemas berdua diatas kasur, ia masih menempelkan tubuhnya ke tubuhku
.perlahan kurasakn alat vital sudah mulai mengendor. Peluh membasahi semua tubuh ini. Bau keringat kejantanan menusuk sekali dihidungku.
” Adit....” ia berbisik ditelingaku sambil mengencangkan dekapannya
” kamu menyesal..Dit”
Sambil menghela nafas panjang
” mungkin inilah takdirku fer...”
Seraya kurasakan air mataku mengalir .
Tidak berapa lama setelah tenaga kami pulih, Ferry kembali beraksi. Ntah berapa ronde malam ini kami lalui. Kenikmatan dari bekas pasienku ini seakan membuatku lupa dengan tugas-tugas yang masih menunggu di meja belajar.
Malam yang indah.........
Selesai
“ pagi.., eh..Dit, sekarang di bangsal ada pasien baru masuk, tolong kamu periksa, ntar lagi saya kesana, sekarang saya mau ke bagian.”
“iya Dok…permisi”.
Sambil berlalu dokter Joni tersenyum ke arahku, ia seperti berhasil memberiku tantangan baru. Pekerjaan yang masih butuh konsentrasi untuk seorang Coas sepertiku, apalagi ini baru siklus pertamaku di Rumah sakit ini. Tanpa pikir panjang lagi aku bergegas menuju bangsal penyakit dalam, seorang pasien di sana telah menungguku pagi ini, campur baur berkelebat di benakku membayangkan seperti apa makhluk yang akan aku hadapi nanti. Mudah-mudahan pasiennya nggak susah di atur dan lebih penting jangan pasien yang sangar. Aku terus sibuk dengan pikiranku hingga akhirnya aku berhenti sejenak di depan pintu bangsal. Aku mulai merasa kikuk, melangkahkan kaki memasuki ruangan ini rasanya seperti berada di tengah kuburan bedanya disini semua mata mengikuti gerak-gerik kita. Aku cuek aja pura-pura merasa tidak diperhatikan sambil sesekali aku mencari di mana pasien baru itu ditempatkan para perawat. Mungkin itu dia pasiennya di ujung sana, aku bisa menebaknya karena disana belum ada apa pun yang terpasang dan juga memang aku baru melihat pasien itu. Seorang pemuda kira-kira umur 28 , tubuhnya yang atletik menggambarkan ia seorang yang rajin olah raga atau mungkin ia seorang pekerja keras. Di sebelahnya ada perempuan yang jauh lebih tua , pasti itu orang tuanya .
“ pagi bu, mas. Saya Adit yang akan memeriksa penyakitnya”
” ia silakan nak..” sang ibu langsung mundur ke belakang dan memperhatikan dari belakangku.
” ibu siapanya? ”. Aku mencoba seramah mungkin agar tercipta nanti komunikasi yang baik.
” oh..aku ibunya ,nak..” ibu itu membalas senyumku, meski itu agak dipaksakan, tapi jujur itu membuatku merasa tenang sedikit. Syukurlah aku mendapat keluarga pasien yang ramah.
”namanya siapa Mas?”
”ferry”
”umurnya?”
”29 tahun ”
Ups..meleset satu tahun dari tebakan awalku.
”pekerjaan?”
”lagi mengambil S2”
Aku terus menggali informasi sebanyak mungkin dan mencoba tetap tenang agar anamnesaku nanti tidak salah. Dari namnesa ku tadi aku sudah bisa menebak kemungkinan ini adalah apendisitis akut.
” bisa bajunya di angkat ke atas?”
Tanpa ia mengiyakan langsung ia menarik bajunya ke atas.
” sakitnya mulai kapan ,mas?”
” rasanya mulai kemarin, dok”
Sambil mencoba mempalpasi bagian abdomennya aku
mengulum senyumku, ia mengira aku dokter, biasa pasien seringmenganggap
para coas adalah dokter, tapi gak papa lah kan calon dokter...
Terlihat jelas tubuh atletis itu, sedikit ada kemerahan di bagian kanan bawah pusat. Mungkin akibat ditekan atau memang karena sakitnya. Aku mencoba mempalpasi di daerah itu. Daerah di atas pubis yang sebagian ditumbuhi bulu-bulu lebat kemaluannya. Aku sedikit risih mempalpasi daerah itu itu, tapi apa boleh buat ini sudah tugasku. Namun aku tiba-tiba kaget bukan main, jantungku rasanya berdebarnya gak karuan lagi ketika tiba-tiba penisnya menegang dan menyembul dari bawah selimut yang dipakainya. Aku pura-pura tidak pernah melihat sesuatu. Aku segera menarik wajahku dari pemandangan itu dan mencoba melihat wajahnya, ia tersenyum kearahku, setengah memaksa ku balas seyuman itu.
”Bu gini aja ntar dokter yang menangani mas Ferry akan kesini untuk memastikan tindakan selanjutnya”
”di operasi gak dok”
”bisa jadi bu, tapi aku tidak bisa memastikan. Kita tunggu aja nanti hasilnya. Dah dulu ya bu, Mas fer. Permisi dulu”
”oh iya terima kasih banyak dok”
Aku berlalu dengan segala pemikiran yang bergumul dibenakku, mulai dari perasaan bahagia karena sukses rasanya menganamnesa, aku dipanggil dokter lagi, tapi yang nggak habis pikir ketika melihat pemandangan aneh tadi.
”apa ada ya yang salah ketika aku memriksa di daerah pubisnya” aku mencoba mengingat kembali. Ahh. Peduli amat. Anggap aja insiden biasa. Aku berlalu meninggalkan bangsal penyakit dalam. Keluar dari bangsal ini seperti keluar dari sebuah masalah besar bagiku.
”Bagaimana Fer. Dah baikan, bisa saya lihat bekas operasinya.” sambil menarik bajunya ke atas. Aku sudah tak kikuk lagi di dekat pasien yang satu ini, karena keramahannya dan keluarganya , ia juga sering kali mengeluarkan guyonan ketika setiap kali aku datang mengecek kondisi kesehatannya.
”masih sakit?”.
”tinggal nyeri sedikit lagi dok, kapan kami bisa pulang?”
Duh masih aja manggil dokter, padahal suda berapa kali dijelasin klo aku bukan dokter, aku masih menjalani Coas di rumah sakit ini. Biar ajalah mungkin suatu penghormatan mereka .
”mungkin 2 atau 3 hari ini sudah bisa pulang.permisi Fer.”
”eh dok...”
Aku kembali membalikkan tubuhku.
”iya..”
”rumahnya dimana dok..”
”he.. untuk apa?mau bertamu ni ceritanya?.”
”ah nggak pengen tau aja mungkin kapan-kapan bisa kesana .”
” ku kost di belakang rumah sakit ini. Jalan anggrek no 23. sudah dulu ya masih ada tugas nih.”
”makasih ya dok.”
Saya bisa merasakan klo saya masih dilihatin sampai saya keluar dari pintu bangsal.
Sore ini seperti menyuruhku untuk mempercepat langkah, karena sepertinya sebentar lagi hujan bakalan lebat. Sekarang sudah siklus ke tiga ku , sekarang aku di Obgyn. Rasanya di Obgyn jauh lebih capek, belum lagi tiap hari kita disuguhi dengan pemandangan aneh ibu-ibu melahirkan, rasanya seperti ikut main di film horor aja. Menegangkan.
Seperti dugaanku, belum setengah jam aku nyampe di kost-an hujan sudah sangat deras sekali. Dinginnya malam ini seperti menyuruhku untuk segera menarik selimut dan langsung tidur, namun, tugas-tugasku untuk besok segera menepis keinginan itu. Aku tidak mau besok mendapat makian dari para residen yang selalu merasa benar itu.
Terlihat jelas tubuh atletis itu, sedikit ada kemerahan di bagian kanan bawah pusat. Mungkin akibat ditekan atau memang karena sakitnya. Aku mencoba mempalpasi di daerah itu. Daerah di atas pubis yang sebagian ditumbuhi bulu-bulu lebat kemaluannya. Aku sedikit risih mempalpasi daerah itu itu, tapi apa boleh buat ini sudah tugasku. Namun aku tiba-tiba kaget bukan main, jantungku rasanya berdebarnya gak karuan lagi ketika tiba-tiba penisnya menegang dan menyembul dari bawah selimut yang dipakainya. Aku pura-pura tidak pernah melihat sesuatu. Aku segera menarik wajahku dari pemandangan itu dan mencoba melihat wajahnya, ia tersenyum kearahku, setengah memaksa ku balas seyuman itu.
”Bu gini aja ntar dokter yang menangani mas Ferry akan kesini untuk memastikan tindakan selanjutnya”
”di operasi gak dok”
”bisa jadi bu, tapi aku tidak bisa memastikan. Kita tunggu aja nanti hasilnya. Dah dulu ya bu, Mas fer. Permisi dulu”
”oh iya terima kasih banyak dok”
Aku berlalu dengan segala pemikiran yang bergumul dibenakku, mulai dari perasaan bahagia karena sukses rasanya menganamnesa, aku dipanggil dokter lagi, tapi yang nggak habis pikir ketika melihat pemandangan aneh tadi.
”apa ada ya yang salah ketika aku memriksa di daerah pubisnya” aku mencoba mengingat kembali. Ahh. Peduli amat. Anggap aja insiden biasa. Aku berlalu meninggalkan bangsal penyakit dalam. Keluar dari bangsal ini seperti keluar dari sebuah masalah besar bagiku.
”Bagaimana Fer. Dah baikan, bisa saya lihat bekas operasinya.” sambil menarik bajunya ke atas. Aku sudah tak kikuk lagi di dekat pasien yang satu ini, karena keramahannya dan keluarganya , ia juga sering kali mengeluarkan guyonan ketika setiap kali aku datang mengecek kondisi kesehatannya.
”masih sakit?”.
”tinggal nyeri sedikit lagi dok, kapan kami bisa pulang?”
Duh masih aja manggil dokter, padahal suda berapa kali dijelasin klo aku bukan dokter, aku masih menjalani Coas di rumah sakit ini. Biar ajalah mungkin suatu penghormatan mereka .
”mungkin 2 atau 3 hari ini sudah bisa pulang.permisi Fer.”
”eh dok...”
Aku kembali membalikkan tubuhku.
”iya..”
”rumahnya dimana dok..”
”he.. untuk apa?mau bertamu ni ceritanya?.”
”ah nggak pengen tau aja mungkin kapan-kapan bisa kesana .”
” ku kost di belakang rumah sakit ini. Jalan anggrek no 23. sudah dulu ya masih ada tugas nih.”
”makasih ya dok.”
Saya bisa merasakan klo saya masih dilihatin sampai saya keluar dari pintu bangsal.
Sore ini seperti menyuruhku untuk mempercepat langkah, karena sepertinya sebentar lagi hujan bakalan lebat. Sekarang sudah siklus ke tiga ku , sekarang aku di Obgyn. Rasanya di Obgyn jauh lebih capek, belum lagi tiap hari kita disuguhi dengan pemandangan aneh ibu-ibu melahirkan, rasanya seperti ikut main di film horor aja. Menegangkan.
Seperti dugaanku, belum setengah jam aku nyampe di kost-an hujan sudah sangat deras sekali. Dinginnya malam ini seperti menyuruhku untuk segera menarik selimut dan langsung tidur, namun, tugas-tugasku untuk besok segera menepis keinginan itu. Aku tidak mau besok mendapat makian dari para residen yang selalu merasa benar itu.
”Adit....”
”Adi...”
Aku menoleh ke jam weker yang di atas mejaku. Gak salah nih masih ada yang bertamu jam segini, sudah jam 11 malam.
”Adit..tolong buka pintunya.”
Dengan malas aku beranjak dari depan meja belajarku.
”siapa..?”
”ini aku Ferry... dittolong buka pintunya”
”Fery.. Ferry yang mana ya..???”
Aku langsung saja begegas membukakan pintu sebelum aku bisa menggali kembali memoriku.
”eh dit..maaf mengganggu. Masih ingat aku Ferry..”
”Ferry..Ferry...O ferrry yang masuk rumah sakit dulu.”
”iya tadinya aku dari rumah kawan mau pulang, tapi tiba-tiba hujannya gak reda-reda.”
”ayo cepat masuk..”
Aku tidak lagi mencari tau benar tidaknya alasan itu, yang jelas dia sekarang lagi btuh tumpangan di kost ini.
”tunggu di situ aja Fer, ntar biar aku antarin handuk.”
Sejurus kemudian.
”ni Fer handuknya, ke kamar mandi aja. Tapi ganti bajumu ntar apa?.”
Gak mungkin bajuku muat untuk tubuh tinggi besarnya.
”minjam sarungnya aja.”
”iya , ntar aku antarin ke kamar mandi.”
Aku kemudian kekamar mencarikan sarung. Untung sarungku masih ada yang bersih satu lagi.
”Ups...!”
Betapa kagetnya aku, makhluk di depanku ini sekarang tanpa sehelai pakaian pun, senyum-senyum lagi merasa tidak bersalah. Aku langsung membalikkan tubuhku membelakanginya.
”maaf dit, aku lupa nutup pintunya.”
”ini sarungnya...”
Pikiranku sudah kacau sekarang, pemandangan –pemandangan aneh terus berkelebat di benakku, orang telanjang, alat vital menegang lagi. Sampai di meja belajarku aku masih belum bisa menghilangkan bayangan itu dari pikiranku.
”Dit maaf ya yang tadi”
Ternyata ia sudah dibelakangku dengan memakai sarung, tapi ia tidak memakai baju karena bajuku tak satu pun yang muat untuknya.
”sudah lupakan aja ,Fer”
Padahal aku masih ngeri melihat alat vital tadi yang begitu besar. Aku terus memandangi bukuku tanpa menoleh ke belakang, padahal aku sama sekali tidak bisa lagi konsentrasi.
”serrrrrrr....”
Tiba-tiba rasanya darahku naik semua ke ubun-ubun, jantungku semakin cepat detaknya. Ia memegang tanganku dari belakang, kemudian perlahan Ia menempelkan badannya, meski tubuh kami masih dihalangi oleh sandaran kursi namun aku ajelas mencium bau tubuhnya. Wajahnya semakin ia dekatkan dengan sesekali menyentuhkan dagunya yang mulai ditumbuhi jenggot yag baru dicukur ke leherku. Aku seperti terhipnotis tak sepatah kata pun keluar dari mulutku. Aku hanya merasakan kakiku gemetaran.
”Aku suka kamu Dit!”
Lirihnya Dengan setengah berbisik. Ia mencium leherku. Ini kali pertamanya aku diperlakukan seperti ini oleh sesama jenisku.
”maaf Fer, nggak mungkin ini terjadi...” sahutku tergagap.
Pegangannya makin erat ketika aku berusaha menolak. alat vital juga kurasakan sudah menegang.
”jangan Fer...” ”Adi...”
Aku menoleh ke jam weker yang di atas mejaku. Gak salah nih masih ada yang bertamu jam segini, sudah jam 11 malam.
”Adit..tolong buka pintunya.”
Dengan malas aku beranjak dari depan meja belajarku.
”siapa..?”
”ini aku Ferry... dittolong buka pintunya”
”Fery.. Ferry yang mana ya..???”
Aku langsung saja begegas membukakan pintu sebelum aku bisa menggali kembali memoriku.
”eh dit..maaf mengganggu. Masih ingat aku Ferry..”
”Ferry..Ferry...O ferrry yang masuk rumah sakit dulu.”
”iya tadinya aku dari rumah kawan mau pulang, tapi tiba-tiba hujannya gak reda-reda.”
”ayo cepat masuk..”
Aku tidak lagi mencari tau benar tidaknya alasan itu, yang jelas dia sekarang lagi btuh tumpangan di kost ini.
”tunggu di situ aja Fer, ntar biar aku antarin handuk.”
Sejurus kemudian.
”ni Fer handuknya, ke kamar mandi aja. Tapi ganti bajumu ntar apa?.”
Gak mungkin bajuku muat untuk tubuh tinggi besarnya.
”minjam sarungnya aja.”
”iya , ntar aku antarin ke kamar mandi.”
Aku kemudian kekamar mencarikan sarung. Untung sarungku masih ada yang bersih satu lagi.
”Ups...!”
Betapa kagetnya aku, makhluk di depanku ini sekarang tanpa sehelai pakaian pun, senyum-senyum lagi merasa tidak bersalah. Aku langsung membalikkan tubuhku membelakanginya.
”maaf dit, aku lupa nutup pintunya.”
”ini sarungnya...”
Pikiranku sudah kacau sekarang, pemandangan –pemandangan aneh terus berkelebat di benakku, orang telanjang, alat vital menegang lagi. Sampai di meja belajarku aku masih belum bisa menghilangkan bayangan itu dari pikiranku.
”Dit maaf ya yang tadi”
Ternyata ia sudah dibelakangku dengan memakai sarung, tapi ia tidak memakai baju karena bajuku tak satu pun yang muat untuknya.
”sudah lupakan aja ,Fer”
Padahal aku masih ngeri melihat alat vital tadi yang begitu besar. Aku terus memandangi bukuku tanpa menoleh ke belakang, padahal aku sama sekali tidak bisa lagi konsentrasi.
”serrrrrrr....”
Tiba-tiba rasanya darahku naik semua ke ubun-ubun, jantungku semakin cepat detaknya. Ia memegang tanganku dari belakang, kemudian perlahan Ia menempelkan badannya, meski tubuh kami masih dihalangi oleh sandaran kursi namun aku ajelas mencium bau tubuhnya. Wajahnya semakin ia dekatkan dengan sesekali menyentuhkan dagunya yang mulai ditumbuhi jenggot yag baru dicukur ke leherku. Aku seperti terhipnotis tak sepatah kata pun keluar dari mulutku. Aku hanya merasakan kakiku gemetaran.
”Aku suka kamu Dit!”
Lirihnya Dengan setengah berbisik. Ia mencium leherku. Ini kali pertamanya aku diperlakukan seperti ini oleh sesama jenisku.
”maaf Fer, nggak mungkin ini terjadi...” sahutku tergagap.
Pegangannya makin erat ketika aku berusaha menolak. alat vital juga kurasakan sudah menegang.
”please Dit sekali ini aja, kamu nanti juga akan menikmatinya..”
Aku tidak bisa lagi berbuat apa-apa ketika tangan kekarnya mendekapku, kemudian ia membalikkan tubuhku, seraya ia menuntunku ke arah dinding. Aku seperti sesak ditindih tubuh besar itu ke dinding. Ia begitu agresifnya terus-teruisan mencumbuiku. Leherku yang menjadi sasran utamanya. Aku mulai terangsang. alat vital juga sudah menegang.
Kemudian ia mengulum bibirku, ntah apa lagi yang akan ia lakukan. Tiba-tiba ia melepas.
”Dit balas donk... please sekali ini aja.”
Kembali ia memagut bibirku tanpa menunggu aku menjawab pertanyaannya. Tanpa ba bi bu lagi aku membalasnya
.
”uhh....”
Bunyi nafas yang saling memburu memecah kesunyian kamar ini.satu persatu pakaianku dipelorotinya, aku hanya diam saja. Kemudian terakhir ia membuka sarungnya. Tak ada lagi batas antara kami. Dinginnya malam ini sudah mulai berubah dengan kehangatan tubuh kami yang menyatu.
Perlahan ia menuntunku ke atas kasur. Dengan posisi aku di bawah ia merebahkan tubuhku. Kuat sekali genggamannya. Kemudian ia menindihku. Setelah ia puas mencumbuku dibagian atas. Ia mulai menuruni tubuhku, hingga mulutnya tepat di atas alat vital yang memerah tegang.
” oh.....uhhh.ohh...” baru ini aku merasakan kenikmatan seperti ini. Ia mengulum alat vital. Aku memegang rambutnya dengan kuat.
”Ughh....uh...ah...”
Ia terus mengulumnya denga penuh nafsu.
”Fer, aku mau keluar nih...”
Ia tak memperdulikan itu, ia terus mengulum hingga akhirnya...
”Crott....crottt...croott...“
Aku langsung terkulai lemas, setelah maniku tertumpah dimulutnya. Aku sudah tak kuat lagi.
Namun ia masih terus memainkan tubuhku.ia membalikkkan tubuhku. Sekarang ia menindih dari belakang. Kurasakan alat vital hangat dieslangkanganku. Ia kemudian melumasi anusku dengan maniku tadi, lalu ia memasukkan jarinya. Awalnya sangat perih sekali.
Aku menggigit bantal yang di bawahku ketika alat vital yang sangat besar perlahan ia masukkan ke anusku. Ia mencoba menarik mundur tubuhnya. Oh kuarasakn kenikmatan itu lagi. Perih yang tadi seakan sudah hilang
” ahhh....ugh..ah..”
” uh...yes...”
Desahan kami saling berburu, seiring dengan hujan di luar sana yang makin deras.
Kami akhirnya terkulai lemas berdua diatas kasur, ia masih menempelkan tubuhnya ke tubuhku
.perlahan kurasakn alat vital sudah mulai mengendor. Peluh membasahi semua tubuh ini. Bau keringat kejantanan menusuk sekali dihidungku.
” Adit....” ia berbisik ditelingaku sambil mengencangkan dekapannya
” kamu menyesal..Dit”
Sambil menghela nafas panjang
” mungkin inilah takdirku fer...”
Seraya kurasakan air mataku mengalir .
Tidak berapa lama setelah tenaga kami pulih, Ferry kembali beraksi. Ntah berapa ronde malam ini kami lalui. Kenikmatan dari bekas pasienku ini seakan membuatku lupa dengan tugas-tugas yang masih menunggu di meja belajar.
Malam yang indah.........
Selesai
Tags:
Cerita Gay
Cerita asli ga nih